Advertisement
Pengusaha Sarankan Pemerintah Cabut Subsidi BBM, Kok?
SPBU Pertamina. Ilustrasi - Solopos/Nicolous Irawan
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia maupun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyarankan agar pemerintah dapat menyesuaikan kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya impor minyak mentah yang besar berkontribusi cukup besar terhadap melebarnya defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani mengatakan pada ujungnya subsidi BBM harus dilepas karena itu salah satu yang berkontribusi terbesar pada defisit transaksi berjalan. "Memang harus dibuat analisanya dulu, kalau ini dilepas seperti apa, kalau tidak seperti apa, tapi mungkin mesti dilepas," ujarnya, Jumat (14/9/2018).
Advertisement
Namun demikian, pihaknya menilai apabila akhirnya diputuskan untuk tidak memberikan subsidi BBM lagi, pemerintah juga harus memperhitungkan dampak kelanjutannya, seperti adanya kenaikan inflasi, yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat.
"Kalau dilepas, pasti inflasi nanti akan naik, ini yang harus disikapinya seperti apa, karena akan pengaruhi daya beli, tapi menurut saya tetap harus dilepas," ujarnya.
BACA JUGA
Pihaknya menilai meskipun kebijakan tersebut tidak populer, tetapi pada akhirnya memang harus dihilangkan kebijakan pemberian subsidi BBM tersebut. Bahkan, dirinya pun selaku pengusaha mengaku siap dengan segala konsekwensinya.
"Sekarang begini, ini kalau sakit, dampaknya jadi kita semua yang sakit, bukan hanya pemerintah saja atau sebaliknya. Kalau pun ini kebijakan yang kurang populer, tetapi kan untuk kebaikan kita semua, kebijakan itu harus diambil, meski akan berdampak ke pengusaha juga. Mungkin pengusaha nantinya ada yang bisa menerima, ada yang tidak, tapi kan wajar saja," ujarnya.
Menurutnya, kebijakan kenaikan suku bunga yang sudah dilakukan Bank Indonesia selama ini hanya bersifat sementara dan belum terlalu mampu membantu secara signifikan untuk menjaga CAD agar tidak semakin meningkat.
"Kenaikan suku bunga itu kan panadol doang, untuk turunkan panasnya saja, tapi harus ada kebijakan pahit tapi dampaknya terus berkesinambungan," ujarnya.
Namun demikian, dirinya juga melihat bahwa pemerintah tampaknya belum akan melakukan penyesuaian kebijakan subsidi BBM tersebut pada tahun ini, lantaran telah mendekati event Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Pasalnya menaikkan harga BBM bersubsidi atau bahkan menghilangkan subsidi BBM adalah kebijakan yang dianggap tidak populis dan dinilai dapat mempengaruhi preferensi pemilih. "Ya mungkin semester 2 tahun depan kali ya abis Pilpres," ujarnya.
Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani mengatakan hal senada bahwa sebaiknya harga BBM tidak lagi disubsidi oleh pemerintah karena itu membebani keuangan negara. "Menurut saya lebih baik konsumsi BBM itu dilepas aja. Masyarakat akan mengatur sendiri," ujarnya.
Namun demikian, dirinya mengakui bahwa hal tersebut tidak mudah, pasalnya kebijakan pencabutan subsidi BBM juga dapat berdampak kepada sektor lain.
"Tapi kembali lagi, itu enggak bisa melihat semua dari satu segi hanya urusan subsidi, tapi bagaimana dengan lapangan pekerjaan? Kalau ini subsidinya dilepas tapi rakyatnya enggak punya pekerjaan itu juga akan menjadi masalah karena mereka enggak ada income. Jadi semua harus dilakukan bersamaan, jadi ada upaya untuk dorong investment, penciptaan lapangan kerja juga jalan, subsidi juga dikurangi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Harga Kopi Global Anjlok Usai AS Cabut Tarif Impor Brasil
- Warga Jogja Kini Bisa Pesan Bight Gas 12 Kg via WA Milik Pertamina
- Harga Emas Hari Ini, Logam Mulia Antam, UBS dan Galeri24, 18 Nov 2025
- Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan Tetap Lanjut
- Impor Pakaian Bekas Dilarang, Mendag Fokus Penindakan
Advertisement
Aktivis Desak Pemerintah Serius Tangani Perdagangan Orang
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement




