Advertisement
7 Maskapai Terbukti Atur Harga Tiket tapi Tak Kena Hukuman Denda

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Tujuh maskapai nasional yang terbukti melakukan perjanjian penetapan harga tiket pesawat pada 2018 tak dijatuhi hukuman denda oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Komisioner KPPU Guntur Saragih menjelaskan KPPU memutuskan tujuh maskapai yang menjadi Terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas Pasal 5 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Advertisement
Adapun, tujuh maskapai yang terlibat, antara lain PT Garuda Indonesia Tbk. (Terlapor I), PT Citilink Indonesia (Terlapor II), PT Sriwijaya Air (Terlapor III), PT NAM Air (Terlapor IV), PT Lion Mentari Airlines (Terlapor V), PT Batik Air (Terlapor VI) dan PT Wings Abadi (Terlapor VII).
“Sanksi tidak hanya berupa denda, Majelis Komisi memilih sanksi bukan denda melainkan kewajiban untuk melapor ke KPPU. Selain itu majelis menilai pelanggaran Pasal 11 [UU No. 5/1999] juga tidak terpenuhi,” jelasnya, Selasa (23/6/2020).
KPPU, lanjutnya, menjatuhkan sanksi berupa perintah kepada para Terlapor untuk melakukan pemberitahuan secara tertulis kepada Komisi atas setiap kebijakan mereka yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, selanjutnya harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat sebelum kebijakan tersebut dilakukan.
Bunyi dari Pasal 11 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Dia menjelaskan hal ini dengan merujuk berdasarkan Peraturan Komisi No. 4/2010 tentang Kartel. Karakteristik kartel antara lain adanya konspirasi diantara beberapa pelaku usaha, keterlibatan para senior eksekutif perusahaan yang menghadiri pertemuan-pertemuan dan membuat keputusan, penggunaan asosiasi untuk menutupi kegiatan, price fixing atau penetapan harga dengan cara alokasi konsumen atau pembagian wilayah atau alokasi produksi.
Kemudian adanya ancaman atau sanksi bagi anggota yang melanggar perjanjian serta adanya distribusi informasi kepada seluruh pelaku usaha terlibat atau adanya mekanisme kompensasi dari pelaku usaha yang produksinya lebih besar atau melebihi kuota terhadap mereka yang produksinya kecil atau mereka yang diminta untuk menghentikan kegiatan usahanya.
"Hal ini mengakibatkan, unsur Pasal 11 menjadi tidak terpenuhi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ini Upaya OJK DIY Tekan Gap Literasi dan Inklusi Keuangan yang Masih Lebar
- Setoran Dividen BUMN untuk APBN Dialihkan ke Danantara, Kementerian Keuangan Putar Otak
- Nilai Investasi Pabrik Kendaraan Listrik di Indonesia Tembus Rp15,1 Triliun
- Asosiasi E-Commerce Diajak untuk Mencegah Perdagangan Ilegal Satwa Liar
- Serapan Tenaga Kerja DIY Capai 34.950 Orang dalam Setahun
Advertisement

Diduga Edarkan Psikotropika, Tiga Warga Dlingo Bantul Ditangkap Polisi
Advertisement

Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Perjalanan untuk Warganya ke Indonesia, Hati-Hati Terorisme dan Bencana Alam
Advertisement
Berita Populer
- Wakil Menteri Koperasi Tuding IMF Jadi Penyebab Tumbangnya Koperasi Unit Desa
- Pertumbuhan Kredit dan Tabungan di Bank Syariah Melambat
- Harga Bahan Pangan Hari Ini Minggu 11 Mei 2025, Bawang Merah Rp39 Ribu hingga Cabai Rpp51 Ribu
- Libur Waisak 2025, KAI Commuter tambah 4 Perjalanan KRL Jogja Solo
- Libur Panjang Waisak, Asita DIY Sebut DIY dan Jawa Tengah Masih Jadi Favorit Wisatawan
- Ada Diskon Tambah Daya 50 Persen dari PLN, Cek Syaratnya
Advertisement