Advertisement
PPh 0,5% Sebaiknya juga untuk UMKM Daring, Setuju?
Ilustrasi belanja online - Bisnis.com
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pemberlakuan pajak penghasilan sebesar 0,5% pada UMKM konvensional dapat diberlakukan juga pada UMKM daring. Hal ini penting untuk menciptakan equal playing field atau penyetaraan perlakuan antara UMKM konvensional dengan UMKM daring.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri mengatakan angka ini masih terbilang rasional dan tidak memberatkan. Terlebih transaksi penjualan UMKM daring berpeluang lebih besar dibandingkan dengan UMKM konvesional. Pemberlakuan pajak penghasilan kepada UMKM daring jangan sampai memberatkan para pelaku industri UMKM dan dapat dilakukan secara kolektif (di waktu yang bersamaan dengan pajak-pajak lainnya).
Advertisement
“Potensi pajak penghasilan melalui perdagangan daring terbilang sangat besar. Apalagi sekarang ini banyak sistem perdagangan luring bergeser menggunakan platform daring. Yang penting adalah pemerintah sudah cukup adil dalam mengenakan pajak atas perdagangan e-commerce terutama pelaku perdagangan yang mayoritas adalah industri UMKM. Jangan sampai pajak ini menjadi beban dan mendisinsentif pelaku industri untuk menjalankan bisnis mereka,” jelasnya dalam siaran persnya.
Karena pada dasarnya perdagangan daring ini bersifat unik, lanjut Novani, aktivitas perdagangan terbilang sangat aktif karena dapat berjualan kapanpun selama terkoneksi dengan Internet. Hal ini memunculkan peluang pendapatan dari pajak atas transaksi dagang tersebut. Tapi mendeteksi jumlah penjualan online tidak mudah karena ada banyak pihak yang terlibat dalam perdagangan online selain UMKM itu sendiri. Misalnya saja marketplace.
BACA JUGA
Kalau pemerintah menyasar perdagangan online, maka pemerintah tidak hanya membicarakan mengenail daring retail, tetapi juga mencakup online platform dan classified ads yang juga melakukan transaksi melalui mekanisme elektronik. Belum lagi e-commerce lintas negara dan penjualan yang tidak berupa barang seperti penjualan karakter online game, koran/ majalah online dan lain-lain.
“Keragaman jenis ini adalah tantangan dalam penetapan pajak penghasilan untuk UMKM online. Pemerintah membutuhkan banyak pertimbangan yang mampu menangkap potensi pajak dengan kondisi – kondisi semacam tadi. Pemerintah juga harus memperjelas siapa pihak yang ditunjuk sebagai pemungut dan penyetor pajak transaksi online. Jangan sampai baik pihak yang menjadi wajib pajak maupun pemungut dan penyetor pajak terberatkan atas adanya peraturan pajak ini,” ungkapnya.
Pengenaan pajak penghasilan yang tidak memberatkan, kata Novani, akan memberi dampak positif terhadap pertumbuhan UMKM, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja serta mendisiplinkan UMKM dalam hal laporan keuangan.
Baru-baru ini Presiden Joko Widodo menetapkan tarif baru pajak penghasilan untuk UMKM konvensional sebesar 0,5% atas omzet maksimal Rp 4,8 miliar per tahun. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2018 dan berlaku efektif per 1 Juli 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Warga Jogja Kini Bisa Pesan Bight Gas 12 Kg via WA Milik Pertamina
- Harga Emas Hari Ini, Logam Mulia Antam, UBS dan Galeri24, 18 Nov 2025
- Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan Tetap Lanjut
- Impor Pakaian Bekas Dilarang, Mendag Fokus Penindakan
- Hungaria Catat Rekor Redenominasi Terbesar, Hapus 29 Nol Sekaligus
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement





