Advertisement
Tangkap Peluang dalam Perang Dagang, Apa Saja?

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok masih memanas dan berpengaruh pada perekonomian dunia. Hal ini justru membawa peluang tersendiri yang bisa ditangkap oleh pelaku ekonomi DIY karena ada kekosongan pasar.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY Hilman Tisnawan mengungkapkan dari hasil liaison dan assessment yang dilakukan oleh BI DIY, ternyata untuk beberapa bidang usaha, seperti kerajinan rotan justru berdampak positif. "Hal ini terlihat dari meningkatnya volume ekspor sampai 15 persen," kata dia kepada Harian Jogja di sela-sela seminar Dinamika Perekonomian Indonesia di Tengah Perang Dagang di Yogyakarta Marriot Hotel, Sleman, Senin (26/8).
Advertisement
Dampak positif juga terlihat di industri garmen, juga terjadi peningkatan ekspor. Menurutnya, dalam kondisi perang dagang maka pelaku usaha seharusnya lebih jeli untuk memanfaatkan peluang pasar yang kosong.
"Memang ada kekhawatiran-kekhawatiran. Tetapi, justru ada peluang yang terbuka untuk pengusaha kita. Nah, potensi inilah yang belum dimanfaatkan dengan maksimal. Kita harus jeli melihat kesempatan untuk mengisi pasar yang kosong akibat ketegangan Tiongkok dan Amerika Serikat," kata dia
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengungkapkan BI melihat perang dagang akan berjalan cukup lama. Saat ini fase pertama adalah pengenaan tarif dari 10% menjadi 25% untuk sejumlah komoditas dari Tiongkok senilai US$240 miliar [Rp3.417 triliun]dan fase kedua mestinya terjadi September berupa pengenaan US$300 miliar [Rp4.272 triliun] lainnya dari produk Tiongkok ke Amerika Sebesar 10%.
Ia menyebutkan dampak di Indonesia dirasakan pada Agustus. Pada pasar modal Indonesia terjadi capital outflow. "Padahal Januari-Juli capital inflow besar sekali. Itu semua akan masuk ke ekonomi domestik. Ekspor akan terganggu," kata dia.
Ia mengaku Indonesia masih bersyukur karena pertumbuhan ekonomi masih bagus yakni 5,05% di kuartal kedua 2019. Pertumbuhan ekonomi masih didominasi konsumsi masyarakat yang masih tinggi karena memang sampai kuartal dua, pemerintah masih mendorong program sosial dan ditambah ada momen Idulfitri sehingga konsumsi tinggi.
"Investasi walau tumbuh lima persen, yang kuat masih bangunan. Yang kurang adalah yang nonbangunan. Ini yang nonbangunan ini apa, perlu kajian lagi. Ekspor juga akan ada tantangan dan ekspor kita masih terkontraksi," kata dia.
BI memiliki fungsi untuk menjaga stabilitas rupiah, apakah itu inflasi, nilai tukar, serta menciptakan sistem pembayaran agar transaksi lancar. "Ini yang dilakukan BI. Kami mengeluarkan kebijakan yang akomodatif. Di satu sisi kita jaga stabilitas rupiah dan nilai tukar, di sisi lain harus bisa mendukung pertumbuhan ekonomi," terang dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Semarakkan Solo Raya Great Sale 2025, Ada Diskon Tarif Kereta Api 10 Persen, Ini Daftarnya
- Penuhi Syarat Keselamatan Terbang, Garuda Indonesia Buka Lagi Rute Jakarta-Doha
- Kecurangan Beras Rugikan Konsumen Rp99,35 Triliun harus Ditindak
- Harga Bawang Merah Masih Tinggi di Level Rp42.528 per Kilogram
- Shopee Tambah Beban Baru Biaya Transaksi untuk Seller
Advertisement
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Ini Daftar Tarif Listrik PLN Mulai 1 Juli 2025
- Barsa City Yogyakarta Resmikan HQ dan Unit Baru Tipe Studio
- Harga Emas Antam Hari Ini 30 Juni 2025 Turun Drastis, Rp1,88 Juta per Gram
- 30.000 Pekerja Terkena PHK hingga Juni 2025, Begini Langkah Pemerintah
- Hingga Mei 2025, Realisasi Belanja APBN di DIY Mencapai Rp7,26 Triliun
- Harga Bawang Merah dan Cabai Hari Ini 30 Juni 2024 Turun
- Permudah Perizinan Usaha, Pemerintah Terbitkan PP 28/2025 dan Wajibkan Semua K/L Masuk OSS-RBA
Advertisement
Advertisement