Advertisement
Produk Farmasi dan Alat Kesehatan Didorong untuk Sertifikasi
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA-Pelaku industri farmasi dan alat kesehatan didorong untuk memiliki sertifikat guna meningkatkan penggunaan produk lokal. Kementerian Perindustrian siap untuk menanggung biaya sertifikasi.
"Sertifikasi ini sangat penting. Sebab, saat ini ada 10.000 produk farmasi yang perlu disertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri [TKDN],” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melalui keterangan resmi, Sabtu (3/10/2020).
Advertisement
Agus mengusulkan biaya sertifikasi TKDN produk tersebut sebaiknya menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dengan anggaran yang disiapkan, pemerintah mendukung sektor industri. Tambah lagi, saat ini industri farmasi dan alat kesehatan sudah kami masukkan ke dalam sektor tambahan yang menjadi prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Kemandirian Indonesia di sektor industri alat kesehatan dan farmasi merupakan hal yang penting, terlebih dalam kondisi kedaruratan kesehatan seperti saat ini,” jelasnya.
Seperti diketahui, sektor industri farmasi dan alat kesehatan masuk dalam kategori yang mengalami permintaan tinggi ketika pandemi Covid-19.
Kemenperin mencatat, pada triwulan I/2020, industri kimia, farmasi dan obat tradisional tumbuh positif sebesar 5,59 persen. Selain itu, industri kimia dan farmasi juga menjadi sektor manufaktur yang menyetor nilai investasi cukup signifikan pada kuartal I/2020, dengan mencapai Rp9,83 triliun.
Kemandirian Sektor Industri
Agus menuturkan industri alat kesehatan dan farmasi perlu didorong untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri secara mandiri. Kemandirian di sektor industri alat kesehatan dan farmasi diharapkan berkontribusi dalam program pengurangan angka impor impor hingga 35 persen pada akhir tahun 2022.
“Inovasi dan penerapan industri 4.0 di sektor industri alat kesehatan dan farmasi dapat meningkatkan produktivitas,” jelasnya.
Agus menyebutkan pasar dalam negeri sangat potensial bagi berbagai produk farmasi dan alat kesehatan dengan kandungan lokal tinggi. Pasalnya, pasar lokal bisa menjadi preferensi dalam pengadaan melalui program jaminan kesehatan nasional (JKN).
Pada Permenperin 16/2020, disebutkan bahwa tata cara penghitungan nilai TKDN produk farmasi tidak lagi memakai metode cost based, melainkan metode processed based.
Melalui processed based, berarti ada penghargaan atas upaya riset dan pengembangan oleh pelaku industri. Metode ini dapat mempertahankan kerahasiaan formulasi yang dimiliki perusahaan tanpa meninggalkan kaidah dan tujuan yang ingin dicapai dari pemberlakuan TKDN produk tersebut.
“Pertimbangannya, metode ini lebih sesuai diterapkan di sektor yang sifat industrinya spesifik. Formulasinya juga sangat banyak dan beragam. Selain itu, sektor ini selalu mengacu pada hasil riset dan pengembangan yang panjang. Juga, menelan biaya besar,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kunjungi Washington DC, Ini Oleh-Oleh yang Dibawa Menkeu untuk Indonesia
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
Advertisement
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Hari Ini Harga Telur Ayam Terpantau Naik hingga Rp31 Ribu per Kilogram
- Per Maret 2024, APBN Surplus Rp8,1 Triliun
- Biaya Pembangunan IKN Mencapai Rp72,1 Triliun dari APBN
- UMKM DIY Bisa Manfaatkan Securities Crowdfunding Sebagai Alternatif Pendanaan Selain Perbankan
- Kadin DIY Optimis Ekonomi Masih Stabil di Tengah Pelemahan Rupiah
- Digitalisasi Keuangan Daerah, BPD DIY Dukung Penuh Pemkot Jogja
- Journalist Competition Astra Motor Yogyakarta Kembali Digelar
Advertisement
Advertisement