Advertisement

Tingkatkan Konsumsi Pangan Lokal melalui Gerakan One Day No Rice

Media Digital
Selasa, 15 Oktober 2024 - 16:17 WIB
Ujang Hasanudin
Tingkatkan Konsumsi Pangan Lokal melalui Gerakan One Day No Rice Podcast Diseminasi Konten Positif dengan tema Menjaga Ketahanan Pangan, Selasa (15/10/2024) yang disiarkan melalui live streaming.. - Ist

Advertisement

JOGJA--Gerakan One Day No Rice atau sehari tanpa nasi perlu terus digaungkan untuk meningkatkan konsumsi pangan lokal yang ada di sekitar masyarakat sehingga masyarakat tidak tergantung pada nasi. Hal itu menjadi pembahasan dalam Podcast Diseminasi Konten Positif dengan tema Menjaga Ketahanan Pangan, Selasa (15/10/2024). 

Podcast Diseminasi konten Positif ini dipersembahkan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY dengan menghadirkan narasumber Ketua Kelompok Riset Pengembangan Produk Pangan Fungsional badan Riset dan Inovasi nasional (BRIN), Heni Purwaningsih; Anggota DPRD DIY, Yuni Satia Rahayu; dan Lurah Sriharjo, Titik Istiyawatun Khasanah.

Advertisement

Heni Purwaningsih mengatakan ada banyak sumber makanan lokal di DIY untuk menggantikan nasi sebagai sumber karbohidrat untuk mencukupi kebutuhan harian tubuh, seperti jagung, singkong, jewawut, umbi-umbian, hingga sorgum. Namun sayangnya mindset masyarakat masih terpatri bahwa kalau belum makan nasi belum bisa dikatakan makan.

Menurutnya mindset tersebut perlu diubah, salah satunya melalui gerakan one day no rice. “Kita harus kampanyekan ketahanan pangan bagaimana masyarakat sadar konsumsi pangan lokal jadi tak tergantung beras. Dulu ada program one day no rice, ini perlu digalakkan sehingga pangan lokal bisa dimanfaatkan,” katanya.

Makanan lokal pengganti nasi tersebut, kata dia, bisa dikreasikan dengan berbagai produk supaya tidak membosankan atau dinamakan beras analog, misalnya sorgum yang banyak ditemukan di Gunungkidul. Sorgum bisa dibuat tepung yang dicampur tales. Kemudian juga singkong bisa dibuat tepung mocaf yang bisa digunakan untuk membuat mi.

Selain itu ia juga mengajak para petani untuk mengembangkan produk pertanian berkelanjutan, salah satunya dengan memulai menggunakan pupuk organik untuk menjaga kesuburan tanah. Selain itu hasilnya juga aman dikonsumsi dan meningkatkan hasil produksi. Misalnya dengan menanam beras merah dan beras hitam dengan pupuk organik.

Hal itu bisa menjadi alternatif ditengah harga beras yang kerap tak menentu. “Ketika menanam beras merah tak gunakan pupuk kimia, satu kilogram beras merah bisa Rp22.000, beras hitam 25.000. Harganya cukup tinggi. Kemudian khasiatnya juga luar biasa untuk pencegahan diabetes dan kolesterol.

BACA JUGA: Bangun Kedaulatan Pangan, Pakar: Kuncinya Konsumsi Pangan Lokal

Lurah Sriharjo, Titik Istiyawatun Khasanah mengatakan upaya gerakan cinta pangan lokal di wilayahnya sudah dimulai sejak 2018-2019 lalu, melalui gerakan Sriharjo Jumuah barokah, yang artinya semua warga di Sriharjo tiap Jumat makan selain nasi atau beras. Sebagai pengganti nasi, makan ubi atau singkong dan sebagainya.

Gerakan itu diakuinya masih bertahan sampai sekarang, bahkan sekarang ditambah dengan gerakan melawan produk dari gandum, salah satunya membuat mi instan dengan inovasi singkong yang dibuat tepung mocaf.

“Yang kita lakukan kita ciptakan alternatif tepung selain gandum, maka ketemu mocaf atau tepung singkong. Warga kemudian dilatih dalam pengolahan tepung mocaf. Dari pelatihan tampil olahan pangan mie instan dari mocaf,” ujarnya.

Titik menambahkan, di Sriharjo juga mulai regenerasi petani pada anak-anak muda yang dinamakan petani milenial seiring dengan banyaknya inovasi dan program pertanian dengan peralatan modern, bahkan menggunakan aplikasi yang bisa dikendalikan melalui ponsel. Semoga upaya itu terus berkembang sehingga ada keberlanjutan SDm pertanian.

Anggota DPRD DIy, Yuni Satia rahayu mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Kalurahan Sriharjo Bantul. Menurutnya upaya itu perlu juga dikembangkan di daerah lain. Pihaknya siap melakukan pengawalan anggaran untuk keberlanjutan pertanian di wilayah DIY.

Ia menyampaikan persoalan pertanian yang ada di DIY saat ini adalah kondisi cuaca yang tidak menentu, harga hasil pertanian yang juga tidak menentu. Belum lagi infrastruktur pertanian yang juga belum merata. Ditambah lagi dengan masifnya pembangunan yang mengancam keberlangsungan pertanian.

“Saya kira ini harus menjadi perhatian bersama. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X sudah membuat kebijakan bahwa tanah kas desa jangan dibuat bangunan permanen. Ini harus diingatkan sehingga kalau ada penyelewengan di lapangan harus diawasi. Kafe perlu penegakan aturan sehingga warga juga melakukan pengawasan,” ujarnya.(***)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Malam Ini Pagar Proyek Tol Joglo-YIA Dipasang di Tengah Ring Road, Simak Jalur Alternatifnya

Sleman
| Selasa, 15 Oktober 2024, 18:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Tempat Wisata Paling Populer di Thailand, Cek Daftarnya

Wisata
| Sabtu, 12 Oktober 2024, 13:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement