Advertisement
Belanja Online Masih Banjir Komplain, YLKI Sebut Kebanyakan soal Refund dan Pembobolan

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat sebanyak 124 pengaduan konsumen terkait dengan permasalahan di e-commerce atau belanja online.
Pengaduan soal e-commerce itu menyumbang 13,1% dari total pengaduan kepada YLKI selama 2023 sebanyak 943 pengaduan.
Advertisement
Rinciannya, kasus refund di e-commerce menjadi yang paling banyak dilaporkan yaitu mencapai 23,4%. Selanjutnya diikuti oleh kasus penipuan atau pembobolan sebanyak 14,8%; barang tidak dikirim sebanyak 5,5%; masalah pengiriman 4,7%; barang tidak sampai 3,9%; informasi 3,1%, aplikasi eror 1,6%; dan barang hilang 0,8%.
Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum, YLKI, Rio Priambodo menjelaskan ihwal kasus penipuan di e-commerce, pihaknya telah memberikan usulan kepada platform e-commerce, terutama untuk melakukan penyaringan atau seleksi terhadap penjual (seller) yang terbukti melakukan penipuan terhadap pembeli atau konsumen. Mulai dari barang yang tidak sesuai deskripsi hingga barang-barang ilegal.
YLKI, kata Rio, juga telah meminta platform e-commerce agar secara tegas memberikan punishment atau hukuman terhadap penjual nakal yang merugikan konsumen. "Kalau memang si A [penjual di e-commerce] melanggar maka mereka harus di-blacklist [dari e-commerce]," ucapnya.
BACA JUGA: Tren Masyarakat Indonesia Berbelanja Online Diklaim Terus Meningkat
Oleh karena itu, Rio pun mengusulkan adanya bank data untuk sektor e-commerce seperti halnya SLIK pada sektor jasa keuangan. Tujuannya, untuk menghindari seller-seller yang memiliki riwayat merugikan konsumen. "Ini semacam SLIK tapi di sektor e-commerce sehingga ini pertukaran informasi bagi seller-seller nakal," tuturnya.
Perlindungan Data Pribadi
Sementara itu, Ketua Bidang Litigasi, YLKI, Aji Warsito menyoroti ihwal perlindungan data pribadi pengguna e-commerce yang masih lemah.
Meskipun pemerintah telah mempunyai Undang-undang Perlindungan Data Pribadi, namun nyatanya masih banyak konsumen menjadi korban penipuan maupun pembobolan akun di e-commerce.
Selain itu, Aji juga menyebut masih maraknya penjualan barang ilegal hingga obat-obatan tanpa resep di e-commerce yang berisiko merugikan konsumen. Ditambah persoalan barang impor ilegal di TikTok Shop, kata Aji, bukan saja bisa merugikan konsumen, tetapi juga membuat produk lokal kalah saing. Pemerintah pun diminta turun tangan. "Regulasi belanja online masih di sektoral, perlu ada satu regulasi ekosistem e-commerce," kata Aji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penjualan Kendaraan Roda Empat di Asia Tenggara, Malaysia Ungguli Indonesia
- Imbas Isu Beras Oplosan, Penggilingan Padi Ramai-ramai Tutup
- Harga Emas Pegadaian 8 Agustus, UBS naik, Antam-Galeri24 turun
- Prediksi dan Preview PSM Makassar vs Persijap Jepara, Live Malam Ini
- 5.000 Perempuan dan 100 Lebih Pelaku UMKM Disabilitas Diberdayakan Dalam SisBerdaya & DisBerdaya 2025
Advertisement

3 Pedagang di Sewon Terusir Gegara Kios Dipakai Koperasi Merah Putih
Advertisement

Satu Lagi Kuliner Legendaris di Jogja, Ayam Goreng Tojoyo Buka di Malioboro
Advertisement
Berita Populer
- Shopee Rajai E-Commerce di Indonesia, Ini Sosok Founder
- BRI Wadahi Remitansi PMI Taiwan Rp40 Triliun
- Jepang Terancam Alami Krisis Beras Akibat Kekeringan
- Viral Fenomena Rojali dan Rohana, Ini Respons Bank Indonesia
- Danantara Gelontorkan Rp1,5 Triliun Beli Gula Pasir Petani
- Pengguna KRL Jabodetabek Capai 31,4 Juta Orang per Akhir Juli 2025
- PPATK: 122 Juta Rekening Dormant Dianalisis, 90 Persen Sudah Aktif
Advertisement
Advertisement