Advertisement

Promo November

Ramai Boikot Kenaikan PPN dengan Setop Sering Belanja di Minimarket, Ekonom Sarankan Begini

Mochammad Ryan Hidayatullah
Minggu, 17 November 2024 - 11:27 WIB
Arief Junianto
Ramai Boikot Kenaikan PPN dengan Setop Sering Belanja di Minimarket, Ekonom Sarankan Begini Ilustrasi wajib pajak / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Masyarakat ramai-ramai mengajak pemboikotan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% tahun depan. Salah satu yang digaungkan adalah dengan mengurangi belanja.

Seruan boikot ini setidaknya ramai di media sosial X (dulu Twitter). Salah satu warganet pun mengajak warganet lainnya untuk hemat belanja minimal untuk satu tahun saja.

Advertisement

Netizen lain pun mengamini saran itu. Netizen mengajak untuk cermat dalam belanja dan mengajak berbelanja di warung tetangga saja alih-alih di minimarket demi menghindari PPN.

Menanggapi protes warganet tersebut, Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar mengaku tak heran.

Namun, dia berpendapat boikot PPN 12% dengan tidak berbelanja malah merugikan banyak pihak, bukan pemerintah saja.

Fajry mengatakan jika masyarakat memboikot kebijakan PPN dengan tidak berbelanja bisa menjadi senjata makan tuan. Sebab, hal itu bisa merugikan pelaku usaha. Di sisi lain, pelaku usaha tersebut mempekerjakan banyak orang.

BACA JUGA: PPN Bakal Naik 12 Persen, Siap-siap Harga Tiket Pesawat Naik Tahun Depan

Alhasil, jika pendapatan usaha berkurang, potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawan pun tak terhindarkan. "Kalau menahan konsumsi, yang kena pelaku usaha juga. Padahal, pelaku usaha ini mempekerjakan pegawai," ujar Fajry, Minggu (17/11/2024).

Fajry pun mengatakan masyarakat memang berhak untuk protes terhadap kebijakan pemerintah. Tetapi, dia mengingatkan agar protes dengan cara yang benar dan tak merugikan masyarakat itu sendiri.

Menurutnya, salah satu protes yang bisa dilakukan dengan kampanye di media sosial atau turun ke jalan. "Jangan merugikan kita juga, bisa cara lain, bisa protes di sosial media atau bahkan turun ke jalan," katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menilai boikot kebijakan PPN 12% dengan mengurangi belanja tak akan berpengaruh banyak untuk pemerintah.

Dia menjelaskan objek PPN itu tidak sekadar dari konsumsi dalam negeri. Transaksi impor juga merupakan objek PPN. Adapun pada pos penerimaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), dua jenis objek PPN di atas berkontribusi cukup signifikan.

Prianto mencatat kontribusi PPN dalam negeri sepanjang 2024 mencapai 24,6%. Sementara, kontribusi PPN impor untuk periode yang sama mencapai 14,7%.

Prianto mengatakan jika masyarakat mengurangi konsumsi tidak terlalu berpengaruh. Pasalnya, tidak semua konsumsi masyarakat merupakan objek PPN yang harus dipungut PPN-nya. 

Dia mengingatkan sebagian konsumsi masyarakat merupakan objek bebas PPN. "Dengan demikian, dampak masyarakat mengurangi konsumsi sehari-hari sepertinya kurang berdampak," kata Prianto.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah berencana merealisasikan kenaikan PPN sebagai amanat Undang-Undang (UU) No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). 

Sebagai pengingat, Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang (UU) No. 7/2021 menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% atau dari 11% menjadi 12% pada 2025. Aturan ini sebelumnya juga menjadi dasar kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022 lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Puncak Musim Hujan di Sleman Diprediksi Terjadi di Awal 2025, BPBD Siapkan Upaya Mitigasi

Sleman
| Minggu, 17 November 2024, 14:47 WIB

Advertisement

alt

Yogyakarta Marriott Hotel Ajak Tamu Nikmati Keajaiban Natal 2024 dan Tahun Baru 2025

Wisata
| Kamis, 14 November 2024, 17:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement