Advertisement

Agar Rupiah Tahan Banting, Eksportir Semestinya Simpan Devisa di Indonesia

M. Richard, Mutiara Nabila, & Hadijah Alaydrus
Rabu, 09 Mei 2018 - 12:25 WIB
Budi Cahyana
Agar Rupiah Tahan Banting, Eksportir Semestinya Simpan Devisa di Indonesia Dolar dihitung di gerai penukaran mata uang di Jakarta. - Antara/Sigid Kurniawan

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menyentuh Rp14.000, level terendah sejak Desember 2015. Pemerintah diminta memberlakukan capital control untuk memperkuat ketahanan nilai tukar rupiah dalam menghadapi gejolak.

Capital control adalah mekanisme untuk mewajibkan eksportir menyimpan devisanya di Indonesia.

Advertisement

Capital control bisa menjadi solusi yang tepat untuk menstabilkan rupiah [dalam jangka panjang]," kata ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Selasa (8/5).

Dengan adanya capital control, nilai tukar rupiah dapat terapresiasi lebih baik, dan Bank Indonesia (BI) juga mempunyai cadangan devisa yang lebih besar dalam melakukan intervensi.

Bhima mencontohkan nilai tukar mata uang Thailand yang jauh lebih kokoh karena negara itu memiliki aturan capital control. Eksportir menempatkan devisanya di dalam negeri selama sembilan bulan.

“Di Indonesia tidak ada kewajiban semacam itu bagi para eksportir, sehingga mereka cenderung menyimpan devisa di luar negeri,” ucap Bhima.

Menurut dia, capital control bisa diatur BI bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan karena menyangkut izin ekspor.

“Eksportir yang tidak menyimpan devisa di Indonesia bisa dicabut izin ekspornya. Masih banyak pengusaha lain yang bisa jadi eksportir,” kata dia.

Bhima menyadari aturan capital control akan menimbulkan persepsi Indonesia kurang ramah terhadap investasi. “Namun, hal tersebut tidak benar, karena yang menempatkan devisa lebih banyak di luar negeri justru eksportir Indonesia.”

Melemah

Rupiah ditutup di level Rp14.052 di hadapan dolar AS pada penutupan perdagangan Selasa kemarin. Nilai itu naik 0,36% dari penutupan sehari sebelumnya. Pelemahan rupiah dipicu oleh penyebab dari domestik dan eksternal.

Penyebab eksternal pelemahan rupiah adalah adanya tren penguatan dolar AS di tengah kemunculan outlook kenaikan suku bunga hingga tiga kali tahun ini. Dolar AS bergerak dekat dengan level tertingginya dalam empat bulan karena didukung penguatan data ekonomi AS.

Indeks dolar AS stabil di angka 92,76 terhadap enam mata uang utama setelah pada Senin (7/5) tercatat mencapai kevel 92,97. Itu level tertinggi sejak 28 Desember 2017.

Persoalan di dalam negeri juga menyumbang pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menunjukkan hasil di bawah ekspektasi dan di bawah data kuartal sebelumnya.

Selain itu, pada Selasa kemarin pasar sedang menantikan data cadangan devisa yang akan dirilis pada Rabu (9/5) ini. Cadangan devisa diperkirakan turun menyusul intervensi dari Bank Indonesia untuk menguatkan mata uang garuda

“Jika data cadangan devisa menunjukkan adanya penurunan, rupiah akan kembali melemah,” ujar Faisyal, analis PT Monex Investindo Futures saat dihubungi JIBI melalui ponsel, Selasa.

Faisyal memprediksi rupiah bisa terus dalam posisi lemah hingga pertengahan tahun ini.

Devisa Berkurang

Cadangan devisa Indonesia diperkirakan akan turun hingga US$120 miliar (Rp1.691 triliun) pada akhir tahun 2018 seiring dengan ketidakpastian di pasar global. Bank Indonesia mencatat cadangan devisa Indonesia akhir April 2018 sebesar US$124,9 miliar (Rp1.759 triliun) atau turun sebesar US$1,1 miliar (Rp15,5 triliun) dibandingkan Maret 2018 yang jumlahnya US$126 miliar (Rp1.775 triliun).

“Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor," ungkap Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Selasa.

Dia menambahkan BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Dari data BI, Agusman mengungkapkan penurunan cadangan devisa pada April 2018 terutama dipengaruhi oleh penggunaan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.

BI menilai cadangan devisa akan tetap memadai didukung terjaganya keyakinan terhadap prospek perekonomian domestik yang membaik dan kinerja ekspor yang tetap positif.

Optimistis

Sementara itu, pemerintah masih yakin rupiah dapat menguat kembali, seiring dengan kinerja ekonomi yang lebih baik dari tahun lalu. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pelemahan rupiah lebih disebabkan oleh ekspektasi global.

“Kalau menurut saya tidak [mengkhawatirkan], memang volatilitas [kecenderungan perubahan kurs] di dunia masih tinggi,” kata dia.

Menurut Suahasil, pertumbuhan ekonomi yang lebih baik akan mengembalikan kepercayaan pelaku usaha dan pemilik modal. Dia memperkirakan dalam waktu dekat rupiah akan kembali menguat.

Dia juga menegaskan pelemahan nilai tukar rupiah memberi dampak positif pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Kalau rupiah lebih tinggi dari target [Rp13.400], yang terjadi adalah kami akan memiliki penerimaan tambahan,” kata Suahasil.

Dia memaparkan, belanja yang terkait erat dengan naik turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar adalah, subsidi minyak, bayar cicilan pokok dan bunga utang, sedangkan untuk penerimaannya berasal dari penerimaan negera bukan pajak (PNBP) dan pajak penghasilan (PPh) migas.

“Kalau dilihat perbandingan penerimaan dengan pengeluaran, efeknya masih lebih tinggi penerimaannya, jadi kalau dari sisi pengelolaan APBN tidak ada hal yang mengkhawatirkan,” imbuhnya.

Adapun Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menuturkan tekanan eksternal dari AS sangat mempengaruhi pelemahan mata uang di negara maju dan berkembang.

Menurut dia depresiasi rupiah tercatat masih lebih baik dibandingkan rupee India, rubel Rusia, rand Afrika Selatan, dan lira Turki.

“Secara perlahan harus dijelaskan bahwa angka depresiasi rupiah masih wajar dan sama dengan perkembangan mata uang regional, kebetulan sudah menembus batas psikologis Rp14.000,” ujar dia.

Dari data Bloomberg per 8 Mei 2018, perubahan volatilitas rubel terhadap dolar AS mencapai 73,12% (year to date/ytd), rand sebesar 41,22%, baht 85,93%, ringgit 82,23% dan rupiah sebesar 78,90%, sementara rupee masih terapresiasi 19,93% ytd.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan penyebab utama dari meningkatnya volatilitas nilai tukar rupiah lebih disebabakan ekspetasi global, terkait naiknya suku bunga acuan di Amerika.

Ekspektasi tersebut awalnya terjadi pada 2013, saat otoritas moneter Amerika pertama kali mengumumkan akan menaikkan suku bunga, dan pada 2015, saat pertama kali suku bunga acuan Amerika dinaikkan.

Namun, negara-negara yang memiliki defisit transaksi berjalan yang cukup lebar, seperti Indonesia, cenderung mengalami depresiasi nilai tukar yang lebih dalam.

Sementara, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika justru menguntungkan para eksportir.

“Dari pengalaman kami, rupiah melemah [harga barang] impor menjadi mahal. Namun, ekspor bagus. Pendapatan eksportir besar,” ucap dia.

Bukan itu saja. Dia mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang telah menyentuh Rp14.000 sudah pasti membuat harga barang, khususnya bahan baku dari luar negeri meningkat. Imbasnya akan membuat harga barang konsumsi menjadi mahal.

Kalla meminta semua pihak untuk memanfaatkan momentum ini untuk mengurangi penggunaan bahan baku atau pembelian barang konsumsi impor.

Menurut dia, masyarakat harus paham permasalahan pelemahan nilai tukar tidak berdiri sendiri dan sangat tergantung dengan kondisi ekonomi dunia, khususnya Amerika. Karena itu, dia meminta pihak-pihak terkait untuk tidak panik.

“Sekarang ini perekonomian Amerika sedang menguat, sehingga dampaknya dirasakan oleh kita. Sedikit pelan-pelan rupiah naik, pendapatan ekspor justru meningkat. Jangan lupa salah satu keberhasilan Tiongkok akibat pelemahan Yuan,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Daftar Kereta Api Berangkat dari Jogja, 99 Ribu Kursi Disiapkan untuk Long Weekend Iduladha 2025

Jogja
| Jum'at, 06 Juni 2025, 21:17 WIB

Advertisement

alt

Destinasi Wisata Puncak Sosok Bantul Kini Dilengkapi Balkon KAI

Wisata
| Jum'at, 06 Juni 2025, 16:02 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement