Advertisement
Tak Bisa Bayar Pinjol, Anak Muda Berisiko Kena Depresi

Advertisement
Harianjogja.com, PALEMBANG—Layanan fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) mengancam anak muda jika terjadi kredit macet alias tidak bisa bayar. Pengamat ekonomi menyebut anak-anak muda pengguna pinjol bisa terkena depresi.
Perkembangan pembiayaan sektor fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) tumbuh di Indonesia.
Advertisement
Pengamat Ekonomi sekaligus Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Sukanto menyebut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bulan Agustus 2024 menunjukkan pinjol tumbuh sebesar 35,63% dengan nominal senilai Rp72,03 triliun.
Dia melihat pertumbuhan tersebut didorong oleh kemudahan akses yang ditawarkan sehingga masyarakat yang sedang terhimpit kebutuhan keuangan dengan cepat memilih pinjol.
"Tidak mengherankan sebagian masyarakat dapat dengan cepat melakukan pinjaman online,” ujarnya, Senin (14/10/2024).
Kendati begitu, di balik kemudahan tersebut terdapat risiko signifikan. Menurutnya, masyarakat perlu menyadari bahwa nilai bunga yang ditawarkan oleh pinjol tergolong cukup tinggi dan berpotensi menjebak para debitur dalam lingkaran utang.
Seperti di Sumatra Selatan (Sumsel), kata dia, yang menempati urutan ke 2 terbesar nasional untuk kredit macet pinjol.
Lebih lanjut, Sukanto menerangkan bahwa peminat pinjol banyak berasal dari generasi muda, utamanya gen Z dan milenial dengan cohort usia 19-34 tahun (mahasiswa dan pekerja). Bahkan kredit macet dari kalangan tersebut mencapai kisaran 60%.
BACA JUGA: Ini Daftar Besaran Denda 14 Jenis Pelanggaran Operasi Zebra 2024
“Ironisnya, riset beberapa lembaga menunjukkan pinjol berkaitan erat dengan judi online sehingga menyebabkan generasi muda rentan akan kesehatan mental seperti mudah depresi, di masa depan generasi ini kemungkinan akan cenderung memiliki produktivitas yang rendah, dan dampaknya generasi emas justru menjadi penghambat pembangunan,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia menilai, OJK sebagai lembaga penyelenggara sekaligus pengawas di sektor jasa keuangan patut melakukan pengawasan ekstra untuk mengontrol aplikasi atau media sosial yang menawarkan jasa pinjol.
Dari sisi hulu, OJK semestinya mengendalikan pertumbuhan lembaga pinjol dengan mengatur permodalan minimum pinjol, memperketat proses perizinan, dan perbaikan kelembagaan. Kemudian melakukan sinergitas dan kolaborasi dengan pihak terkait siber, seperti Gakum dan Kementerian Kominfo.
“Diperlukan juga optimalisasi Satgas Waspada Investasi yang telah dibentuk, dengan meminimalkan ego sektoral masing-masing pihak sehingga satgas dapat berjalan lebih efektif dalam mencegah dan melakukan tindakan tegas terhadap pinjol ilegal,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Sri Mulyani Ungkap Saldo Akhir 2024 Sebesar Rp457,5 Triliun
- Harga BBM Non Subsidi di Jogja Naik per Juli 2025, Pertamax Kini Rp12.500 per Liter
- Semarakkan Solo Raya Great Sale 2025, Ada Diskon Tarif Kereta Api 10 Persen, Ini Daftarnya
- Penuhi Syarat Keselamatan Terbang, Garuda Indonesia Buka Lagi Rute Jakarta-Doha
- Kecurangan Beras Rugikan Konsumen Rp99,35 Triliun harus Ditindak
Advertisement
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Ada Potensi Kecurangan Beras Subsidi Oplosan Dikomersialkan, Kerugian Negara Tembus Rp100 Triliun
- Tarif Ojek Online Bakal Naik hingga 15 Persen Sesuai Zona, Begini Penjelasannya
- Kemendag Mencabut Empat Aturan untuk Mempermudah Izin Usaha, Ini Daftarnya
- Mulai Hari Ini! Marhen J Toko Tas Ala Idol Korea Menutup Semua Gerai di Indonesia
- Kementerian ESDM Distribusikan 3,49 Juta Ton LPG, Masih Ada Stok 4,68 Juta Ton
- Apindo DIY Dukung Penarikan Pajak E-commerce, Beri Usulan Insentif Gratis Ongkir
- Mendag Budi Santoso Ungkap Alasan Cabut 4 Regulasi: Pelaku Usaha Sering Menunggu Lama Izin dari Pemda
Advertisement
Advertisement