Advertisement
REI DIY Sebut Bisnis Rumah Murah Dekat Kampus Tidak Fair, Ini Alasannya
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—DPD Real Estate Indonesia (REI) DIY menyebut setelah penggunaan Tanah Kas Desa (TKD) untuk hunian dilarang kini muncul beberapa penawaran rumah murah di tempat strategis seperti dekat kampus. Ketua DPD REI DIY, Ilham Muhammad Nur mengatakan rumah yang diperjualbelikan tersebut tanahnya sewa.
Dia menjelaskan ada penjual yang menawarkan rumah murah Rp200-300 juta di Sleman dekat dengan kampus. Mereka menyewa tanah kemudian dikapling dan berdasarkan izin tata ruang dapat izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Advertisement
Menurutnya pengusaha properti model ini rata-rata sewa dalam kurun waktu 20 tahun. Ada yang 21 tahun, di mana 1 tahun untuk urus izin dan 20 tahun masa sewa. Ia khawatir di kemudian hari pengembangan kawasan seperti ini akan menimbulkan suasana yang kumuh.
"Pengusaha tentu lebih kreatif, setelah TKD jadi bermasalah yang sekarang dikembangkan oleh beberapa pengusaha itu. Apakah ini masuk bisnis properti, saya harus kategorikan ya," ucapnya, Minggu (12/1/2025).
BACA JUGA: Tahun Ini, Pemkot Jogja Akan Membangun Rusunawa dengan Danais Rp5 Miliar
Berbeda dengan bisnis yang sesuai aturan, pengembang beli tanah 1.000 meter di Sleman, 300 meter di antaranya tidak boleh dijual dan mesti dimanfaatkan untuk fasilitas umum dan sosial. Aturan lain di Bantul saat membeli tanah 1.000 meter maka 350 meter di antaranya harus dimanfaatkan untuk fasilitas tersebut.
"Rata-rata yang saya lihat 20 tahun [masa sewanya]," kata Ilham.
Lebih lanjut dia mengatakan tanah yang dikapling-kapling dan dibangun rumah di daerah berkembang tidak memikirkan fasilitas standar sebuah perumahan. Hanya memikirkan kebutuhan kamar per kamar.
Ilham menyebut bisnis semacam ini melemahkan anggota REI DIY. Khususnya untuk rumah-rumah dengan harga dibawah Rp700 juta. Sementara di atas Rp700 juta kemungkinan tidak terdampak.
Menurutnya bisnis properti model seperti ini biasanya mengajukan proposal untuk kos-kosan atau pondokan. Akan tetapi dijual untuk investasi.
"Kondisi ini yang dirugikan Pemda, satu hanya dapat retribusi dari PBG, dia gak dapat retribusi atas kepemilikan, tidak ada BPHTB, tidak ada PPh, bahkan gak ada PPN. Tapi dia bisa jualan rata-rata non PKP [Perumahan dan Kawasan Permukiman]," jelasnya.
Ia berpandangan bisnis semacam ini tidak fair, sebab pihaknya harus mengeluarkan biaya besar melalui proses izin yang panjang. Sementara di sisi lain ada bisnis yang lebih cepat menghasilkan uang.
"Ini lemahkan kami, dalam bisnis properti yang kami ampu. Bisnis seperti itu tidak fair," lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pemkab Gunungkidul Anggarkan Rp45 Miliar untuk Perbaikan Infrastruktur Jalan di 2025
Advertisement
Asyiknya Camping di Pantai, Ini 2 Pantai yang Jadi Lokasi Favorit Camping Saat Malam Tahun Baru di Gunungkidul
Advertisement
Berita Populer
- Usia Pensiun Diubah Jadi 59 Tahun, Pengusaha Mewanti-wanti Hal Ini
- Harga Pangan Hari Ini 12 Januari 2024: Beras, Cabai, hingga Bawang Kompak Turun
- Virus HMPV Belum Timbulkan Kekhawatiran Industri Pariwisata DIY
- BIE Sebut 19 Perusahaan Antre di Pipeline IPO Awal Tahun Ini
- REI DIY Sebut Bisnis Rumah Murah Dekat Kampus Tidak Fair, Ini Alasannya
Advertisement
Advertisement