Advertisement
Siapa Pun Pemenang Pilpres 2019 Akan Hadapi Dilema Pertumbuhan Ekonomi
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai siapapun yang bakal menjadi presiden periode 2019-2014, bakal menghadapi dilema dalam upaya menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ekonom Senior INDEF, Nawir Messi mengatakan dilema yang bakal dihadapi tersebut adalah pilihan antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi atau rendah.
Advertisement
"Kalau ingin pertumbuhan yang tinggi, pasti membuat impor juga tinggi, dan akan berdampak pada CAD [current account deficit], dan juga berimbas pada nilai tukar," ujarnya disela acara bertajuk Pemanasan Debat Kelima di ITS Tower, Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Menurutnya apabila memilih menjaga pertumbuhan di level rendah, akan berdampak pada pengangguran yang berpotensi meningkat karena ekonominya tidak mampu menyerap potensi dengan baik.
Selain itu, lanjut dia, juga bakal dihadapkan pada persoalan kuantitas dan kualitas pertumbuhan yang sudah sangat urgen untuk diperbaiki.
Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam dua dasawarsa ini, 2000-2018 sebesar 5,27 persen yoy. Jika pertumbuhan lima persenan yang sudah terjadi dalam 6 tahun ini tidak segera diakselerasi, maka akan sulit bagi Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).
Di sisi lain, mengingat perekonomian Indonesia ‘cepat panas’ atau overheating, maka target-target akselerasi pertumbuhan ekonomi harus tetap mempertimbangkan aspek stabilitas.
Selain masalah kuantitas pertumbuhan ekonomi, dari sisi kualitas juga perlu diperbaiki.
Menurutnya dukungan anggaran negara meningkat, kebijakan stimulus perekonomian tidak kekurangan, posisi sebagai negara layak investasi diperoleh (investment grade), namun sayangnya kesemuanya itu belum cukup untuk menjawab tantangan peningkatan angkatan kerja, menurunkan kemiskinan secara lebih signifikan, serta mengurangi ketimpangan.
Wajah ketimpangan pembangunan tercermin dari bergemingnya pulau Jawa terhadap pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Lima tahun lalu (2014) porsi Jawa sudah mencapai 57,4 persen, saat ini (2018) porsi Pulau Jawa justru naik menjadi 58,48 persen dalam pembentukan PDB nasional.
"lni menggambarkan bahwa pembangunan masih Jawa sentris," ujarnya.
Kemudian, lanjut dia, karakteristik pertumbuhan ekonomi nasional yang harus akan modal, yakni di mana rendahnya modal dalam negeri memaksa banyaknya investasi asing yang masuk ke tanah air.
"Siapapun rezim yang akan menyetir akan dihadapkan dilema pertumbuhan, sehingga diperlukan sopir yang tepat kapan harus ngegas dan kapan harus ngerem," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Satgas Pemberantasan Keuangan Ilegal Blokir 585 Situs Pinjol Ilegal
- Melemahnya Rupiah Tidak Lantas Mendorong Naiknya Kunjungan Wisman ke DIY
- Nilai Tukar Rupiah Remuk, Ini Opsi Bank Indonesia untuk Antisipasi
- Slot Perjalanan KA Yogyakarta-Gambir Ditambah, Ini Jadwalnya
- Transportasi Mudik 2024, Kereta Api Jadi Pilihan Utama
Advertisement
Dukung Transformasi Digital UMKM, Diskominfo DIY Gelar Pelatihan E-Business
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Nilai Tukar Rupiah Remuk, Ini Opsi Bank Indonesia untuk Antisipasi
- Aturan Barang Bawaan Melewati Bea Cukai Bakal Disusun Menteri Keuangan
- Melemahnya Rupiah Tidak Lantas Mendorong Naiknya Kunjungan Wisman ke DIY
- Satgas Pemberantasan Keuangan Ilegal Blokir 585 Situs Pinjol Ilegal
- Erupsi Gunung Ruang di Sulawesi Utara, Malaysia Airlines Batalkan Penerbangan
- Masih Ada UKM di DIY yang Belum Bangkit Setelah Pandemi Usai
- Disnakertrans DIY: Kepatuhan Perusahaan Bayar THR Meningkat Tiga Tahun Terakhir
Advertisement
Advertisement