Advertisement

Bayang-Bayang Ancaman Siber di Balik Dompet Digital

Leo Dwi Jatmiko
Sabtu, 04 Desember 2021 - 09:57 WIB
Sugeng Pranyoto
Bayang-Bayang Ancaman Siber di Balik Dompet Digital Ilustrasi - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Pembayaran nontunai kini banyak diberlakukan di sejumlah tempat. Namun, cara ini ternyata juga tak luput dari ancaman keamanan. Berikut laporan wartawan Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Leo Dwi Jatmiko.

Selangkah demi selangkah Rudi berjalan mendekati kasir sebuah restoran cepat saji. Lelaki berusia 27 tahun itu sangat lapar. Setelah satu menit melihat ke papan menu, dia putar balik tak jadi memesan makanan.

Advertisement

Rudi yang sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta, bukan tidak punya uang untuk membayar makanan. Bukan juga menu makanan yang dia pesan sedang kosong.

“Saya enggak megang duit tunai, bayar debit pegawainya tidak mengerti caranya, kode QRIS [Quick Response Code Indonesian Standard] juga tidak ada di sana,” kata pria kelahiran Jakarta itu setengah mengeluh, beberapa waktu lalu.

Rudi mungkin satu dari sekian banyak kaum milenial yang sudah terbiasa bertransaksi dengan dompet digital atau perbankan bergerak (mobile banking/mBanking). Ia sudah mulai meninggalkan uang tunai.

Saldo banyak yang terdapat di dompet digital dan mBanking membuat dia malas menyimpan uang berlembar-lembar di dompet.

Saldo besar di akun dompet digital dan mBanking juga membuat Rudi merasa sudah merdeka kelaparan, seluruh tempat makanan dianggap sudah melayani kanal pembayaran dompet digital dan debit. Padahal tidak demikian. Masih ada beberapa warung siap saji dan UMKM yang belum menerima transaksi digital.

Rudi merupakan gambaran tingginya ketergantungan seseorang terhadap kanal pembayaran digital di era digitalisasi seperti saat ini.

Masyarakat diprediksi ke depan bakal makin tergantung dengan kanal pembayaran digital, baik dompet digital, QRIS, debit, dan lain sebagainya. Terlihat dari laporan Google, Temasek, dan Bain & Company yang menyebut nilai ekonomi Internet di Indonesia bakal melesat pada 2025.

Menurut laporan Google nilai ekonomi Internet di Indonesia mencapai US$70 miliar pada 2021, naik 49% dibandingkan pada 2020. Adapun empat tahun setelah 2021, nilai ekonomi Internet atau ekonomi digital Indonesia mencapai US$146 miliar, atau melesat 108,5%. Sebesar 40% nilai ekonomi digital di Asia Tenggara bahkan disebut berada di Indonesia.

Tidak tinggal diam, perusahaan perbankan berusaha mengembangkan layanan digital untuk meraup peluang tersebut.

Senior Executive Vice President Teknologi Informasi Bank Mandiri, Toto Prasetio, mengatakan perseroan berinisatif untuk membuka layanan transformasi Mandiri Digital melalui Digital Banking Roadmap.

Mandiri memiliki visi menjadi bank digital nomor satu di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Mandiri fokus pada tiga faktor utama yaitu manajemen data yang kuat, kesiapan infrastruktur digital, dan ekosistem keuangan yang luas.

Mandiri memanfaatkan data secara optimal dengan membuka ekosistem sehingga dapat bergerak lebih lincah, dan layanan mereka masuk lebih cepat kepada nasabah dibandingkan kompetitor.  “Seluruh inovasi harus dapat memenuhi kebutuhan nasabah pada akhirnya,” kata Toto.

Pemanfaatan data dengan dukungan perangkat kecerdasan buatan juga membuat perusahaan mampu mengambil keputusan lebih cepat dan tepat, berkesinambungan yang kemudian menghasilkan pendapatan yang stabil.

Chief of Staff Citi Indonesia Tandi Cahyadi menilai di era digital, terjadi perubahan di industri perbankan. Terdapat tiga faktor yang menjadi pendorong alasan bank harus terus berubah.

Pertama, teknologi. Kedua, perubahan perilaku masyarakat atau perilaku konsumen. Ketiga, regulasi. Ketiga faktor tersebut membutuhkan dua hal: igitization dan digitalization.

Digitization adalah proses mengubah proses dari analog menjadi digital. Di sisi yang lain, digitalization adalah penggunaan teknologi digital untuk mengubah suatu model bisnis dan menyediakan sumber pendapatan baru dan kesempatan yang bisa menambah nilai. “Jadi, dua hal ini yang kami perlukan untuk bisa dan masih menjadi relevan di masa depan,” kata Tandy.

Pada 2025, kata Tandy, tren digital akan makin meningkat dan pengguna layanan bank digital juga akan makin banyak. Pelaku industri harus terus beradaptasi supaya bisa mengikuti laju perubahan yang ada di dunia.

Ancaman Siber

Hakikatnya potensi pertumbuhan ekonomi digital yang didorong oleh percepatan digitalisasi pada 2025, menghadirkan peluang dan tantangan. Perusahaan yang menggunakan teknologi harus siap terhadap serangan siber dan menjaga keamanan data di perusahaan.

Menurut laporan Microsoft Digital Defense Report 2020, kejahatan siber (cyber crime) saat ini telah meningkat menjadi isu keamanan nasional. Kejahatan siber mengincar pos-pos kritis di suatu negara seperti kesehatan hingga institusi keuangan. Tidak ada sektor yang tidak tersentuh serangan siber.

Laporan tersebut mengungkapkan di tingkat global, serangan siber sudah menjadi bisnis. Pencurian identitas dan phising (pengelabuan) dikemas dalam paket-paket, yang kemudian dijual murah di website hitam (dark web) dengan harga rata-rata senilai US$0,97 per 1.000 identitas.

Beberapa orang juga bisa menyewa jasa peretas untuk menyerang instansi tertentu dengan biaya sekitar US$100 -US$1.000 untuk setiap serangan yang sukses atau akun yang berhasil dicuri. Bahkan, paket ransomware-perangkat untuk memeras akun-dapat dibeli dengan murah oleh peretas pemula. Alhasil, peretas yang tadinya biasa-biasa saja menjadi makin menyeramkan.

“Ransomware telah menjadi ekonomi bahkan sebuah model bisnis yang mengkhawatirkan,” kata Country Lead Azure Business Group Fiki Setiyono.

Fiki menambahkan ransomware dilakukan secara kolaborasi dan terstruktur dengan biaya yang murah. Para peretas menilai bisnis serangan siber sebagai bisnis yang menguntungkan. Transaksi kegiatan ransomware terjadi di mata uang kripto, untuk menyamarkan transaksi dan lebih efisien.

Ransomware merupakan salah satu kelas serangan siber, yang bertujuan menuntut pembayaran untuk data/informasi pribadi yang telah dicuri, atau data yang aksesnya dibatasi (enkripsi).

Untuk menghadapi rangkain serangan siber yang makin masif terlebih saat pandemi, Microsoft Digital Defense Report 2020 memberikan sejumlah rekomendasi sehingga terbentuk kerangka kerja keamanan siber yang lebih kuat.

Fiki mengatakan untuk mencapai proteksi 98% secara dasar keamanan yang dimiliki sebuah perusahaan termasuk perbankan, harus memenuhi minimal lima area yaitu utilitas antimalware, mengaktifkan akses istimewa, autentikasi banyak faktor, memperbarui versi konfigurasi, dan menjaga data krusial dengan lebih ketat.

Menghargai Kepercayaan

Tidak hanya rekomendasi, untuk membantu perusahaan agar memiliki keamanan siber yang lebih andal, Microsoft memiliki sejumlah solusi komputasi awan (cloud) yang berfokus pada empat prinsip yaitu keamanan, kontrol dan privasi, kepatuhan, dan transparansi. “Apa yang kami lakukan adalah transparan kepada klien kami,” kata Director of Enterprise Microsoft Indonesia Nina Wirahadikusumah.

Dari sisi keamanan, Microsoft menghitung klien dan memastikan mereka berinvestasi di tempat yang baik. Data-data milik klien terenkripsi dengan baik secara digital maupun fisik. Microsoft juga memiliki pangkalan data yang terukur.

Dari sisi data privasi, Microsoft tidak akan menggunakan data klien untuk kegiatan periklanan atau tujuan komersial. Microsoft akan menghapus data klien paling lambat 180 hari setelah klien berhenti menggunakan layanan Microsoft.

Microsoft juga akan patuh terhadap regulasi yang ada, baik global maupun lokal. “Kami memiliki tim yang sangat berdedikasi sesuai vertikal industri dari pelanggan untuk terus bisa bekerja sama,” kata Nina.

Terakhir, transparan. Microsoft menjabarkan secara detail apa saja yang akan dilakukan Microsoft dan apa saja yang tidak akan dilakukan Microsoft. Perusahaan sangat menghargai kepercayaan yang diberikan oleh pelanggan.

Percepatan transformasi digital telah membuka peluang Indonesia untuk meraup potensi ekonomi digital yang besar pada 2025. Meski pihak perbankan telah mengeluarkan banyak fitur digital yang mempermudah proses transaksi, dan Microsoft memberikan kepada perusahaan layanan perlindungan data yang andal, ancaman digital bisa tetap terjadi bahkan lebih besar jika secara literasi masyarakat terhadap digital masih rendah.

Bayangkan saja, jika masyarakat-termasuk Rudi- memiliki password transaksi yang mudah ditebak atau lalai dalam menjaga keamanan password perusahaan, maka potensi akan berubah menjadi petaka ekonomi digital.

Jika kesadaran Rudi dan masyarakat rendah dalam menjaga keamanan data, alasan Rudi putar balik saat sudah di depan kasir restoran siap saji bisa jadi bertambah satu, yaitu saldo Rudi nol rupiah akibat dikuras peretas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Stok Cabai Melimpah, Harga Cabai di Sleman Anjlok Ancam Petani

Sleman
| Jum'at, 29 Maret 2024, 17:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement