Advertisement

Krisan di Jogja Belum Berorientasi Ekspor

Rheisnayu Cyntara
Rabu, 05 September 2018 - 08:30 WIB
Mediani Dyah Natalia
Krisan di Jogja Belum Berorientasi Ekspor Taman bunga krisan. - Bisnis Indonesia/Wahyu Sulistiyawan

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Budi daya bunga krisan di wilayah DIY hingga kini belum berorientasi untuk komoditas ekspor. Pasalnya lahan yang ditanami krisan dan hasil produksinya masih terbatas. Sementara ini budidaya krisan lebih ditekankan pada aspek agrowisata seperti di Kulonprogo.

Kepala Desa Gerbosari, Samigaluh, Kulonprogo Damar menuturkan di wilayahnya kebanyakan bunga krisan ditanam di lahan-lahan pekarangan warga. Mereka mendirikan kubung atau biasa disebut green house sebagai tempat budi daya krisan. Hingga kini menurutnya total ada sekitar 40 kubung di Gerbosari dengan ukuran yang beragam, minimal 100 meter persegi. "Memang dikelola secara perorangan tetapi petani krisan di sini tergabung dalam asosiasi," katanya kepada Harian Jogja, Selasa (4/9).

Advertisement

Selain di lahan milik warga, Damar menyebut Pemerintah Desa (Pemdes) juga mulai menyediakan lahan budi daya krisan seluas kurang lebih satu hektar sejak 2017 lalu. Meski telah disediakan, ia mengaku kini baru ada empat kubung yang berdiri di lahan tersebut dan dikelola oleh masyarakat. Tahun ini menurutnya Pemdes akan menambah dua kubung dan lima kubung pada tahun depan dengan ukuran 150 meter persegi per kubung. Penyediaan lahan ini menurutnya ditujukan untuk konsep agrowisata yang kini tengah dimatangkan oleh Pemdes.

Damar menjelaskan meski fokusnya tetap pada budi daya krisan sebagai bunga potong tetapi saat tengah ditanam kebun dapat dikunjungi wisatawan sebagai alternatif agrowisata. Sehingga kini ia tengah menyiapkan fasilitas pendukung seperti gerai penjualan kerajinan masyarakat, kuliner, dan penyediaan kesenian khas sebagai hiburan tambahan bagi wisatawan. Ia menargetkan wisata agrowisata ini akan siap pada 2019 mendatang.

Damar melanjutkan selama ini hasil panen krisan masih digunakan untuk memenuhi kebutuhan di wilayah Jogja saja. Itu saja menurutnya baru bisa menyuplai 15%-20% permintaan. Peningkatan kuantitas memang masih menjadi kendala. Terutama jika berkaitan dengan modal untuk membuat kubung, sebab per meter kubung membutuhkan dana sekitar Rp2 juta. Selain itu juga kendala SDM, pasalnya untuk membudidayakan krisan butuh keahlian khusus yang ilmunya tak dimiliki oleh semua petani. "Jadi kami belum bisa kalau mau ekspor, memenuhi pasar lokal saja masih sulit. Kuantitasnya baru sedikit," ujarnya.

Damar menyebut rencana paling relevan saat ini adalah mengembangkan konsep agrowisata krisan. Menurutnya setelah berjalan kurang lebih setahun, agrowisata ini mulai dikenal masyarakat. Beberapa wisatawan dari luar kota pun mulai datang meski mereka belum menjadikan agrowisata ini sebagai tujuan utama. Mereka biasanya berwisata ke Kebun Teh Nglinggo atau tempat-tempat lain kemudian mampir ke Gerbosari sebelum pulang. "Kalau nanti fasilitas sudah siap kami harap agrowisata ini bisa berkembang," imbuhnya.

Sebelumnya Kepala Dinas Perdagangan DIY, Tri Saktiana menyatakan hal senada. Menurutnya budi daya krisan di Jogja belum berorientasi pada ekspor. Selain produksinya masih sedikit, ada permasalahan lain seperti teknis ekspor yang masih berusaha dicari solusinya. Misalnya tentang bagaimana mekanisme ekspor krisan dari negara tropis ke negara empat musim di Asia Timur yang membutuhkan komoditas ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Hari Batik Nasional, Komunitas Perempuan Berkebaya Tampil di Malioboro

Hari Batik Nasional, Komunitas Perempuan Berkebaya Tampil di Malioboro

Jogja
| Sabtu, 04 Oktober 2025, 18:47 WIB

Advertisement

Cantiknya Bangunan Embung di Dataran Tinggi Dieng

Cantiknya Bangunan Embung di Dataran Tinggi Dieng

Wisata
| Sabtu, 04 Oktober 2025, 13:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement