Advertisement
Pasar Panel Surya RI Dikuasai Produk Murah China
Pembangunan panel surya. - Foto dibuat oleh AI - StockCake
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Impor panel surya asal China terus meningkat dan membanjiri pasar Indonesia. Kondisi ini dikhawatirkan mengancam daya saing industri dalam negeri sekaligus menghambat pengembangan manufaktur lokal.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor panel surya dari China bergerak fluktuatif dengan kecenderungan meningkat. Adapun, impor panel surya (HS 85414) dari China mencapai US$57,26 juta pada Januari-Juni 2025.
Advertisement
Secara tahunan, nilai impor paruh pertama tahun ini meningkat 24,5% (year-on-year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$45,97 juta. Adapun, sepanjang 2024, nilai impor produk panel surya mencapai US$108,83 juta.
Sementara itu, pada 2023, nilai impor panel surya mencapai US$186 juta, tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Realisasi impor pada 2023 tersebut naik 10,58% dibandingkan 2022 yang sebesar US$168,2 juta.
Adapun, nilai impor pada 2022-2023 tersebut melonjak bila dibandingkan 2021 yang mencapai US$68,91 juta dan pada 2020 yang hanya mencapai US$18,2 juta, sedangkan pada 2019 nilainya mencapai US$26,9 juta.
Asosiasi Pabrikan Modul Surya (Apamsi) pun membenarkan adanya peningkatan impor modul surya dengan harga murah dari China. Kondisi tersebut membuat produk lokal sulit terserap.
BACA JUGA: Sultan Berharap Pengembang Jalan Utara-Selatan Maksimalkan Potensi Pansela
Sekretaris Umum Apamsi Rama Dinara mengatakan, secara langsung maupun tidak langsung, kenaikan impor tersebut telah berdampak negatif pada industri modul surya dalam negeri.
“Untuk ke depan kami akan terus berkomunikasi secara efektif dengan kementerian-kementerian lembaga terkait dalam kaitan proteksi industri dalam negeri lewat regulasi kepatuhan TKDN maupun kebijakan-kebijakan fiskal yang dimungkinkan,” ujar Rama kepada Bisnis.com jaringan Harianjogja.com, Selasa (16/9/2025).
Dia melihat realisasi impor modul surya dari China masih merajalela di Tanah Air jika dibandingkan dengan penyerapan industri dalam negeri.
Untuk itu, pihaknya membutuhkan dukungan pemerintah secara spesifik untuk kepatuhan syarat tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada proyek terkait, persyaratan TKDN untuk pasar swasta, serta kebijakan fiskal yang menciptakan medan pertarungan yang adil.
“Bahkan, jika memungkinkan berorientasi atau memprioritaskan produk dalam negeri yang tentunya tanpa mengabaikan kapabilitas dalam hal teknologi yang relevan dan produk yang andal,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Harga Pangan Hari Ini, Cabai Rp 40 Ribu, Bawang Merah Rp41 Ribu per Kg
- PLN UP3 Yogyakarta Siagakan Lebih dari 500 Petugas Hadapi Musim Hujan
- Kemnaker Buka 80.000 Kuota Magang Nasional Tahap 2
- Cek Harga Sembako Hari Ini, Cabai Rp39 Ribu, Telur Rp31 Ribu
- Kemnaker Siapkan Perpres Ojol, Tekankan Aspek Keadilan Kerja
Advertisement
Hingga 24 Oktober 2025, PAD Bantul Capai Rp608,9 Miliar
Advertisement
Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement



