Advertisement
Benarkah Daya Beli Turun? Ini Tanggapan Para Ekonom

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA— Pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengurangan jam kerja karyawan disebut-sebut berdampak pada penurunan daya beli masyarakat saat ini. Benarkah demikian?
Ketua Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Purnawan Hardiyanto mengatakan perekonomian global dan khususnya Indonesia saat ini sedang lesu.
Advertisement
Menurutnya lesunya perekonomian global disebabkan perang sanksi ekonomi antara negara-negara maju yang belum usai sejak meletusnya perang Rusia- Ukraina. Apabila negara-negara tersebut mengalami kelesuan ekonomi, maka akan berdampak pada perekonomian dunia yang ikut lesu. Hal ini, katanya, mengingat negara-negara maju adalah pengimpor terbesar barang dan jasa ekspor dari negara-negara di dunia.
BACA JUGA: DIY Kembali Mengalami Deflasi, Tarif Listrik Masih Jadi Penyebab Utamanya
Ia mengatakan Indonesia terdampak dari lesunya ekonomi global, diperparah dengan turunnya kepercayaan investor ketika Goldman Sach dan JP Morgan menurunkan peringkat investasi di Indonesia. Sehingga dana-dana asing yang diinvestasikan dalam pembelian surat-surat berharga di Indonesia ramai-ramai ditarik melalui aksi jual. Menyebabkan nilai tukar rupiah tertekan terhadap dolar AS.
"Kasus-kasus mega korupsi yang terkuak secara beruntun juga membuat kepercayaan investor kepada pemerintah menjadi menurun," ucapnya, Senin (17/3/2025).
Purnawan menjelaskan dalam situasi seperti ini beban APBN sangat besar. Keterbatasan dalam penerimaan negara menyebabkan kemampuan pemerintah dalam menstimulus perekonomian melalui kebijakan fiskal juga menjadi sangat terbatas. Sehingga pemerintah terpaksa melakukan kebijakan efisiensi anggaran.
Kondisi ini, dia sebut, membuat perekonomian Indonesia lesu. Investor masih wait and see, sementara kemampuan kebijakan fiskal pemerintah untuk menstimulus perekonomian juga terbatas.
Lebih lanjut ia mengatakan, lesunya perekonomian jelang lebaran dapat dilihat dengan relatif sepinya acara buka puasa bersama di hotel dan restoran. Dia juga menduga belanja masyarakat untuk persiapan lebaran belum semarak.
Dia menyebut dalam situasi seperti ini sulit mengharapkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melakukan stimulus untuk meningkatkan daya beli masyarakat karena kemampuan keuangan pemerintah sangat terbatas.
"Mungkin yang bisa dilakukan pemerintah adalah pengurangan pengenaan pajak khusus untuk pengeluaran masyarakat dalam menyambut lebaran," tuturnya.
Seperti yang sudah dilakukan saat ini yakni dengan mengurangi pengenaan pajak atas tiket pesawat selama lebaran, sehingga harganya turun. Ia menyebut mestinya pengurangan pajak seperti ini dilakukan pemerintah di berbagai sektor, supaya minat belanja masyarakat semakin bergairah untuk menyambut lebaran.
Ia menduga kemampuan beli masyarakat di momen lebaran kali ini lebih buruk dari tahun lalu. Arus mudik lebaran dia perkirakan juga tidak seramai tahun lalu.
"Harga-harganya naik, daya beli masyarakat semakin terbatas," ungkapnya.
Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y. Sri Susilo mengatakan indikasi penurunan daya beli sudah terjadi sejak tahun lalu khususnya kelas menengah. Adanya PHK dan pengurangan jam kerja bikin kelas menengah turun.
Menurutnya jika daya beli turun permintaan terhadap produk dan jasa juga turun. Untuk kebutuhan pokok secara umum tidak turun, yang turun adalah produk lain yang tidak berkaitan dengan kebutuhan pokok.
"Nampaknya masih akan berlanjut sampai triwulan pertama ini," tuturnya.
Sri menyebut dari sisi produsen juga akan melihat prospek pasar. Jika permintaan turun mereka akan mengurangi jumlah produksi. Misalnya biasanya 10 unit dikurangi menjadi 8 unit. Tujuannya untuk mencegah penumpukan stok.
"Dari sisi produsen dengan pertimbangan matang kurangi produksinya karena melihat prospek ekonomi kedepan," kata Sri.
Pengurangan produksi ini juga bisa berdampak pada pengurangan tenaga kerja hingga PHK. "Jadi semacam lingkaran yang saling sambung," lanjutnya.
Sementara itu, VP Brand dan Marketing Elzatta, Tika Mulya menyampaikan sejauh ini belum ada penurunan permintaan. Animo pasar terhadap Elzatta masih baik.
"DI week satu ramadan banyak produk kami yang sudah broken size," tuturnya.
Menurutnya untuk jumlah kunjungan diperkirakan masih akan terus meningkat. Diharapkan pekan-pekan ini akan menjadi puncak pengunjung tertinggi. (Anisatul Umah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penerbangan Susi Air Jogja-Bandung Bakal Dibanderol Rp1,75 Juta
- Sri Mulyani Ungkap Saldo Akhir APBN 2024 Sebesar Rp457,5 Triliun
- Harga BBM Non Subsidi di Jogja Naik per Juli 2025, Pertamax Kini Rp12.500 per Liter
- Semarakkan Solo Raya Great Sale 2025, Ada Diskon Tarif Kereta Api 10 Persen, Ini Daftarnya
- Penuhi Syarat Keselamatan Terbang, Garuda Indonesia Buka Lagi Rute Jakarta-Doha
Advertisement

Uji Coba Lantip di Jogja, Roda Empat Paling Sering Langgar Batas Kecepatan
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Ekspor DIY Tumbuh 10,57 Persen hingga Mei 2025, Disperindag Sebut 3 Faktor Pendorong
- Ini Komentar Ekonom UMY Soal Pemangkasan Target Pertumbuhan Ekonomi
- Gojek Siap Kaji Perubahan Tarif Ojek Online Mengikuti Regulasi Pemerintah
- Penerbangan Susi Air Jogja-Bandung Bakal Dibanderol Rp1,75 Juta
- DPR Usulkan Ada Sistem Cadangan Darurat Industri Nasional
- Pusat Data Indonesia Jauh Tertinggal Dibanding Malaysia
- Menteri Pertanian Sebut Beras Subsidi Oplosan Beredar di Minimarket
Advertisement
Advertisement