Advertisement

Promo November

Demi Hidup Tenang pada Hari Tua dengan Dana Pensiun

Yanita Petriella
Senin, 19 November 2018 - 15:10 WIB
Laila Rochmatin
Demi Hidup Tenang pada Hari Tua dengan Dana Pensiun Pejalan kaki melintas di dekat logo PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. di Jakarta, Selasa (16/10/2018). - JIBI/Dedi Gunawan

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA -- Jaminan hidup pada hari tua memang dicari banyak orang terutama bagi mereka yang bekerja di sektor formal.

Pantas saja, banyak yang berlomba-lomba mendaftar menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) demi memperoleh jaminan untuk hidup nyaman pada hari tua, setelah membanting tulang semasa muda.

Advertisement

Tahun ini, sebanyak 3,41 juta warga Indonesia melamar tes CPNS. Padahal, yang dibutuhkan hanya 238.015 formasi, yang terdiri dari 51.271 formasi untuk pemerintah pusat di 76 kementerian/lembaga dan 186.744 formasi untuk instansi daerah yang tersebar di 525 pemerintah daerah (pemda).

Hal ini sebenarnya mencerminkan bahwa minat masyarakat untuk hidup tenang saat bekerja dan setelah bekerja begitu tinggi.

Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan, saat ini persentase jaminan pensiun yang diterima buruh jauh lebih kecil ketimbang yang dikantongi aparatur negara. PNS bisa memboyong jaminan pensiun sebesar 60% dari gaji terakhir.

“Jaminan pensiun untuk buruh [seharusnya] disamakan dengan jaminan pensiun yang didapatkan PNS, TNI, dan Polri,” ujarnya, Minggu (18/11).

Said juga meminta UU No.40/20014 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) direvisi karena tidak mencakup semua sektor tenaga kerja, baik formal maupun informal.

Senada, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar menilai UU tersebut hanya mewajibkan pensiun untuk pekerja formal.

“Artinya, pekerja informal tak boleh ikut pensiun. Seharusnya pekerja informal dibuka juga aksesnya untuk ikut pensiun. Nantinya, diharapkan UU SJSN harus merevisi ketentuan itu.”

Tak dipungkiri, saat ini program pensiun di Indonesia—baik untuk PNS dan pekerja swasta—sudah membaik karena menjamin daya beli dan keluarga ketika memasuki pensiun.

Namun, Timboel menilai, Peraturan Presiden No.109/2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial mendiskriminasi pekerja formal di sektor kecil dan mikro dengan tidak mewajibkan pengusaha sektor kecil dan mikro mendaftarkan pekerjanya di program jaminan pensiun.

Peraturan Pemerinta No.45/2015 Pasal 15 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun juga tak menetapkan usia mendapatkan manfaat pensiun sesuai masa pensiun yang ditetapkan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Terlebih, usia mendapatkan manfaat pensiun naik satu tahun setiap 3 tahun. Hal ini akan mempersulit pekerja yang memasuki masa pensiun tetapi tak langsung memperoleh manfaat pensiun.

Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak menilai sistem pensiun di Indonesia saat ini relatif sudah bagus. Namun, pemerintah mulai 2019, sebaiknya menerapkan sistem pensiun ini bagi semua PNS dan anggota TNI/POLRI yang baru, supaya tidak seluruhnya dimasukkan dalam APBN sehingga tak menjadi beban anggaran pemerintah.

Dia mengusulkan besaran pensiun PNS dan TNI/POLRI disesuaikan dengan remunerasi, bukan pada gaji pokok.

“Untuk pekerja swasta bisa memperluas peserta, terutama pekerja mandiri dan pekerja di sektor informal, dan memperbesar upah sebagai dasar perhitungan manfaat pensiun.”

Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Harijanto meminta harmonisasi peraturan antara UU No.13/2013 tentang Ketenagakerjaan dengan UU SJSN sehingga beban pengusaha tidak semakin berat.

Berdasarkan laporan Melbourne Mercer Global Pension Index 2018, selama enam tahun berturut-turut, skor indeks pensiun Indonesia terus membaik dari 49,9 tahun lalu menjadi 53,1 tahun ini.

Dengan begitu, posisi Indonesia naik dari kategori D menjadi kategori C. Saat ini, Indonesia berada dalam kategori yang sama dengan Arab Saudi, Amerika Serikat, Malaysia, Brasil, Hong Kong, Spanyol, Polandia, Austria, Italia, dan Afrika Selatan.

Bill Johnston, CEO Mercer Indonesia, mengatakan kenaikan kategorisasi indeks pensiun itu membuktikan sistem pensiun di Indonesia memiliki sejumlah fitur yang baik.

Program jaminan pensiun nasional yang diterapkan mulai 2015 dan pertumbuhan ekonomi menjadi penggerak bagi peningkatan sistem pensiun Indonesia.

Namun demikian, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan untuk memperbaiki sistem pensiun di Indonesia.

Termasuk di antaranya a.l. memberikan tunjangan minimum untuk penduduk lanjut usia dengan status ekonomi rendah, menambah jumlah program pensiun untuk pekerja, serta memperbaiki peraturan tentang sistem pensiun swasta.

Seluruh perbaikan yang bersifat win-win tersbut dibutuhkan agar para pekerja pun tenang dan tak ketakutan akan kepastian pada hari tua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pemerintah Naikkan PPN Jadi 12%, PHRI Bantul Minta Pemerintah Kaji Ulang

Bantul
| Senin, 25 November 2024, 22:47 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement