Advertisement

Pakar UGM Kritisi Skema Power Wheeling dalam RUU EBET

Anisatul Umah
Sabtu, 07 September 2024 - 22:57 WIB
Sunartono
Pakar UGM Kritisi Skema Power Wheeling dalam RUU EBET Ilustrasi pengolahan limbah rumah tangga (Freepik)

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menyebut pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) di Komisi VII DPR sempat tertunda karena ada perbedaan pendapatan tentang pasal power wheeling (sewa jaringan).

Ia menjelaskan, power wheeling merupakan mekanisme yang mengizinkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik EBET. Sekaligus  menjual secara langsung kepada konsumen dengan menggunakan jaringan transmisi dan distribusi milik PLN. Harga sewa penggunaan jaringan transmisi dan distribusi ditentukan oleh pemerintah.

Advertisement

Menurutnya, diizinkannya IPP menjual listrik secara langsung kepada konsumen bertentangan dengan konstitusi. Di antaranya UU No.30/2009 tentang ketenagalistrikan, Putusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015 dan Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang mengatakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

"Pasal tersebut sudah di drop pada awal 2023, namun dimunculkan lagi 3 bulan berikutnya, yang saat ini sudah dalam tahap perumusan dan sinkronisasi," kata Fahmy, Sabtu (7/9/2024).

Fahmy mengatakan membuka akses power wheeling ke wilus baik wilus-PLN maupun wilus-non-PLN industri, justru akan menggerus pendapatan PLN lantaran 90% pendapatan PLN berasal dari pelanggan industri. Skema power wheeling juga akan meningkatkan biaya operasional PLN untuk membiayai pembangkit cadangan, yang dibutuhkan menopang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).

Di mana pembangkit ini sifatnya intermittent, dipengaruhi matahari dan angin. Peningkatan biaya operasional itu akan memperbesar harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Kalau tarif listrik ditetapkan di bawah HPP, maka negara harus merogoh APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN.

"Berhubung power wheeling melanggar konstitusi, mengurangi pendapatan PLN, dan menggerus APBN, maka pasal power wheeling harus di drop dari RUU EBET sebelum disahkan," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Tanaman Cabai di Galur Terserang Hama, Dinas Pertanian Kulonprogo Lakukan Ini

Kulonprogo
| Senin, 16 September 2024, 21:27 WIB

Advertisement

alt

Kota Jogja Masih Jadi Magnet Wisatawan

Wisata
| Minggu, 08 September 2024, 11:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement