Advertisement

Promo Desember

Ekonom Nilai Tidak Ada Urgensinya PPN Naik 12 Persen Awal 2025

Annasa Rizki Kamalina
Kamis, 05 Desember 2024 - 05:17 WIB
Ujang Hasanudin
Ekonom Nilai Tidak Ada Urgensinya PPN Naik 12 Persen Awal 2025 Ilustrasi wajib pajak / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA — Senior Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi, menilai urgensi kenaikan tarif PPN 12% pada 2025 hanya dilakukan karena termaktub dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang diteken pada 2021.

Adapun, keinginan pemerintah menambah penerimaan negara lewat kenaikan PPN dikhawatirkan memukul daya beli masyarakat saat ini.

Advertisement

Hal itu disampaikan Fithra bahwa semangat menaikkan PPN dalam Undang-Undang (UU) No.7/2021 yang diteken pada tiga tahun silam sudah berbeda dengan kondisi sekarang.

Kala itu, defisit fiskal diperbolehkan di atas 3% dan berdampak pada pembiayaan yang cukup besar. Melalui semangat untuk menambah penerimaan negara, PPN naik menjadi 11%.

“Saat itu semangatnya bisa dimengerti. Dengan semangat itu kalau kita translasikan ke sekarang ya sebenarnya sudah enggak relevan lagi karena sekarang pun defisitnya [APBN 2024] mungkin enggak sampai 2%,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (4/12/2024).

Melihat realisasi defisit APBN 2024 yang mencapai 1,37% dari PDB atau setara Rp309,2 triliun per Oktober 2024. Fithra meyakini defisit akan lebih rendah dari target sebesar Rp522,8 triliun atau 2,29% dari PDB.

Artinya, akan ada potensi tambahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang dapat menutup defisit APBN tahun depan tanpa menggunakan utang.

BACA JUGA: PPN 12 Persen, Beban Milenial dan Gen Z Diprediksi Makin Berat

Fithra memandang belum ada urgensi penerapan PPN 12% pada tahun depan, kecuali amanah UU HPP. Sementara peraturan tersebut, nyatanya bisa diintervensi melalui penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu.

Sebagaimana UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara yang tidak membolehkan defisit melebihi 3%. Namun pada pandemi Covid-19, pemerintah menerbitkan Perppu yang kemudian menjadi UU No.2/2020 dengan memperkenankan defisit melebihi ketentuan awal.

Menurutnya, pemerintah punya cara lain untuk menambah pendapatan negara selain mengorbankan daya beli masyarakat dengan kenaikan PPN menjadi 12%. Salah satunya melalui peraturan teranyar PMK No. 88/2024 yang memperkenankan pinjaman dari SAL APBN kepada BUMN, BUMD, pemerintah daerah, atau Badan Hukum Lainnya.

Senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal turut melihat tidak ada urgensi untuk menambah beban masyarakat. Mengingat, kemampuan ekonomi masyarakat dan dunia usaha sama-sama sedang menurun.

“Ketika PPN naik akan semakin menekan tingkat konsumsi dan produksi dan mengurangi transaksi barang jasa. Tarif naik, tapi volume transaski turun. Jadi tidak signifikan meningkatkan penerimaaan negara, malahan buruk bagi ekonomi,” tuturnya, Rabu (4/12/2024).

Semestinya, peningkatan penerimaan ini disesuaikan dengan kondisi ekonomi yang ada dan bukan dengan PPN.

Misalnya, melalui Pajak Penghasilan (PPh) progresif yang menyasar kalangan atas. Saat ini, tarif PPh Pasal 21 yang berlaku mulai dari 5% bagi karyawan yang menerima gaji Rp60 juta per tahun, hingga 35% bagi penghasilan lebih dari Rp5 miliar per tahun.

Selain dari meningkatkan penerimaan, pemerintah dapat memilah pengeluaran yang dan mengurangi risiko kebocoran dari APBN.

“Kalangan atas kondisinya sekarang baik, yang turun kan kelas menengah. Kalangan bawah relatif stabil karena mereka umumnya tidak terkena PPh dan masih mendapatkan bantuan dari pemerintah,” lanjutnya.

Menunggu Kepastian PPN 12%

DPR mengungkapkan pemerintah tidak membuka pembicaraan terkait rencana penundaan PPN 12%, sebagaimana diserukan oleh masyarakat yang keberatan dengan kebijakan efektif per 1 Januari 2025 tersebut.

Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad menyampaikan terkait potensi adanya Perppu pun sangat minimal mengingatpekan depan DPR sudah memasuki masa reses.

Artinya, tidak ada pengambilan keputusan kebijakan di luar masa sidang, kecuali adanya keadaan urgent atau genting.

“Belum pernah [ada ajakan untuk membahas penundaan PPN] karena saya kira kami konsisten sesuai dengan Undang-Undang HPP,” ujarnya kepada media massa, Selasa (3/12/2024) malam.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah akan menyampaikan kepada publik terkait kepastian kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada pekan depan.

Hal tersebut dirinya sampaikan di kantor Kemenko Perekonomian usai menggelar Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kebijakan dan Insentif Fiskal untuk mendorong Perekonomian dan Menarik Investasi, Selasa (3/12Atau 2024) sore.

“Nanti diumumkan minggu depan,” ujarnya menanggapi pertanyaan media massa soal kepastian PPN 12%.

Sebelumnya, saat rapat tersebut usai dan para menteri mulai meninggalkan kantor Airlangga, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memilih bungkam terkait rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang rencananya mulai pada 1 Januari 2025.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Polisi Tetapkan Suami dari Perempuan yang Meninggal di Salah Satu Gudang di Pleret Sebagai Tersangka

Bantul
| Senin, 09 Desember 2024, 16:27 WIB

Advertisement

alt

Habiskan 60 Kambing per Hari Selama Libur Akhir Tahun, Ini Harga Porsi Sate Klathak Pak Pong

Wisata
| Sabtu, 07 Desember 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement