Advertisement
Pengembang Lebih Memilih Bangun Rumah Buat Menengah Atas, Ini Alasannya

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pasar properti residensial, khususnya rumah tapak kembali menggeliat usai pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Hanya saja ada pergeseran tren yang terjadi dari sisi produksi pasokan yang dilakukan pengembang. Pengembang properti lebih memilih membangun rumah untuk kalangan menengah atas.
Advertisement
Director Strategic Consulting Indonesia, Arief Rahardjo mengatakan kepercayaan pasar terhadap produk perumahan terus tumbuh. Permintaan rumah tapak segmen menegah kini melaju kencang sebesar 26% dari total permintaan.
BACA JUGA: Tiga Perumahan di Tanah Kas Desa Sardonoharjo Sleman Ditutup, Sebagian Sudah Berpenghuni
"Ada perbedaan mengenai segmentasi yang ditawarkan jadi tadinya pengembang banyak yang perumahan lebih kecil, tapi kita lihat semester ini pengembang menawarkan segmen lebih tinggi," kata Arief, Kamis (27/7/2023).
Sementara itu, segmen rumah tapak kelas atas pun terus menunjukkan peningkatan permintaan yang mewakili sekitar 23,9% dari total unit yang terjual. Adapun, sebagian besar permintaan berasal dari end-user, sekitar 77%.
Profil end-user pembeli rumah tapak merupakan konsumen pemilik rumah pertama dan keluarga yang lebih mapan dan mencari hunian yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan terus meningkat.
Dari segi pasokan, unit segmen kelas atas mendominasi pasokan baru semester ini dengan 34,3% dari total pasokan sebanyak 4.445 unit, diikuti oleh segmen menengah sebesar 27,3%. "Kawasan Tangerang mendominasi pasokan baru dengan mendominasi sebesar 51 persen, diikuti oleh Bogor dan Depok dengan 22 persen," terangnya.
Menurut Arief, hal ini menunjukkan keyakinan pengembang dalam pasar dengan memperkenalkan produk-produk kelas atas di berbagai perumahan, yang menandakan optimisme mereka terhadap kepercayaan pasar secara keseluruhan dan potensinya.
"Harga perumahan pun naik seiring dengan improvment infratruktur jalan dan fasilitas lain di sekitar, biaya konstruksi juga mempengaruhi kenaikan harga dari properti," ujarnya.
Kemajuan dalam infrastruktur transportasi juga berkontribusi pada laju kenaikan harga tanah. Akibatnya, harga jual rata-rata tahunan mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 4,49%.
Berdasarkan data terbaru Cushman & Wakefield Q2 2023 Marketbeat Reports, nilai transaksi rata-rata per unit sekitar Rp2,08 miliar, menunjukkan peningkatan sebesar 15,6% dibandingkan dengan paruh pertama pada 2022.
Wilayah Jabodetabek menunjukkan tingkat rata-rata penyerapan bersih bulanan sebanyak 20 unit per perumahan selama semester I/2023, menurun 20,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
"Meskipun nilai ini mencerminkan penurunan 8 persen secara tahunan, namun tetap relatif stabil dibandingkan semester sebelumnya naik 4 persen yang menunjukkan daya beli yang menjanjikan dalam pasar," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Menilik Hidrogen sebagai Peluang Ekonomi Baru
- Triwulan I 2025, KAI Daop 6 Berhasil Mengangkut 83.316 Ton Barang
- Menteri Keuangan Sri Mulyani Yakin Ekonomi Indonesia Mampu Tumbuh 5 Persen Tahun Ini
- AS Keluhkan Soal Layanan Payment System QRIS, Ini Tanggapan Bank Indonesia
- Negosiasi Tarif Impor, Amerika Serikat Persoalkan Penggunaan QRIS dan GPN di Indonesia
Advertisement

Kulonprogo Baru Kantongi Dua Pendaftar Baru Calon Transmigran di 2025
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Meta PHK Lagi Ratusan Karyawan, Tenaga di Divisi Ini Bakal Dikurangi
- Harga Emas Antam, UBS, dan Galeri24 di Pegadaian Kompak Turun Hari Ini 25 April 2025
- Asbanda Dorong BPD Optimalkan SIPD-RI dan Siskeudes-Link
- Masih Mahal, Harga Cabai Rawit Merah Turun Tipis Rp73.037 per Kilogram
- Negosiasi Tarif dengan Amerika Serikat, Pemerintah Indonesia Sebut Utamakan Kepentingan Nasional
- Indonesia Berencana Meningkatkan Impor Kapas dan LPG dari Amerika Serikat
- Triwulan I 2025, KAI Daop 6 Berhasil Mengangkut 83.316 Ton Barang
Advertisement
Advertisement