Mau Masuk Obligasi Korporasi? Perhatikan Masalah Ini
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Investor yang ingin masuk pasar obligasi korporasi harus lebih memperhatikan beberapa hal terkait kondisi emiten dibandingkan investor yang masuk obligasi Pemerintah.
Head of Fixed Income Research Mandiri sekuritas Handy Yunianto mengatakan obligasi akan menarik tergantung dari risk appetite. Jika investor masih konservatif maka obligasi pemerintah akan lebih menarik karena memiliki risiko kredit nol.
Advertisement
BACA JUGA: Bupati Ingatkan Kalurahan Tidak Menghambat Investor Masuk ke Bantul
“Kalau risk appetitenya lebih tinggi maka obligasi korporasi bagus untuk dilirik,” katanya pada acara Market and Fixed Income Outlook 2023, Rabu (7/6/2023).
Hal itu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi saat ini yang dinilai tidak akan masuk resesi. Pertumbuhan ekonomi yang baik dan kinerja emiten baik maka kemampuan untuk membayar kewajiban juga akan meningkat.
Namun demikian, Handy mengatakan memang harus berhati-hati ketika bicara obligasi korporasi karna ada risiko kredit pilihan sektor. Investor juga perlu melihat rating ataupun kinerja.
“Harus lebih ada effort dibandingkan obligasi pemerintah,” lanjutnya.
Di sisi lain, Handy menilai saat ini obligasi baik korporasi maupun pemerintah masih menarik. Hal itu terlihat dari kepemilikan asing pada pasar obligasi Indonesia akan lebih banyak lagi. Saat ini, in flow asing sudah tercatat sebesar Rp70 triliun dan masih ada ruang untuk asing masuk jika melihat angka in flow asing sebelum pra pandemi yang tercatat di atas Rp1.050 triliun.
“Akan kembali ke pre covid, negara lain sudah naik ke level tersebut. Kita masih maintenance positive view, risiko terbesar masih dari global, kalau The Fed menaikkan suku bunganya agresif walaupun sepertinya kemungkinannya kecil,” kata Handy.
BACA JUGA: Raih Golden Buzzer Americas Got Talent 2023, Putri Ariani Tetap Utamakan Pendidikan
Obligasi juga memiliki prospek cerah karena perlambatan inflasi dan siklus kenaikan suku bunga The Fed yang memuncak. Selain itu data inflasi di Amerika sudah melewati puncaknya, US treasury yield akan turun serta dolar melemah.
Handy juga mengatakan harga komoditas yang menurun juga menjadi salah satu tantangan di pasar obligasi maupun saham. Hal itu karena tahun sebelumnya harga komoditas melambung tinggi, sementara tahun ini harga komoditas turun.
“Begitu harga komoditas turun apakah current account balance solid apakah revenue fiskal kita masih bisa bagus karena tahun lalu kita bisa naik revenue luar biasa karena itu,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ribuan Orang Teken Petisi Tolak PPN 12 Persen
- Harga Emas Antam Hari Ini 20 November Naik Signifikan, Rp1.498 Juta per Gram
- Garuda Indonesia Dukung Rencana Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat
- Dampak Aksi Boikot 47 Gerai KFC Tutup, 17 Restoran Pizza Hut Berhenti Beroperasi
- Harga Emas Antam Hari Ini 18 November 2024 Naik Signifikan, Rp1.476 Juta per Gram.
Advertisement
Srawung Kali Jadi Wujud Kepedulian Mahasiswa pada Kondisi Darurat Sampah
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Tercapai 100%, Pendapatan Negara dari Deviden BUMN Tembus Rp85,5 Triliun Tahun Ini
- Boikot Belanja Barang akibat PPN 12%, Begini Respons DJP DIY
- Berencana Tutup 13 Gerai Sepanjang 2024, Begini Perjalanan Matahari Dept. Store di Indonesia
- Sepatu New Balance: Kombinasi Gaya dan Fungsi Terbaik
- Pekerja Migran Indonesia Sumbang Devisa Rp227 Triliun per Tahun
- Harga Pangan Hari Ini 24 November 2024: Beras, Cabai, Minyak Turun
- Kemenkeu Catat Realisasi Anggaran Infrastruktur Capai Rp282,9 Triliun hingga Oktober 2024
Advertisement
Advertisement