Advertisement

Promo November

Minuman Berpemanis Kena Cukai, Produsen Buru-Buru Melobi Pemerintah

Afiffah Rahmah Nurdifa
Selasa, 27 Agustus 2024 - 21:07 WIB
Maya Herawati
Minuman Berpemanis Kena Cukai, Produsen Buru-Buru Melobi Pemerintah Minuman Berpemanis dalam Kemasan di supermarket. - Ilustrasi - StockCake

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Pemerintah telah menetapkan penerapan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).  Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) kini melobi pemerintah untuk mengambil kebijakan selain cukai.

Mereka menyebut ada langkah lain mencegah penyakit tidak menular (PTM) selain penerapan cukai dalam minuman berpemanis dalam kemasan.

Advertisement

Adapun, pemerintah telah sepakat untuk menerapkan cukai MBDK tahun depan sesuai dengan rencana kebijakan penambahan barang kena cukai yang diatur dalam Rancangan APBN (RAPBN).

Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan, pihaknya tengah berupaya berkomunikasi bersama Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendahulukan upaya edukasi dan reformulasi pangan oleh produsen ketimbang pengenaan cukai.

"Meeting lagi dengan tim Pak Menkes, minggu lalu hari Jumat  kita sudah ketemuan dengan BPOM setelah dengan Menkes nanti kita akan lanjut dengan BPOM," kata Adhi saat ditemui di Jiexpo, Selasa (27/8/2024).

Selain cukai MBDK, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Kesehatan juga berpotensi mengenakan cukai pada produk makanan dan minuman kemasan yang memiliki kandungan gula, garam, dan lemak (GGL).

BACA JUGA: Dampak Gempa Gunungkidul, Satu Rumah di Karanganyar Jawa Tengah Rusak

Hal ini tersebut dinilai sangat merugikan bagi produsen maupun masyarakat yang akan menerima beban kenaikan harga mencapai 30% di pasar.

"Cukai itu tahap paling akhir, kalau memang semua upaya sudah dilakukan, yang paling penting itu edukasi dulu. Pertama, edukasi, kemudian kepaturan produsen nya pada bahan tambahan pangan," ujarnya.

Adhi memastikan industri makanan dan minuman (mamin) olahan akan melakukan reformulasi dan mengurangi kadar gula, garam, dan lemak (GGL) pada produk olahan kemasan yang dinilai sebagai salah satu pemicu penyakit tidak menulai (PTM), seperti obesitas, gagal ginjal, dan lainnya.

Menurut dia, yang semestinya diutamakan yaitu edukasi masyarakat terkait risiko konsumsi GGL berlebihan. Sementara itu, bahan tambahan pangan seperti gula, gula, dan lemak masih dibutuhkan dalam kadar tertentu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Terkait dengan rencana penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan tahun depan, Adhi berharap hal tersebut tak dilakukan tanpa adanya tahapan edukasi kepada masyarakat.

"Kami berharap demikian [tak diterapkan tahun depan], karena tahapannya edukasi dulu, bersama dengan edukasi industri melakukan reformulasi besar-besaran, begitu konsumen bisa menerima dan industri sudah reformulasi, kita turunkan kadarnya bertahap, sampai terakhir mudah-mudahan sukses, nggak sampai ke cukai," ujarnya.

Untuk diketahui, Dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, dijelaskan pertumbuhan penerimaan cukai bisa tercapai melalui kebijakan ekstensifikasi. Oleh sebab itu, cukai minuman berpemanis dalam kemasan juga akan digalakkan pada tahun depan.

"Kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada minuman berpemanis dalam kemasan untuk menjaga kesehatan masyarakat," tulis pemerintah dalam RAPBN.

Perluasan objek cukai sudah dicantumnya sejak 2024. Pada tahun ini pemerintah sudah menargetkan penerimaan cukai produk plastik sebesar Rp1,85 ttriliun dan minuman berpemanis dalam kemasan senilai Rp4,39 triliun seperti yang diatur dalam Perpres No. 76/2023. Namun, kebijakan tersebut belum juga direalisasikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Gunungkidul City Run & Walk 2024: Olahraga, Pariwisata, dan Kebanggaan Daerah

Gunungkidul
| Jum'at, 22 November 2024, 16:07 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement