Advertisement

Industri Teksil Masih Butuh Bantuan Pemerintah

Afiffah Rahmah Nurdifa
Minggu, 17 September 2023 - 23:27 WIB
Mediani Dyah Natalia
Industri Teksil Masih Butuh Bantuan Pemerintah Industri tekstil. - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Kinerja industri tekstil hingga saat ini belum juga menunjukkan ke arah yang lebih baik meskipun telah mendapatkan bantuan insentif dan regulasi yang ketat dari pemerintah.

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terjadi penurunan pada utilisasi industri tekstil Mei 2023, yaitu menjadi 67,59%. Sama halnya dengan industri pakaian yang menurun utilisasinya hingga 74,79%.

Advertisement

Baca Juga: Musim Masuk Sekolah, Pelaku Industri Tekstil: Penjualan Kami Tetap Drop

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menilai kebangkitan industri tekstil merupakan pekerjaan besar pemerintah yang mesti dilakukan secara bertahap. Pasalnya, ada banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan dari segi pasar maupun fasilitas pengolahan.

Dia menuturkan dari sisi daya saing industri TPT, perlu efisiensi biaya produksi untuk meningkatkan daya saing dan menahan tingginya harga jual. Dalam hal ini, insentif operasional menjadi kunci untuk menurunkan ongkos produksi. 

"Memang perlu ada insentif untuk membantu dari biaya produksi, atau komponen lain selain upah, yaitu dari sisi energi nya, logistik, pajak, dan lainnya yang membantu industri ini supaya biaya produksinya tidak semakin tinggi, sehingga harga jualnya juga semakin kompetitif," jelasnya. 

Dari sisi pelaku industri, tak sedikit yang melakukan efisiensi ongkos produksi dengan merelokasi pabrik tekstil ke wilayah dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang lebih rendah, kebanyakan relokasi terjadi dari Jawa Barat ke Jawa Tengah.

Faisal berpendapat kondisi tersebut semestinya menjadi dorongan bagi regulator atau pemerintah untuk memfasilitasi relokasi fasilitas manufaktur dengan menyediakan infrastruktur dasar seperti ketersediaan listrik, air, dan akses konektivitas ke pelabuhan, jalan tol, dan lainnya. 

"Selain keperluan logistik, dari sisi hilir atau pasarnya juga perlu diperhatikan, karena dari sisi pasar juga persaingan ketat maka ini yang bisa menyebabkan industri ini akan mengalami penurunan," ungkapnya. 

Ekspor produk TPT tengah mengalami kontraksi mendalam. Hal ini tak mengherankan, sebab ada banyak negara yang lebih unggul dalam hal ongkos produksi sehingga harga jual di pasar lebih kompetitif. 

Penurunan nilai ekspor TPT pada periode Januari-April 2023 tercatat US$3,7 miliar, turun 28,44 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$5,1 miliar. 

Apalagi, Bank Indonesia juga memprediksi perlambatan Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat tahun 2023 sebesar 0,9 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi pada kawasan Eropa dan negara tujuan ekspor lainnya. Kondisi tersebut berdampak pada kinerja Industri TPT nasional yang memiliki tujuan utama ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa.

Lebih lanjut, Faisal menjelaskan bahwa potensi dalam negeri yang saat ini menjadi harapan bagi pemulihan industri tekstil. Untuk itu, pemerintah memiliki pekerjaan besar untuk mendorong daya saing industri lewat aliran insetif dan pengawasan impor tekstil ilegal yang tengah marak terjadi. 

"Kebijakan-kebijakan yang sifatnya menjaga akses pasar dan juga daya saing di pasar dalam negeri menjadi sangat penting, salah satunya dengan mengontrol impor barang-barang ilegal, seperti barang bekas dari luar yang perlu diawasi," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Gerindra Jaring Calon Wali Kota Jogja Lewat Komunikasi Intensif

Jogja
| Sabtu, 27 April 2024, 19:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement