Advertisement
Sempat Jadi Favorit, Pamor Emas Tak Lagi Mengkilau

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Harga emas yang menjadi primadona pada 2020 kini tengah mengalami tekanan, sehingga masih bergerak di kisaran US$1.700 per troy ounce.
Logam kuning yang menjadi bintang sepanjang tahun lalu tersebut kini berbalik menjadi salah satu komoditas dengan harga terburuk dalam indeks Komoditas Bloomberg di awal 2021.
Advertisement
Bahkan, berdasarkan data yang dikumpulkan Bloomberg, pergerakan harga emas di awal tahun ini merupakan yang terburuk sejak 1991 lalu, seiring dengan imbal hasil US Treasury yang tengah menanjak ke level tertingginya dalam sepekan terakhir.
Tercatat, yield atau imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun saat ini berada di level 1,34 persen. Adapun suku bunga The Fed saat ini masih dipertahankan di level 0,25 persen.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot berada di level US$1784,25 per troy ounce pada penutupan perdagangan Jumat (19/2/2021). Sementara itu di bursa berjangka Comex harga emas berada di level US$1.777,40 per troy ounce.
Sebelumnya, harga emas di pasar spot sempat turun menyentuh level US$1.760,67 per troy ounce, level terendah sejak 2 Juli 2020 silam.
Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan dalam jangka dekat emas akan terancam likuidasi alias banyak dilepas oleh para investor karena dinilai bukan menjadi aset prioritas di tengah kondisi pasar saat ini.
Pasalnya, di tengah kenaikan yield US Treasury, Wahyu menilai komoditas yang akan jadi buruan investor adalah komoditas yang dapat dikonsumsi, dipakai, atau dijadikan bahan baku karena harganya akan naik.
“Ini dampak dari harapan recovery dan banjir cash di pasar efek stimulus. Yield AS naik, outlook AS rate masih stuck, maka gold akan cenderung tertahan bahkan tertekan,” jelas Wahyu kepada Bisnis, Minggu (21/2/2021).
Melirik Saham
Lebih lanjut Wahyu menuturkan, investor juga akan mencari aset yang masih undervalue, termasuk saham. Salah satunya, investor akan melirik saham di negara berkembang seperti Indonesia.
“Indonesia masih murah maka capital inflows akan masuk, tapi itu hot money, terpaksa masuk bukan karena fundamental, tapi karena sulitnya pilihan karena market AS sudah sangat mahal,” imbuhnya.
Kendati demikian, untuk jangka panjang Wahyu mengatakan emas masih berpotensi untuk menguat dan tetap menjadi aset pilihan untuk lindung nilai (hedging). Salah satu support untuk harga emas jangka panjang adalah kebijakan yang akan dikeluarkan The Fed.
“Proyeksi jangka pendek untuk harga emas di kisaran US$1.700—1.800 [per troy ounce]. Stimulus yang luar biasa mungkin bisa menunda bullish gold short or medium term. Namun, dalam jangka panjang teknikal masih berlaku, sangat jelas gold bullish,” paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Airlangga Sebut Tarif Impor AS 32 Persen untuk Indonesia Masih Nego
- 404.192 Badan Usaha Terjerat Kredit Macet Ke Pinjol, Naik Tajam
- Bank Syariah Matahari Milik Muhammadiyah Incar BPRS di Jogja untuk Merger
- Akhir Libur Sekolah, Sejumlah Tol Jasa Marga Diskon 20 Persen hingga 13 Juli 2025, Ini Daftarnya
- Begini Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2025 Menurut Apindo DIY
Advertisement

26 Pembuang Sampah Liar di Bantul yang Terekam CCTV Belum Ditindak, Ini Alasannya
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Hingga Juli 2025 Sebanyak 2.495 Pekerja di DIY Terkena PHK
- Pesan Menteri Nusron dalam Forum Pembangunan Wilayah di Sulteng: Tata Ruang Harus Ketat demi Jaga Ketahanan Pangan
- Rapim Semester I, Menteri Nusron Minta Jajaran Evaluasi Tunggakan dan Layanan Elektronik
- Buka Dealer Baru di Jogja, Aion Hadirkan 3 Mobil Listrik Andalan
- Kementerian Pertanian Sebut 212 Produsen Beras Berbuat Curang, Polri Segera Bertindak
- Masih Ada Diskon Tiket Kereta Api Sebesar 30 Persen hingga Akhir Juli 2025
- Pemerintah Salurkan Beras Bersubsidi Program SPHP, Dijual dengan HET Rp12.500 per Kg untuk Pulau Jawa
Advertisement
Advertisement