Advertisement
Indonesia Harus Cari Pasar Ekspor Selain Tiongkok

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Defisit neraca perdagangan pada Januari 2019 mencapai US$1,16 miliar, tercatat sebagai yang terbesar dibandingkan dengan periode yang sama sejak 2014. Pemerintah perlu segera mendiversifikasi pasar di luar Tiongkok, karena ekspor tiga komoditas utama RI masih bergantung pada negara itu.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menuturkan secara tahunan, ekspor Januari 2019 menurun 4,70% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan disebabkan melandainya ekspor nonmigas pada Januari 2019 yang mencapai 4,50% menjadi US$12,63 miliar, dibandingkan Januari 2018.
Advertisement
Penurunan ekspor tersebut akibat tekanan ekonomi global terutama Tiongkok yang menjadi tujuan utama komoditas asal Indonesia. Selain itu, penurunan harga komoditas seperti crude palm oil (CPO), karet, dan batu bara juga menjadi penyebab.
“Perekonomian global secara umum agak gloomy. Pertumbuhan Tiongkok menurun, AS [Amerika Serikat] juga menurun, dan harga komoditas yang menurun membuat tantangan pada 2019 semakin besar,” jelasnya, Jumat (15/2/2019).
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengakui dampak penurunan perekonomian Tiongkok terhadap kinerja perdagangan Indonesia.
Terkait hal itu, pemerintah akan gencar mendiversifikasi pasar ekspor ke negara lain untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar Tiongkok.
“Namun, untuk nonmigas, kami masih sulit alihkan ekspor dari Tiongkok. Apapun yang terjadi di sana, seperti pelambatan ekonomi yang melanda mereka, pasti akan berdampak ke kita,” jelasnya.
Di sisi lain, Indonesia belum dapat menggenjot upaya perluasan pasar ekspor baru untuk mengurangi ketergantungannya dari Negeri Panda. Menurutnya, pada saat yang sama harga global dari produk andalan ekspor Indonesia seperti CPO, karet dan batu bara tengah terpuruk. Padahal, imbuhnya, ketiga komoditas nonmigas itu menjadi produk utama ekspor menuju Tiongkok.
Darmin memprediksi perekonomian Tiongkok belum membaik pada tahun ini. Terkait hal itu, dia mengungkapkan pemerintah tengah menggenjot ekspor produk manufaktur seperti otomotif dan tekstil di luar pasar Tiongkok.
Berdasarkan laporan BPS, nilai ekspor Indonesia menuju ke Tiongkok pada Januari 2019 turun 11,05% secara year on year (yoy) menjadi US$1,70 miliar. Pada saat yang sama, impor Indonesia dari Tiongkok pada Januari 2019, naik 10,14% secara yoy menjadi US$4,13 miliar.
Selain Tiongkok, ekspor Indonesia ke negara tujuan utama seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang juga menurun. Ekspor ke AS misalnya pada Januari 2018 mencapai US$1,54 miliar turun jadi US$1,51 miliar pada tahun ini.
Hal serupa juga terjadi di 10 negara tujuan ekspor utama lainnya yang turun dari US$4,63 miliar menjadi US$4,4 miliar pada Januari 2019.
Defisit neraca perdagangan pada Januari 2019 menjadi peringatan keras bagi Indonesia untuk segera beralih dari ekspor barang berbasis komoditas ke barang yang bernilai tambah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Buruh DIY Desak Revisi UU Ketenagakerjaan Berperspektif Gender
Advertisement

Thai AirAsia Sambung Kembali Penerbangan Internasional di GBIA
Advertisement
Berita Populer
- Izin Usaha Mandala Finance Dicabut Seusai Merger dengan Adira Finance
- Pertamina Jamin SPBU Penuhi Standar Global Hasil Audit Independen
- Pasar Modal Indonesia Jadi Terbesar di ASEAN, Ungguli Singapura
- Harga Emas Antam, UBS dan Galeri24 Hari Ini Turun, Cek di Sini
- Pengamat Sebut Diskon Tarif Pesawat Nataru Tak Berdampak Signifikan
- BI DIY Sebut Sampai Saat Ini Belum Ada Laporan QRIS Palsu
- Realisasi Investasi Dalam Negeri Triwulan III Capai Rp491,4 Triliun
Advertisement
Advertisement