Advertisement

Peternak Kalkun, Dari Rp50.000 Jadi Rp7,5 Juta per Bulan

Minggu, 02 November 2014 - 12:20 WIB
Mediani Dyah Natalia
Peternak Kalkun, Dari Rp50.000 Jadi Rp7,5 Juta per Bulan Joko Wahyulianto dan hewan ternaknya (JIBI/Harian Jogja - Rina Wijayanti)

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA-Joko Wahyulianto, kini menjadi salah satu peternak kalkun terpandang berkat ketekunannya. Setiap bulan rata-rata dia bisa mengirim 300 anakan kalkun ke sejumlah kota di Indonesia. Bagaimana kisahnya?

Empat tahun silam, Joko Wahyulianto iseng mencoba memelihara kalkun setelah usahanya memelihara ayam hias dipandang kurang menguntungkan. Sepasang anakan kalkun baru menetas dia dapatkan dari seorang pedagang di pasar masing-masing seharga Rp25.000. Joko memelihara burung berpial (gelambir dibawah paruh) itu hingga bertelur. Rupaya pemeliharaan kalkun jauh lebih mudah, pilihan pakan alternatifnya banyak sehingga bisa menekan biaya produksi.

Advertisement

Kini di kandang ternaknya yang sederhana di Jl. Parangtritis (sebelah utara) restoran Numani, Joko telah memiliki 30 induk dengan tujuh ekor pejantan. Joko memilih fokus pada penjualan anakan kalkun (DOT). Dalam satu bulan, tak kurang 300 ekor DOT dia kirimkan ke sejumlah kota baik di Jawa maupun luar Jawa. Seperti sejumlah kota di Jawa Timur, Semarang, Jakarta, Batam dan Balikpapan.

Satu ekor DOT dari tempat Joko seharga Rp25.000 dengan jumlah minimal pemesanan 40 ekor. Harga itu akan bertambah mahal saat pemesan menghendaki DOT dengan warna khusus. Biasanya DOT dengan warna khusus itu akan memiliki harga yang lebih tinggi sebagai kalkun hias dibanding dengan warna-warna lainnya. Misalnya jenis Black Spanish Turkey, anakan kalkun yang seluruhnya berwarna hitam legam bisa mencapai harga Rp200.000 per ekor, atau jenis Bourbonred Turkey seharga Rp80.000 per ekor. Tak kurang Rp7,5 juta dia peroleh dari penjualan DOT. Namun terkadang dia merasa kewalahan memenuhi permintaan pelanggan anakan kalkun, Joko kerab mengambil kekurangan stok DOT kepada sejumlah rekan sesama pembudidaya kalkun.

Menggiurkannya budidaya kalkun tidak berhenti pada hasil, proses pemeliharaan piaraan jenis burung ini rupanya juga relatif gampang. Joko tidak perlu repot menyediakan kandang, cukup diumbar di halaman belakang rumah, kalkun-kalkun tersebut bisa bertahan hidup.

“Menjaga kebersihan kandang relatif mudah, hanya perlu disapu kotoran seperlunya saja, tidak ada yang terlalu istimewa. Hanya kalkun membutuhkan sejenis dahan atau ranting minimal 50 cm dari tanah untuk bertengger saat beristirahat,” katanya.

Soal pakan, Joko cukup mengambil daun genjer yang biasa tumbuh liar di area persawahan atau gedebok pisang. Bahan yang diperoleh secara gratis tersebut lantas dicincang dan dicampurkan dengan dedak, jagung giling, sentrat bebek, mineral B12 dan sisa nasi yang tidak basi. Dalam satu hari, piaraannya ini diberi makan dua kali, pagi sekitar pukul 07.30 WIB dan sore sekitar pukul 15.00 WIB. Joko mengaku untuk memenuhi kebutuhan pakan ternaknya ini tidak lebih dari Rp500.000 untuk 30 induk dalam waktu satu bulan.

“Biaya produksi cukup rendah, karena beberapa pakan bisa dicari di sawah dan nasi sisa bisa diambil dari restoran, tapi dengan catatan nasi-nasi itu tidak basi dan tidak bercampur dengan minyak,” katanya.

Setiap ekor kalkun memasuki usia produktif setelah usia delapan bulan. Setiap bertelur, seekor betina kalkun bisa menghasilkan 10-15 butir telur. Sebulan setelah bertelur, kalkun betina akan kembali memasuki fase produktif. Tahapan ini akan berlangsung hingga usia kalkun lebih dari lima tahun bahkan 10 tahun. Namun, ada satu tahapan seekor betina yang tidak bertelur karena mengalami fase molting atau perubahan pada bulunya. Namun setelah sebulan, fase itu akan kembali normal dan produktif. Joko menjelaskan, resiko kegagalan dalam penetasan anakan kalkun sangat rendah. Setelah diletakkan dalam mesin penetas, sekitar 28 hari maka telur-telur tersebut akan menetas dan siap dikirim ke pelanggan.

“Risiko DOT terhitung rendah, karena mereka masih steril dalam box, tidak mudah stres dan setelah menetas mereka bisa bertahan selama dua hari tanpa pakan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

AJARAN AGAMA: Generasi Milenial Dinilai Penting Belajar Fikih

Bantul
| Rabu, 24 April 2024, 21:37 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement