Advertisement

Kendalikan Konsumsi, Ekonom UGM Usul Cukai Rokok Sebaiknya Naik

Anisatul Umah
Rabu, 17 September 2025 - 10:07 WIB
Ujang Hasanudin
Kendalikan Konsumsi, Ekonom UGM Usul Cukai Rokok Sebaiknya Naik Ilustrasi cukai rokok. - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA— Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji rencana kebijakan tarif cukai rokok untuk tahun depan. Dosen Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Gumilang Aryo Sahadewo mengusulkan agar cukai rokok tahun depan naik.

Ia menjelaskan kenaikan cukai rokok merupakan salah satu instrumen pengendalian konsumsi produk tembakau yang bisa digunakan oleh pemerintah. Agar prevalensi perokok aktif di Indonesia bisa terkendali atau turun, di mana Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara dan dunia.

Advertisement

Menurutnya pengendalian ini penting untuk menurunkan biaya ekonomi yang ditanggung akibat merokok. Berdasarkan studi Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) mencapai Rp410,8 triliun.

"Kenaikan cukai rokok secara berkelanjutan penting untuk mengurangi prevalensi perokok aktif di Indonesia, menimbang kenaikan cukai rokok adalah salah satu kebijakan yang efektif," ucapnya, Rabu (17/9/2025).

Kenaikan cukai rokok yang mendorong kenaikan harga rokok, kata Gumilang, berpotensi menurunkan konsumsi rokok. Di saat bersamaan kenaikan cukai rokok dapat meningkatkan penerimaan cukai untuk pemerintah menimbang konsumsi rokok bersifat inelastis.

Dia berpandangan pengendalian tembakau juga penting bagi rumah tangga kurang mampu. Sebab proporsi pengeluaran untuk rokok di antara rumah tangga tersebut adalah nomor dua setelah pengeluaran untuk beras, melebihi proporsi pengeluaran untuk nutrisi, pendidikan, dan kesehatan.

BACA JUGA: Pengusaha Rokok Berharap Tidak Ada Kenaikan Cukai Tahun Depan

Lebih lanjut dia mengatakan, selain kenaikan cukai rokok, pemerintah juga perlu mempertimbangkan kembali penyederhanaan struktur cukai rokok di Indonesia yang kompleks. Penyederhanaan struktur penting untuk mengurangi perilaku beralih ke merk rokok yang lebih murah (downshifting/downtrading). Seperti rokok yang tergolong sigaret kretek tangan dengan cukai dan harga jual eceran (HJE) lebih rendah.

"Perubahan perilaku konsumen ke rokok yang lebih murah berpotensi berpengaruh negatif terhadap penerimaan cukai pemerintah karena tarif cukai yang lebih rendah," jelasnya.

Gumilang menyebut tren perubahan perilaku ini terjadi semenjak pandemi Covid-19, kemungkinan besar karena penurunan daya beli, seiring penurunan penerimaan cukai hasil tembakau dari Rp218,3 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp213,48 triliun pada tahun 2023 dan Rp216,9 triliun pada tahun 2024.

"Saya berharap bahwa peta jalan kebijakan tarif cukai dan harga jual rokok tahun 2026-2029 oleh Kementerian Keuangan akan menyederhanakan struktur dan parameter kebijakan cukai rokok, dan mengedepankan pengendalian tembakau," lanjutnya.

Lalu apakah kenaikan cukai rokok bisa berdampak pada ketenagakerjaan  pelinting kretek? Gumilang yang juga Wakil Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Yogyakarta mengatakan berdasarkan Studi Bank Dunia pada 2017 dijelaskan bahwa kenaikan cukai dengan rerata 12 persen dan harga dengan rerata 5 persen diperkirakan menurunkan pekerjaan sigaret kretek tangan (SKT) sebesar 0,22 persen.

Berdasarkan hasil kajian estimasi kehilangan pendapatannya sekitar Rp14,3 miliar atau 0,1 persen dari potensi kenaikan penerimaan cukai. Oleh karena itu, pemerintah bisa memanfaatkan kenaikan penerimaan cukai untuk menyediakan program perlindungan sosial bagi pekerja terdampak dan program pelatihan kerja. Khususnya upskilling sesuai dengan kebutuhan ketenagakerjaan regional.

"Jika kenaikan cukai dan harga rokok tetap mendorong perilaku downshifting, maka potensi dampak ketenagakerjaan sektor SKT bisa lebih kecil," jelasnya.

Melansir dari JIBI/Bisnis.com, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan pemerintah masih melakukan kajian menyeluruh terkait kebijakan tarif cukai rokok tahun depan. Menurutnya, peluang penurunan tarif tetap terbuka, namun sangat bergantung pada hasil analisis lapangan.

"Nanti saya lihat lagi, saya belum menganalisis dengan dalam seperti apa sih cukai rokok itu," kata Purbaya.

Dia mengungkapkan adanya dugaan praktik kecurangan dalam peredaran cukai rokok palsu. Pemerintah, kata Purbaya, akan menelusuri lebih jauh potensi kebocoran penerimaan negara akibat hal tersebut. "Katanya ada yang main-main, di mana main-mainnya? Kalau misalnya saya beresin, saya bisa hilangkan cukai-cukai palsu berapa pendapatan saya? Dari situ nanti saya bergerak."

Purbaya menegaskan, arah kebijakan cukai rokok akan ditentukan setelah evaluasi menyeluruh selesai dilakukan. "Kalau mau diturunkan seperti apa. Tergantung hasil studi dan analisis yang saya dapatkan dari lapangan," tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Ini yang Dilakukan Pemkot Jogja Agar Bansos Tepat Sasaran

Ini yang Dilakukan Pemkot Jogja Agar Bansos Tepat Sasaran

Jogja
| Rabu, 17 September 2025, 11:17 WIB

Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja

Wisata
| Jum'at, 12 September 2025, 21:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement