NPL Tekfin Capai 4,22%, Masih Amankah?
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Industri teknologi finansial (tekfin) peer-to-peer atau P2P lending mencatatkan tingkat pinjaman macet atau non-performing loan tertinggi pada masa pandemi virus Corona, yakni 4,22%.
Berdasarkan Statistik Fintech OJK, industri financial technology (fintech) P2P lending mencatatkan non-performing loan (NPL) sebesar 4,22% pada Maret 2020, yakni bulan pertama penyebaran virus Corona yang tercatat oleh pemerintah.
Advertisement
Nilai NPL atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) tersebut tercatat meningkat dari bulan-bulan sebelumnya pada tahun ini. Pada Januari 2020, nilainya tercatat sebesar 3,98% dan pada Februari 2020 menjadi 3,92%.
Catatan NPL industri tekfin P2P lending pada 2020 bahkan menjadi yang tertinggi sejak Januari 2018. Tahun sebelumnya, catatan tertinggi terjadi pada Desember 2019 sebesar 3,65% dan dua tahun lalu, catatan tertinggi terjadi pada Agustus 2018 sebesar 1,89%.
Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah menjelaskan pandemi Covid-19 memberikan dampak lintas sektoral, tak terkecuali terhadap industri jasa keuangan seperti fintech P2P lending. "Terjadi penurunan tingkat keberhasilan 90 hari [TKB90] menjadi 95,78 persen. Hal ini indikasinya sudah kami dapatkan dan sejalan dengan survei AFPI terhadap anggota, akan terjadi penurunan TKB90 sebagai dampak dari COVID-19," ujar Kuseryansyah kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Kamis (7/5).
Meskipun begitu, dia menilai peningkatan NPL tidak akan mengganggu kinerja industri dan penyaluran pembiayaannya. Layanan fintech P2P lending dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkan pembiayaan di masa penuh tantangan seperti saat ini.
Kuseryansyah pun menjelaskan industri akan menjaga kualitas pembiayaan, salah satunya dengan mengoptimalkan pembiayaan kepada peminjam (borrower) eksisting. Pembiayaan produktif pun akan dioptimalkan karena dapat turut mendorong perekonomian masyarakat
Tak Pengaruhi
Kuseryansyah menjelaskan peningkatan NPL tersebut tidak akan mengganggu kinerja perusahaan-perusahaan tekfin secara langsung. Hal tersebut karena risiko tersebut ditanggung bersama dengan pemberi pinjaman (lender).
"Peningkatan porsi bad account ini tidak berdampak langsung terhadap laba rugi tekfin P2P lending, karena peningkatan portfolio bermasalah ini akan didistribusikan dan di-absorb ke berbagai lender," ujarnya.
Dia menilai peningkatan NPL industri tekfin P2P lending perlu dilihat berbeda dari peningkatan NPL perbankan atau non-performing financing (NPF) dari industri pembiayaan (multifinance). "Hal inilah yang menjadi pembeda, karena bagi bank atau multifinance, NPL itu akan langsung berdampak pada laba rugi perusahaan," ujarnya.
Kuseryansyah menjelaskan pandemi Covid-19 memberikan dampak lintas sektoral, tak terkecuali terhadap industri jasa keuangan seperti tekfin P2P lending. Hal tersebut membuat catatan NPL tekfin mencapai titik tertinggi.
NPL industri tekfin P2P lending pada Maret 2020 itu menjadi yang tertinggi sejak Januari 2018. Tahun sebelumnya, catatan tertinggi terjadi pada Desember 2019 sebesar 3,65% dan dua tahun lalu, catatan tertinggi terjadi pada Agustus 2018 sebesar 1,89%.
Hingga Maret 2020, outstanding pinjaman tekfin tercatat senilai Rp14,79 triliun. Jumlah tercatat tumbuh 12,4% (year to date/ytd) dari posisi akhir 2019 senilai Rp13,15 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ribuan Orang Teken Petisi Tolak PPN 12 Persen
- Harga Emas Antam Hari Ini 20 November Naik Signifikan, Rp1.498 Juta per Gram
- Garuda Indonesia Dukung Rencana Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat
- Dampak Aksi Boikot 47 Gerai KFC Tutup, 17 Restoran Pizza Hut Berhenti Beroperasi
- Harga Emas Antam Hari Ini 18 November 2024 Naik Signifikan, Rp1.476 Juta per Gram.
Advertisement
Status Siaga Darurat Bencana DIY Diperpanjang hingga 2 Januari 2025
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- GATF Kembali Digelar di Jakarta, Hadirkan Lebih dari 500 Ribu Kursi dengan Harga Terjangkau
- Menko Bidang Pangan Sebut Ada Rencana Setop Impor Beras Tahun Depan
- OJK: KUR Tidak Termasuk Utang Macet yang Bisa Dihapus
- Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Capai 4,7 hingga 4,9 Persen di 2025
- Harga Bitcoin Pecah Rekor, Investor Diminta Berhati-hati Titipkan Dana Investasinya
- Sah! Maya Watono Jabat Direktur Utama Holding BUMN InJourney, Berikut Profilnya
- Prabowo Raih Komitmen Investasi 8,5 Miliar Dolar AS dari Lawatannya ke Inggris
Advertisement
Advertisement