Advertisement
Soal Kebijakan Cukai, Purbaya Bakal Temui Asosiasi Industri Rokok
Ilustrasi cukai rokok. / Antara
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA-Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa bakal segera bertemu dengan asosiasi industri rokok untuk membahas arah kebijakan cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) ke depan.
Langkah tersebut ia lakukan agar keputusan pemerintah tidak mematikan industri hasil tembakau dalam negeri, sekaligus tetap menjaga penerimaan negara.
Advertisement
"Pendapatan cukai itu enggak harus dinaikkan. Saya mau ketemu asosiasi rokok, seperti apa langkah yang terbaik untuk cukai rokok ini. Yang penting adalah kita ingin menjaga jangan sampai saya mematikan industri rokok domestik, sementara industri rokok di China hidup gara-gara mereka yang meng-supply kita," kata Purbaya saat ditemui usai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI ke-5 di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.
Ia menghubungi asosiasi industri rokok mulai besok. Sebagaimana diketahui, dalam RAPBN 2026, target penerimaan bea dan cukai ditetapkan sebesar Rp336 triliun.
Sebelumnya, Purbaya memberikan sinyal bahwa strategi lain seperti penindakan rokok ilegal bisa menjadi prioritas pemerintah.
Sejumlah platform niaga elektronik (e-commerce) diinstruksikan untuk menghentikan penjualan rokok ilegal.
Menkeu juga memastikan akan memeriksa toko kelontong dan jalur impor yang rawan dimanfaatkan untuk peredaran barang ilegal.
BACA JUGA: Kendalikan Konsumsi, Ekonom UGM Usul Cukai Rokok Sebaiknya Naik
Meski demikian, Purbaya mengakui kebijakan tarif cukai tahun depan masih belum diputuskan.
Sementara itu, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menilai kajian ulang kebijakan cukai rokok memang diperlukan. Menurut dia, pemerintah perlu memperhatikan struktur tarif atau layer yang selama ini dinilai terlalu sempit.
“Undang-Undang itu setinggi-tingginya kan 57 persen, itu satu. Kemudian yang kedua, layer-nya pemerintah itu seharusnya dilebarkan kembali. Karena dengan layer yang sempit, pemerintah juga tidak bisa bergerak,” ujarnya.
Ia menambahkan, perluasan layer akan membantu pabrikan menengah dan kecil bertahan, sementara perusahaan besar tetap dapat berkontribusi signifikan.
“Kalau layer-nya semakin dibuka lebar, maka yang menengah ke bawah itu akan hidup. Tapi kalau dipersempit yang di bawah susah geraknya,” tuturnya.
Said menekankan, kajian mendalam tetap dibutuhkan karena kebijakan cukai tidak hanya berdampak pada penerimaan negara, tetapi juga aspek kesehatan masyarakat.
Berdasarkan catatan terakhir DJBC, rokok ilegal menguasai 61 persen peredaran barang ilegal. Adapun DJBC telah melakukan penindakan barang ilegal sebanyak 13.248 penindakan dengan nilai mencapai Rp3,9 triliun per Juni 2025.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Libur Akhir Tahun 2025, Omzet Pedagang Pantai Depok Turun 25 Persen
Advertisement
Inggris Terbitkan Travel Warning Terbaru, Indonesia Masuk Daftar
Advertisement
Berita Populer
- Harga Emas UBS dan Galeri24 Turun, Cek Update Hari Ini
- Maknai Natal 2025, BRI Peduli Salurkan Puluhan Ribu Paket Sembako
- Harga Cabai Rawit Merah Rp69.750, Telur Ayam Rp33.000
- Emas Antam Terjun Bebas, Harga Turun Rp95.000 per Gram
- Serapan Pupuk Bersubsidi di DIY Tembus 90 Persen
- Istana Soroti Lonjakan Harga Telur dan Daging Ayam Jelang 2026
- Mentan Temukan MinyaKita Dijual di Atas HET
Advertisement
Advertisement




