Advertisement
Harga Minyak Masih Tinggi, Pengamat: Hapus Subsidi Solar

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Harga minyak pada Senin (9/5/2022) petang jenis Brent mencapai level US$111,75 per barel dan harga minyak WTI tembus US$109,05 per barel. Meski demikian pada pukul 19.32 WIB, Bloomberg mencatat harga minyak WTI telah berada di level US$107,05/barel dan Brent mencapai US$109,88/barel.
Masih tingginya harga energi ini seiring Jepang memutuskan untuk menghentikan impor minyak dari Rusia akibat invasi negeri Beruang Merah ke Ukraina. Demikian juga sejumlah negara yang tergabung dalam Uni Eropa.
Advertisement
BACA JUGA: Perekonomian Indonesia Melesat Kuartal I/2022, Bakal Tertinggi di ASEAN?
Kendati demikian, Pertamina belum menyesuaikan harga jual BBM-nya. Berdasarkan pantauan Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) pada sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di wilayah BSD pada Senin, harga terpantau tetap. Harga BBM jenis Pertalite Rp7.650, Pertamax Rp12.500, Pertamax Turbo Rp14.500, Dexlite Rp12.950, dan Pertamina DEX Rp13.700.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menjelaskan, Pertamina sebaiknya merespons tingginya harga minyak dunia dengan menyesuaikan harga BBM umum
“Terkait dengan kenaikan kenaikan harga minyak dunia, sepertinya [penyesuaian harga diberlakukan] untuk BBM Umum yang konsumsinya kecil seperti Pertamax Turbo, Pertamina Dex dan Dexlite. Seharusnya Pertamina bisa menyesuaikan harga mengacu kepada Kepmen ESDM 62/2020,” jelas Mamit, Senin.
BACA JUGA: Anggaran BUMN Dioptimalkan untuk Belanja Produk UMKM
Mamit menyebutkan, terdapat potensi migrasi konsumen BBM Umum menuju ke BBM yang lebih murah. Migrasi ke Pertalite dan Pertamax pasti akan meningkat.
“Belum lagi migrasi pengguna pertadex dan dexlite ke solar subsidi akan terjadi. Oleh karena itu, ke depannya subsidi tepat sasaran harus dilakukan,” tegas Mamit.
Mamit menyarankan agar Pertamina mempertimbangkan penghapusan solar subsidi, jika BBM Umum seperti Dexlite jadi dinaikan harganya.
“Bahkan untuk [subsidi] solar saya kira lebih baik dihapuskan saja. Karena konsumen terbesar solar justru para pengusaha bukan angkutan umum, angkutan sembako atau kendaraan lain yang memang berhak menerima subsidi,” ujar Mamit.
Selain itu, guna mencegah konsumsi BBM subsidi yang tidak tepat sasaran, pemantauan digital dapat menjadi opsi yang sesuai.
“Saya kira bisa efektif asal sistem ini benar-benar berjalan optimal. Benahi dulu sistemnya sampai benar-benar sempurna dan saya kira ini akan berhasil jika dibandingkan dengan pencatatan secara manual,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Prabowo Sebut Lahan KAI Bisa Dimanfaatkan untuk Program 3 Juta Rumah
- KKP Targetkan Indonesia Stop Impor Garam pada 2027
- Pengusaha Rokok Berharap Tidak Ada Kenaikan Cukai Tahun Depan
- Domain dot id Tembus 1,3 Juta Pengguna, Buka Peluang Ekonomi Baru
- Harga Minyak Mentah RI, Agustus Turun Jadi 66,07 dolar AS per barel
Advertisement

Perolehan Medali di PORDA DIY Tak Terkejar, Sleman Kunci Juara Umum
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Merger Pelita Air dan Garuda, Begini Tanggapan CEO Danantara
- Impor Komoditas Etanol Akan Dibatasi, Ini Tujuannya
- Kucuran Rp200 Triliun Himbara Perlu Diimbangi Kemudahan Usaha
- Harga Jual Emas Antam, UBS dan Galeri24 Hari Ini Kompak Naik
- Jelang Merger, Pelita Air Buka Rute Singapura-Jakarta Kelas Premium
- Kendalikan Konsumsi, Ekonom UGM Usul Cukai Rokok Sebaiknya Naik
- Harga Pangan Hari Ini: Beras Medium, Bawang, hingga Cabai Turun
Advertisement
Advertisement