Advertisement
Masyarakat Khawatirkan Ketidakpastian Ekonomi, Mulai Mengurangi Belanja

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Survei PwC's 2025 Voice of the Consumer menunjukkan 50% konsumen Indonesia lebih khawatir tentang ketidakstabilan ekonomi dan kenaikan biaya hidup. Hal ini berdampak pada pengurangan belanja serta memilih alternatif yang lebih murah.
Angka kekhawatiran terhadap ketidakpastian ekonomi tersebut jauh lebih tinggi daripada 44% di tingkat global dan 42% di kawasan Asia Pasifik. PwC's 2025 Voice of the Consumer mengumpulkan informasi tentang beragam kondisi dari 21.075 konsumen di 28 negara dan wilayah, termasuk Indonesia.
Advertisement
Di samping temuan di atas, survei mengungkapkan bahwa konsumen ingin membeli makanan yang selaras dengan nilai-nilai mereka seputar kesehatan, kemudahan, dan keberlanjutan. Kesehatan menjadi pertimbangan utama bagi konsumen Indonesia dalam memilih makanan.
Kekhawatiran tentang zat aditif, pengawet, dan makanan ultra-olahan jauh lebih tinggi dibandingkan angka regional dan global. Menurut survei, 72% responden Indonesia khawatir tentang keberadaan zat aditif dan pengawet dalam makanan mereka. Sementara 71% khawatir tentang risiko kesehatan yang terkait dengan produk ultra-olahan, dibandingkan dengan 63% dan 67% di Asia Tenggara, dan 57% dan 63% secara global.
BACA JUGA: Jumlah Korban PHK Melonjak 32 Persen, Jawa Tengah Tertinggi
"Meningkatnya kesadaran ini mendorong ekspektasi bagi perusahaan makanan untuk menawarkan produk yang lebih sehat (60%) dan memberikan informasi serta iklan yang lebih jelas mengenai manfaat kesehatan [58 persen," tulis dalam laporan yang rilis pada 8 Juli 2025 tersebut.
Kebiasaan makan antar generasi menunjukkan preferensi yang berbeda-beda. Di Indonesia, konsumen yang lebih tua, terutama Gen X, menunjukkan preferensi yang kuat terhadap bahan-bahan segar, dengan 51% secara teratur membelinya, dibandingkan dengan Milenial (48%) dan Gen Z (41%).
Sementara itu, Gen Z menonjol karena memprioritaskan keterjangkauan, dengan 36% memilih merek murah atau bernilai, lebih banyak daripada kelompok usia lainnya. Tren ini menunjukkan pergeseran generasi dalam bagaimana pilihan makanan dibentuk oleh nilai-nilai seperti kualitas dan biaya.
Di era kecerdasan buatan ini, perubahan iklim, dan dinamika geopolitik yang terus berubah, berdampak juga pada perbedaan keputusan kehidupan sehari-hari. Konsumen mencari pilihan makanan yang mencerminkan nilai-nilai mereka, seperti kesehatan, kemudahan, dan keberlanjutan. Namun, kenaikan harga pangan dan tekanan ekonomi semakin mempersulit pengambilan keputusan yang selaras dengan nilai-nilai tersebut.
"Hal ini menggarisbawahi kebutuhan kritis akan inovasi dalam industri pangan, di mana perusahaan harus menjembatani kesenjangan antara aspirasi dan aksesibilitas," tulisnya.
BACA JUGA: Viral Konten Kreator Bikin Adegan Mesum Stadion Pakansari, Pelaku Minta Maaf
Sebagai informasi, PwC merupakan jaringan perusahaan yang berorientasi teknologi dan memberdayakan sumber daya manusia. PwC tersebar di 149 negara. Pada bulan Januari dan Februari 2025, PwC Research, pusat keunggulan global PwC untuk riset dan wawasan pasar, mensurvei 21.075 konsumen di 28 negara dan wilayah, yaitu Australia; Brasil; Kanada; Tiongkok; Mesir; Prancis; Jerman; Hong Kong, SAR; Hongaria; India; Indonesia; Irlandia; Malaysia; Meksiko; Belanda; Filipina; Polandia; Qatar; Rumania; Arab Saudi; Singapura; Afrika Selatan; Spanyol; Thailand; Uni Emirat Arab; Ukraina; Amerika Serikat; dan Vietnam.
Responden berusia minimal 18 tahun. Mereka ditanyai tentang berbagai topik terkait konsumsi, tren pangan konsumen (termasuk belanja bahan makanan dan pilihan makanan), masa depan kesehatan, teknologi baru, serta iklim dan keberlanjutan. Wawancara dengan para eksekutif industri dilakukan pada bulan Mei 2025.
Komitmen Keberlanjutan
Konsumen Indonesia menunjukkan komitmen yang semakin besar terhadap keberlanjutan. Semakin banyak konsumen di Indonesia yang menyelaraskan keputusan pembelian mereka dengan nilai-nilai lingkungan.
Menurut temuan tersebut, 57% lebih menyukai produk dengan kemasan ramah lingkungan, serta 71% bersedia membayar lebih untuk mendukung isu lingkungan. Hal ini menunjukkan keinginan yang kuat untuk berinvestasi dalam pilihan yang berkelanjutan.
Di sisi lain, 62% menyatakan keprihatinan tentang perubahan iklim. Mereka mengakui bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang mereka pikirkan secara teratur. "Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kesadaran lingkungan semakin meningkat, hal itu belum tercermin secara konsisten dalam perilaku sehari-hari," tulis dalam laporan PwC's 2025 Voice of the Consumer.
Konsumen Indonesia juga terbuka terhadap inovasi untuk pola makan yang lebih sehat dan lebih praktis. Kesehatan pribadi yang digerakkan oleh teknologi merupakan inti dari perubahan cara konsumen mengevaluasi pola makan dan rutinitas mereka, dengan survei yang menunjukkan semakin terbukanya adopsi teknologi baru.
Di Indonesia, lebih dari 60% konsumen telah menggunakan artificial intelligence (AI) generatif untuk kesehatan personal dan perencanaan makan. Namun konsumen Indonesia juga mengungkapkan kekhawatiran yang signifikan tentang potensi risiko dan kemampuan teknologi AI.
Sebanyak 92% khawatir tentang ancaman siber seperti peretasan dan penipuan. Sementara 91% khawatir tentang pelanggaran data pribadi dan privasi. Ada pula, sekitar 89% khawatir tentang kurangnya regulasi dan tata kelola AI. Sekitar 89% juga berhati-hati tentang akurasi wawasan kesehatan yang dihasilkan oleh AI.
Presiden Direktur PwC Consulting Indonesia, Martijn Peeters, mengatakan bahwa meningkatnya penggunaan AI untuk kesehatan oleh konsumen menandakan permintaan yang kuat akan pengalaman personal dan berbasis teknologi, yang selaras dengan kebutuhan diet individu.
"Hal ini membuka peluang untuk membangun ekosistem terintegrasi yang menggabungkan kesehatan, belanja, dan kenyamanan. Agar berhasil, peritel juga harus mengatasi kekhawatiran yang semakin meningkat seputar privasi data, keamanan siber, dan penggunaan AI yang etis,” kata Peeters.
Domain Pertumbuhan Baru Industri Pangan Global
Riset PwC terbaru menunjukkan bahwa selama dekade mendatang, berbagai industri akan melakukan rekonfigurasi untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan cara-cara baru. Hal ini mengarah pada pembentukan 'domain' baru yang melampaui batasan sektor tradisional.
Bagi sistem pangan global, yang PwC sebut sebagai domain 'Bagaimana Kita Memberi Makan', hal ini dapat menghasilkan kerja sama, inovasi, dan konvergensi yang lebih besar di seluruh sektor. Presiden Direktur PwC Consulting Indonesia, Martijn Peeters, menyatakan bahwa industri makanan berkembang pesat.
BACA JUGA: Kulonprogo Akan Mencabut Perda Kawasan Tanpa Rokok, Ternyata Ini Alasannya
Pertumbuhan ini semakin tumpang tindih dengan sektor-sektor seperti layanan kesehatan, keuangan, dan platform digital. "Disrupsi rantai nilai tradisional ini membuka peluang pertumbuhan baru bagi bisnis," kata Peeters.
Peeters mengatakan perusahaan yang terintegrasi dengan penyedia layanan, logistik, dan solusi teknologi berada pada posisi yang lebih baik. Mereka bisa memenuhi permintaan yang terus meningkat akan pengalaman konsumen yang lancar.
"Dengan berkolaborasi erat dengan mitra ekosistem, bisnis dapat menemukan cara-cara inovatif untuk meningkatkan margin keuntungan atau memberikan nilai yang lebih besar kepada konsumen yang sadar biaya,” katanya.
Ketahanan Pangan dan Industri Agro
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin), Faisol Riza, menilai program ketahanan pangan di pemerintahan saat ini menjadi peluang bagi industri agro di Indonesia untuk lebih berkembang. "Apalagi pemerintah dengan program ketahanan pangan. Tentu juga ada peluang yang sangat besar dengan food estate, peluang ini bagi bisnis yang berhubungan dengan sektor pangan," katanya, belum lama ini.
Riza mengatakan bahwa tantangan yang dihadapi oleh sektor industri agro tidak mudah. Termasuk di antaranya luas lahan yang kian sempit, konversi lahan pertanian, berkurangnya jumlah petani, dan gempuran produk impor di tengah permintaan pasar yang tinggi.
"Saya kira kalau keseriusan kita betul-betul kita galang di semua lapisan termasuk yang menyediakan kebutuhan bagi produktivitas seperti pestisida dan herbisida, maka tujuan pemerintah untuk ketahanan pangan bisa berhasil," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Tiga Kendaraan Terlibat Kecelakaan Beruntun di Jalan Magelang, Satu Orang Meninggal Dunia
Advertisement

Sendratari Ramayana Prambanan Padhang Bulan Hadirkan Nuansa Magis Bulan Purnama dan Budaya Jawa nan Sakral
Advertisement
Berita Populer
- Rupiah Hari Ini Ditutup di Posisi Rp16.319,50 per dolar AS
- Indomaret Tak Gentar dengan Kehadiran 80.000 Koperasi Merah Putih
- KAI Daop 6 Catat Semester I 2025 Penumpang KA Jarak Jauh Capai 3,2 Juta
- RI Akan Impor Energi dari AS Demi Tarif Trump 19 Persen, Begini Tanggapan Pakar Energi UGM
- Jumlah Korban PHK Melonjak 32 Persen, Jawa Tengah Tertinggi
- Masyarakat Khawatirkan Ketidakpastian Ekonomi, Mulai Mengurangi Belanja
- Harga Bawang Merah Rerata Nasional Hari Ini Turun Tipis Jadi Rp45.233 per Kilogram
Advertisement
Advertisement