Advertisement

MASALAH KETENAGAKERJAAN: Dilema Menghadapi Era Automasi

Newswire
Senin, 25 Februari 2019 - 08:40 WIB
Laila Rochmatin
MASALAH KETENAGAKERJAAN: Dilema Menghadapi Era Automasi Ilustrasi tenaga kerja wanita. - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA -- Revolusi industri 4.0 kerap dipandang sebagai momok yang menakutkan bagi tenaga kerja yang tak terampil. Pasalnya, pada era Revolusi Industri 4.0, dunia industri digadang-gadang bakal menggabungkan teknologi automasi dengan teknologi siber. Bagi pelaku industri, tentunya era tersebut diyakini bakal meningkatkan efisiensi produksi, peningkatan produktivitas, dan daya saing.

Layaknya pedang bermata dua, era Revolusi Industri 4.0 tak hanya membawa keuntungan bagi pelaku industri, tetapi juga tantangan baru bagi para tenaga kerja.

Advertisement

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berpendapat era Revolusi Industri 4.0 bakal berdampak pada peningkatan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Berdasarkan kajian McKinsey Global Institute, sebanyak 52,6 juta lapangan pekerjaan di Indonesia terancam tergantikan automatisasi. Lembaga itu bahkan memperkirakan sekitar 800 juta pekerja di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan pada 2030.

World Economic Forum (WEF) pada tahun lalu merilis laporan bertajuk Future of Jobs Report 2018, yang mengungkapkan beberapa bidang pekerjaan tidak akan lagi dibutuhkan dan akan digantikan dengan profesi baru pada 2022.

Pekerjaan dimaksud antara lain data entry yang akan digantikan dengan data analyst, akunting dan payroll yang akan digantikan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), serta machine learning specialist dan perakitan serta pekerja pabrik yang akan digantikan dengan spesialis analis data.

“Revolusi industri ini memang mau tak mau harus dihadapi. Kami perkirakan bakal membuat banyak terjadinya PHK,” ujar Said, akhir pekan lalu.

Aturan Kedaluwarsa

Memang, selama ini pemerintah telah menggembar-gemborkan pelatihan dan peningkatan keterampilan untuk mengisi pekerjaan baru yang tersedia. Namun, pemerintah pun harus menyiapkan perlindungan kepada tenaga kerja.

Said menilai UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan saat ini sudah kedaluwarsa dan tak dapat lagi melindungi para pekerja dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0.

“Kami menuntut adanya regulasi untuk melindungi [tenaga kerja] dari ancaman kehilangan pekerjaan. Revolusi industri 4.0 adalah keniscayaan yang tidak bisa dihentikan. Pemerintah harus melakukan langkah-langkah untuk menghidari dampak terburuk bagi kaum buruh.”

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menuturkan Revolusi Industri 4.0 harus direspons dengan baik oleh serikat pekerja maupun serikat buruh.

Adanya sinergi peran pemerintah dan dunia usaha untuk meningkatkan keterampilan pekerja mutlak diperlukan agar bisa memenuhi kebutuhan industri berupa sumber daya manusia (SDM) yang baik.

Memang saat ini pemerintah telah banyak menyediakan Balai Latihan Kerja (BLK), tetapi jumlahnya perlu ditambah sesuai dengan kebutuhan pekerja.

Pemerintah juga diminta segera merealisasikan program skill development fund (SDF) agar keterampilan pekerja dapat ditingkatkan demi memenuhi kebutuhan industri.

Selain itu, Timboel mendesak agar program unemployment benefit (UB) segera direalisasikan sehingga para pekerja korban PHK masih memiliki daya saing.

Pada saat bersamaan, Timboel pun berharap pemerintah meningkatkan pengawasan sistem outsourcing di Tanah Air.

Pasalnya, saat era Revolusi Industri 4.0, diperkirakan makin banyak pekerja yang direkrut melalui sistem outsourcing sehingga pengawasan pemenuhan hak pekerja perlu dilakukan.

Saat ini, payung hukum pegawai kontrak dan outsourcing memang telah termuat dalam UU Ketenagakerjaan. Namun, pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dinilai masih kurang sehingga banyak perusahaan bertindak yang semena-mena terhadap karyawan outsource.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J. Supit menuturkan, inti dari Revolusi Industri 4.0 yakni peningkatan efisiensi dan produktivitas dengan mengolaborasikan semua unsur yaitu digitalisasi, teknologi finansial (tekfin), dan lain sebagainya

Adanya Revolusi Industri 4.0 tidak berarti membuat industri 1.0, 2.0 dan 3.0 akan punah. Sebab, ada sebagian jenis pekerjaan yang memang tidak perlu bertransformasi ke Revolusi Industri 4.0.

Oleh karena itu, pemerintah dan sektor swasta perlu berkolaborasi agar produksi lebih efisien dan konsumen akan mendapatkan barang dengan kualitas lebih baik, cepat, dan murah.

Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Dirjen Binalattas) Kementerian Ketenagakerjaan Bambang Satrio Lelono tak memungkiri Revolusi Industri 4.0 akan mengubah karakter baik individu, masyarakat, maupun industri.

Ke depannya, akan ada segelintir sektor industri yang menjadi kedaluwarsa bahkan tidak dibutuhkan lagi. Berbagai jenis industri baru pun akan bermunculan.

Oleh karena itu, sebutnya, pemerintah sedang mengebut pembuatan strategi transformasi industri yang baik dan berorientasi jangka panjang. Dari situ, nantinya akan dibuat pemetaan jabatan baru yang dibutuhkan oleh industri baru.

“Kami harus mampu menyiapkan SDM dengan keterampilan baru yang dibutuhkan oleh new industry ini,” ujarnya.

Dia mengakui program BLK saja tidak akan cukup untuk menyiapkan seluruh kebutuhan SDM terampil saat era automasi. Persiapan tenaga kerja menghadapi era revolusi industri harus juga ditunjang dengan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP), pusat pelatihan yang dikelola pelaku industri, dan sekolah vokasi yang mumpuni.

Pada prinsipnya, sebut Bambang, persiapan tenaga kerja menghadapi era Revolusi Industri 4.0 ini adalah urusan semua pihak, bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Dukung Kelestarian Lingkungan, Pemda DIY Mulai Terapkan Program PBJ Berkelanjutan

Jogja
| Kamis, 28 Maret 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement