Advertisement
Ekspor Sarang Burung Walet Lebih Mudah ke Vietnam daripada ke China. Ini Alasannya ...
Sarang burung walet dari Indonesia diperdagangkan di Central China Import dan Export Comodities Center, di Kota Changsha, Provinsi Hunan./Bisnis Indonesia - Akhirul Anwar
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Banyak produk ekspor Tanah Air yang dinilai belum memenuhi standar yang diminta China. Akibatnya, untuk komoditas sarang burung walet, Indonesia hanya mampu merealisasikan 50% dari kuota ekspor ke negeri Panda tersebut.
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan Marolop Nainggolan mengakui, hingga saat ini, ekspor produk sarang burung walet Indonesia hanya mencapai 50% dari kuota yang diberikan oleh Pemerintah China.
Advertisement
“Pemerintah sudah membukakan jalan. Dahulu pada 2013 ekspor sarang burung walet kita sempat disetop China karena wabah flu burung. Beberapa tahun lalu sudah dibuka kembali meskipun diterapkan sistem kuota per tahun. Maksimalkan dahulu kuota yang disediakan, baru kita lobi lebih lanjut untuk menambah kuota dan lain sebagainya,” katanya kepada Bisnis.com, Minggu (14/7/2019).
Dia mengatakan, selama ini masyarakat China lebih banyak mengenal produk sarang burung walet sebagai komoditas yang diproduksi oleh Vietnam dan Malaysia. Untuk itu, pemerintah Indonesia menjanjikan akan meningkatkan promosi terhadap produk tersebut di China. Salah satu upayanya, menurut Marolop, dilakukan dengan menggencarkan promosi dan pameran dagang di negara tersebut.
BACA JUGA
Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPBSI) Boedi Mranata mengatakan, produksi sarang burung walet Indonesia setiap tahunnya mencapai 1.500 ton. Dari volume tersebut 99% di antaranya diekspor ke berbagai negara.
“Dari sekitar 1.400 ton itu, sebenarnya ujung-ujungnya semua dikonsumsi oleh China. Namun, hanya 5% di antaranya yang tercatat di Indonesia sebagai produk ekspor langsung ke China. Sisanya dijual secara mentah atau diselundupkan ke Vietnam dan Hong Kong,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dimiliki PPBSI, ekspor produk sarang burung walet yang tercatat secara resmi menuju China mencapai 70 ton pada 2018. Volume itu naik dari 2017 yang mencapai 52 ton dan pada 2016 sebesar 23 ton.
Dia melanjutkan, volume ekspor tersebut masih di bawah kuota ekspor produk sarang burung walet yang diberikan Pemerintah China per tahunnya yang mencapai 150 ton. Akibatnya, devisa hasil ekspor yang diperoleh dari Negeri Panda melalui komoditas tersebut tidak maksimal.
Menurutnya, hal itu disebabkan oleh produsen Indonesia yang lebih gemar mengekspor produk mentah sarang burung walet menuju ke Vietnam dan Hong Kong, dengan harga jual berkisar US$5—US$30/kilogram (kg). Harga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga rata-rata penjualan di China yang mencapai US$700/kg.
“Hal itu terjadi karena, syarat ekspor menuju ke Vietnam dan Hong Kong lebih longgar dibandingkan dengan di China. Di China, syarat untuk mengekspor sarang burung walet, harus berbentuk makanan siap olah dan memenuhi beragam ketentuan. Berbeda dengan di Vietnam dan Hong Kong yang mau menerima sarang walet dalam bentuk mentah atau kotor,” ujarnya.
Dia menambahkan, ketika mengekspor ke China, selain harus memiliki sertifikat dari CNCA (Badan Sertifikasi dan Adminitrasi Akreditasi China), produk sarang burung walet harus memenuhi tiga syarat utama. Syarat itu adalah kepemilikian dokumen ketelusuran, kandungan nitrit <330 ppm dan harus melalui proses pemanasan 70 derajat celcius selama 3,5 detik.
Untuk itu dia mendesak agar pemerintah memperketat atau menutup ekspor produk mentah sarang burung walet. Hal itu menurutnya, akan membuat kebocoran ekspor melalui penyelundupan atau pengiriman komoditas itu dalam bentuk mentah mengalami penurunan.
Kebijakan itu, menurutnya, akan memicu produsen Indonesia mengekspor dalam bentuk jadi atau olahan. Alhasil, pendapatan Indonesia dari devisa ekspor komoditas itu akan meningkat dan membuat industri pengolahan produk sarang burung walet bergeliat.
“Selain itu kami juga berharap pemerintah melobi China supaya melonggarkan ketentuan mengenai proses importasi sarang burung walet di negara tersebut. Sebab dari sisi tarif pajak dalam negeri mereka dan proses pemeriksaan di badan karantina sangat panjang,” jelasnya.
Menurutnya, pemeriksaan produk sarang burung walet Indonesia oleh Bea dan Cukai China tergolong sangat lama, yakni mencapai empat pekan. Pemeriksaan paling lama menurutnya terjadi di Badan Karantina China. Proses tersebut harus dilakukan kendati produk itu telah diperiksa oleh Badan Karantina Kementerian Pertanian Indonesia sebelum diekspor.
Di sisi lain, dia juga mengharapkan Pemerintah Indonesia melobi China agar mempercepat dan mempermudah perusahaan eksportir sarang burung walet dari Indonesia untuk mendapatkan sertifikat dari CNCA. Saat ini, jumlah perusahaan yang sudah mendapatkan sertifikat baru mencapai 21 perusahaan.
Sementara itu, Ketua Bidang Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Joewono menyatakan, pemerintah harus melobi China untuk melonggarkan ketentuan impor sarang burung walet dari Indonesia. Pasalnya, komoditas tersebut memiliki prospek permintaan yang cerah di China.
“Kami paham, produk sarang burung walet ini dianggap barang mewah di China, sehingga impornya dibatasi. Namun, kita juga punya daya tawar yang besar untuk melobi China agar tidak membatasi impor produk itu. Salah satunya karena defisit neraca perdagangan kita yang esar sekali dengan China,” ujarnya.
Dia meyakini, produk makanan dan minuman asal Indonesia memiliki potensi yang besar untuk dipacu ekspornya ke China. Terlebih, dengan jumlah penduduk China yang besar, produk makanan dan minuman asal Indonesia dapat menjamah pasar negara tersebut.
“Kita di bidang manufaktur non makanan dan minuman boleh kalah bersaing dengan China. Namun untuk produk mamin, terutama yang spesifik seperti sarang burung walet, seharusnya kita bisa menjangkaunya dengan porsi ekspor yang besar,” tegasnya.
Di sisi lain, Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan Marolop Nainggolan mengakui, hingga saat ini, ekspor produk sarang burung walet Indonesia hanya mencapai 50% dari kuota yang diberikan oleh Pemerintah China. Untuk itu, dia meminta produsen dan eksportir Indonesia memaksimalkan terlebih dahulu kuota yang diberikan tersebut.
“Pemerintah sudah membukakan jalan. Dahulu pada 2013 ekspor sarang burung walet kita sempat disetop Chinakarena wabah flu burung. Beberapa tahun lalu sudah dibuka kembali meskipun diterapkan sistem kuota per tahun. Maksimalkan dahulu kuota yang disediakan, baru kita lobi lebih lanjut untuk menambah kuota dan lain sebagainya,” katanya.
Dia mengatakan, selama ini masyarakat China lebih banyak mengenal produk sarang burung walet sebagai komoditas yang diproduksi oleh Vietnam dan Malaysia. Untuk itu, pemerintah Indonesia menjanjikan akan meningkatkan promosi terhadap produk tersebut di China.
Salah satu upayanya, menurut Marolop, dilakukan dengan menggencarkan promosi dan pameran dagang di negara tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ekonomi DIY Q-III 2025 Tumbuh 5,40 Persen, Tertinggi di Pulau Jawa
- BPS Sebut Ekonomi RI Kuartal III/2025 Tumbuh 5,04 Persen
- Pertamina Pastikan Pertalite di Jawa Timur Bebas Air dan Etanol
- Harga Pangan Hari Ini, Cabai Rp 40 Ribu, Bawang Merah Rp41 Ribu per Kg
- PLN UP3 Yogyakarta Siagakan Lebih dari 500 Petugas Hadapi Musim Hujan
Advertisement
Ruang Oven Kayu Pabrik Furnitur di Bantul Terbakar, Kerugian Rp80 Juta
Advertisement
Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa
Advertisement
Berita Populer
- Ekonomi DIY Q-III 2025 Tumbuh 5,40 Persen, Tertinggi di Pulau Jawa
- Bayar Andong Wisata di Kota Jogja Kini Bisa Pakai QRIS
- Harga Emas Hari Ini Kamis 6 November 2025 Kompak Turun
- Harga emas UBS-Galeri24 di Pegadaian, Hari Ini Turun
- Trump: Pembatalan Kebijakan Tarif Bakal Jadi Bencana Ekonomi AS
- Ekonomi Global Diprediksi Pulih 2026, Investasi Emas Bakal Turun
Advertisement
Advertisement



