Advertisement
Pemerintah Diminta Waspadai Lonjakan Produksi Beras
Ilustrasi panen padi - ist - ngawikab.go.id
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Proyeksi produksi beras nasional 2025 yang mencapai 34,77 juta ton dinilai berpotensi menimbulkan risiko fiskal bagi pemerintah. Meski produksi naik 13,54% dibandingkan tahun sebelumnya, tingginya harga pokok beras (HPB) Perum Bulog menjadi sorotan.
Pengamat sekaligus Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Khudori, mengatakan lonjakan produksi tahun ini merupakan capaian positif pemerintah. Namun, menurutnya masih terdapat sejumlah catatan penting yang perlu diperhatikan.
Advertisement
“Meskipun produksi padi/beras tahun ini diperkirakan naik tinggi, capaian itu dibarengi beberapa catatan negatif,” ujar Khudori dalam keterangan tertulis, Minggu (23/11/2025).
Ia menjelaskan salah satu persoalan utama adalah rendemen pengolahan beras Bulog yang hanya mencapai 50,8%, lebih rendah dari standar Badan Pusat Statistik (BPS). Kondisi tersebut membuat HPB Bulog diperkirakan menyentuh Rp19.343 per kilogram dan berpotensi membebani APBN.
BACA JUGA
“Ini akan memengaruhi harga pokok beras Bulog yang harus dibayar pemerintah,” imbuhnya.
Khudori menambahkan sekitar 30.500 ton beras hasil giling tidak memenuhi standar, antara lain berwarna kuning, kuning semu, hingga kecoklatan. “Beras tidak memenuhi standar itu merupakan hasil giling dari penyerapan gabah semua kualitas, kendala cuaca, dan kadar air tidak homogen,” terangnya.
Meski surplus beras diperkirakan mencapai 3,87 juta ton dan pemerintah tidak memberi mandat impor kepada Bulog, Khudori menilai risiko fiskal tetap mengintai. Ia juga menyoroti produktivitas padi Indonesia yang masih tertinggal dari China dan Vietnam. Selisih produktivitas dengan China mencapai 1,84 ton per hektare, sementara dengan Vietnam 0,78 ton per hektare.
Menurutnya, penambahan luas panen dapat meningkatkan produksi, tetapi peningkatan produktivitas hanya dapat dicapai melalui inovasi dan teknologi. Di sisi lain, upaya mencetak sawah baru membutuhkan anggaran besar serta waktu yang tidak singkat.
Selain produktivitas, kebijakan penyerapan gabah semua kualitas oleh Bulog juga memicu variasi kualitas beras. Sebagian hasil giling yang tidak memenuhi standar terpaksa dijual lebih murah. Sementara itu, harga beras premium dan medium tetap berada di atas harga eceran tertinggi (HET) di seluruh zona, meski operasi pasar SPHP dan Satgas Pengendalian Harga Beras terus berjalan untuk menjaga stabilitas pasar.
Khudori menegaskan lonjakan produksi beras tetap menyimpan potensi beban bagi keuangan negara akibat tingginya HPB dan kualitas beras yang tidak seragam. Ia mengingatkan pemerintah berhati-hati agar surplus produksi tidak berbalik menjadi tekanan fiskal, sekaligus mendorong peningkatan produktivitas jangka panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Harga Kopi Global Anjlok Usai AS Cabut Tarif Impor Brasil
- Warga Jogja Kini Bisa Pesan Bight Gas 12 Kg via WA Milik Pertamina
- Harga Emas Hari Ini, Logam Mulia Antam, UBS dan Galeri24, 18 Nov 2025
- Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan Tetap Lanjut
- Impor Pakaian Bekas Dilarang, Mendag Fokus Penindakan
Advertisement
Aktivis Desak Pemerintah Serius Tangani Perdagangan Orang
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Kementan Genjot Pemerataan AyamTelur Cegah Selisih Harga
- Wali Kota Hasto Wardoyo: Perca Jadi Solusi Lingkungan dan Ekonomi
- Warga Berburu Tiket Kereta Jelang Natal dan Tahun Baru
- Target 8 Persen, Airlangga Minta Pariwisata Jadi Pengungkit
- Revvo 92 Kembali Tersedia di SPBU Vivo Mulai Hari Ini
- Pemerintah Diminta Waspadai Lonjakan Produksi Beras
Advertisement
Advertisement




