Advertisement
Buka Peluang dengan Menggandeng Bank

Advertisement
JOGJA - Keberhasilan tak semudah membalikkan telapak tangan. Sukses tak bisa diraih hanya dengan berdiam diri. Setidaknya, itulah yang dibuktikan sendiri oleh Alex Kurniawan, seorang pengusaha mebel asal Bantul.
Sebuah bangunan besar di Jl. Monumen TNI AU No 8 Dusun Donoloyo, Tamanan, Banguntapan, Bantul tampak ramai, Kamis (9/11) siang. Terlihat para pria mengusung boks-boks besar untuk dimasukkan ke kontainer yang sudah terparkir di depan bangunan itu.
Advertisement
Mereka tampak gesit. Sesekali satu sama lain saling bantu. Seorang pria berkaus hitam berada di antara mereka. Seperti sudah meyakinkan pekerjaan itu pada orang lain, ia tinggal mengawasi sembari sesekali bercengkerama dengan mereka.
Pria kaus hitam itulah yang bernama Alex Kurniawan. Dia pemilik pabrik yang merupakan tempat produksi mebel berlabel Kayu Manis. Alex, begitu dia disapa, sudah memulai bisnisnya sejak 20 tahun lalu.
Dia fokus menjual furnitur khusus kamar mandi. Di pabrik seluas 3.500 meter persegi itu, kayu jati dari Sulawesi diolah menjadi meja wastafel, rak kamar mandi, almari, dan masih banyak lagi.
Modelnya berkiblat pada arsitektur Eropa. Pria kelahiran Jogja, 18 Juli 1967 ini memang memilih pasar Eropa menjadi target jualannya. Ada Perancis, Italia, Spanyol, dan sebagian kecil Amerika.
Dalam sebulan, dia bisa mengirimkan produknya hingga mencapai delapan kontainer dengan ukuran paling kecil 20 feet. Menurut dia, kepemilikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sangat memudahkannya untuk mengirim barang ke luar negeri.
Sebelumnya, tak terbesit dalam pikiran bapak dua anak ini untuk menjadi tukang mebel. Sebagai lulusan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, dia sempat mengawali karier sebagai analis kredit di salah satu bank BUMN di Ibu Kota.
Namun semuanya berubah pascareformasi 1998 saat kantornya menawarkan program pensiun dini. Tanpa pikir panjang, dia mengambil tawaran itu.
Dia pun membulatkan tekad untuk keluar dari dunia perbankan. Dia tinggalkan pekerjaan tanpa berkonsultasi dengan enam kakaknya yang notabene adalah para pekerja kantoran. “Modal saya hanya pesangon yang bisa untuk bisnis,” katanya.
Dia pun memutuskan kembali ke Jogja. Dia sempat ditawari mengikuti kursus pengeringan kayu oleh temannya dan langsung diterima. Hanya kursus dua hari, dia langsung berani membuka bisnis dari modal pesangonnya. “Modal nekat, penting nyebur dulu,” kata dia.
Dia lantas menyewa tanah di dekat kampus Universitas Ahmad Dahlan, Ring Road Selatan seluas 500 meter persegi. Awalnya, bisnis jualan kayu kering laku. Namun saat mencoba merambah bidang mebel, usahanya bangkrut dan benar-benar uangnya nol. “Sempat saya menyesal saat itu kok ya ambil pensiun dini,” keluhnya.
Tak lama kemudian, pertemuan dengan Lionel, seorang warga Belgia mengantarkannya bangkit lagi. sayangnya, kerja sama keduanya harus berakhir 10 tahun kemudian lantaran Lionel harus pulang ke kampung halaman istrinya di Perancis. “Tetapi kami tetap kerja sama. Saya sebagai suplier, dia buyer-nya,” kata dia.
Mitra Bank
Pada 2015, Alex ingin memperluas pabriknya di Tamanan, Banguntapan, atau lokasi pabriknya saat ini. Saat itu, dia ingin membeli 1.600 meter persegi tanah yang ada di samping pabriknya. Sayang, dia kesulitan biaya karena biaya yang dibutuhkan sekitar Rp3 miliar. “Saya sudah muter-muter ke bank-bank BUMN, pada enggak mau [meminjamkan uang]. Akhirnya hanya Bank BPD [Bank Pembangunan Daerah] DIY yang bisa,” kata pria yang suka gowes ini.
Dia mengakui, BPD DIY telah menjadi mitra yang benar-benar ingin membantu UMKM berkembang. Tidak semata menghabiskan uang untuk mendapatkan bunga, tetapi BPD DIY membantu mengarahkan agar pinjaman yang diberikan tepat guna.
“Saya diarahkan untuk beli mesin canggih. Mesin seharga miliaran rupiah yang sudah berbasis komputer. Tinggal pencet, bisa bikin furnitur model apapun,” kata Alex.
Selama berbisnis, pria yang tergabung dalam Forum Kerajinan Mebel dan Seni (Formekers) dan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) ini sudah tiga kali mengajukan pinjaman ke BPD DIY dan semuanya disetujui.
Menurut dia BPD DIY sangat membantu UMKM saat pandemi seperti ini. Saat ekspornya tersendat lantaran keberangkatan kapal pengirim barang tertunda dan membuat buyer telat membayar, bank ini memberikan bantuan. “Saya sempat berkeluh kesah [kepada BPD DIY] dan mereka tawarkan dana talangan dalam betuk modal kerja,” katanya.
Dari bisnisnya, dia tak semata ingin mencari pendapatan finansial, ia juga ingin memberdayakan masyarakat. Buktinya, usaha mebel dan bahkan kuliner Warung Kopi Randu yang berlokasi di Bantul miliknya sudah mempekerjakan 265 karyawan dari DIY. (Adv)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penuhi Syarat Keselamatan Terbang, Garuda Indonesia Buka Lagi Rute Jakarta-Doha
- Kecurangan Beras Rugikan Konsumen Rp99,35 Triliun harus Ditindak
- Harga Bawang Merah Masih Tinggi di Level Rp42.528 per Kilogram
- Shopee Tambah Beban Baru Biaya Transaksi untuk Seller
- Taksi Terbang EHang 216-s Dipamerkan, Raffi Ahmad Ingin Bisa Jadi Opsi Pariwisata Nasional Baru
Advertisement

Jadwal Bus Sinar Jaya dari Jogja ke Pantai Parangtritis Bantul dan Pantai Baron Gunungkidul
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Harga Cabai, Bawang, dan Telur Hari Ini Turun
- Libur Panjang Tahun Baru Islam, BNI Buka Layanan Terbatas di Sejumlah Kota di Jateng & DIY
- Asosiasi Pengusaha Mendukung Pungutan Pajak ke Pedagang e-Commerce
- Kurangi Impor, Pemerintah Genjot Produksi Kedelai dan Bawang Putih
- Harga Bawang Merah Masih Tinggi di Level Rp42.528 per Kilogram
- Kecurangan Beras Rugikan Konsumen Rp99,35 Triliun harus Ditindak
- Toyota Rajai Impor Mobil CBU pada Januari-Mei 2025
Advertisement
Advertisement