Advertisement
Perusahaan Pinjol Jadi Sarana Cuci Uang? Begini Penjelasan Ekonom

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Dugaan bahwa perusahan pinjaman online (pinjol) merupakan kepanjangan dari praktik pencucian uang bisa jadi benar.
Ekonom sekaligus Chairman Infobank Institute, Eko B. Supriyanto menjelaskan berdasarkan penuturan pihak berwajib, apabila uang dari pinjol bisa kembali sekitar 30% saja, maka sudah menjadi keuntungan bagi perusahaan.
Advertisement
Pasalnya “uang kotor” itu bisa menjadi “uang bersih” dan bisa masuk dalam sistem perbankan. “Indikasi pencucian uang bukanlah omong kosong. Pinjol-pinjol ilegal itu ada yang menjadi kepanjangan tangan untuk dijadikan money laundry. Para pinjol ini menyebar uang ke mana-mana, termasuk kepada Gen Z yang usianya antara 18-23 tahun. Inilah bukti ngawur-nya rentenir online ini,” kata Eko, Minggu (17/9/2023).
Menurut Eko, indikasi praktik pencucian uang itulah yang membuat suku bunga pinjol menjadi sangat tinggi. Ada yang 1%, dan belakangan dikoreksi menjadi 0,8% per hari yang artinya sebulan bunganya bisa mencapai 24% dan setahun sebesar 288%.
Sekarang Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menegaskan suku bunga harian tidak lagi 0,8%, tetapi diusulkan antara 0,4%-0,6%. “Anggap saja lah menjadi 0,4 persen sehari, maka sebulan pun masih 12 persen dan setahun 144 persen. Angka tersebut masih tergolong besar,” ucap Eko.
BACA JUGA: Fintech Pinjol Bisa Isi Celah Pembiayaan UMKM
Itulah sebabnya, kata Eko, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mengoreksi total suku bunga teknologi finansial (tekfin) P2P lending atau pinjol ini. Terlebih bunga yang ditetapkan itu masih berbunga lagi. Bahkan cicilan pokok bisa lebih tinggi daripada beban bunganya plus denda jika menunggak.
“Tidak salah jika pinjol disebut rentenir online. Kalau perlu moratorium izin P2P lending, dan melakukan fit and proper test ulang kepada pengurus dan pemiliknya. Apalagi sekarang, era bakar uang sudah usai, maka para pinjol pun membabi buta dalam menagih piutang macetnya,” kata Eko.
Di samping itu, OJK juga perlu membatasi ruang gerak tekfin P2P ini, karena sudah banyak korban berjatuhan. Kalangan Gen Z dan milenial punya beban yang tak kecil karena pinjol ini.
Meski begitu, Eko tetap mengapresiasi langkah OJK yang juga sudah banyak menutup entitas pinjol illegal. Pekan lalu OJK sudah menutup 288 pinjol ilegal dan 15 pinjaman digital lewat platform Facebook. “Upaya ini perlu semakin digencarkan, terutama pengetatan izin tekfin,” ucap dia.
Pada dasarnya, tekfin memang bisa mempercepat inklusi keuangan di Indonesia. “Akan tetapi, para fintech yang hadir di tengah-tengah masyarakat juga harus punya tanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat. Tidak semata-mata menyebar jala pinjaman konsumtif, tapi juga pinjaman produktif,” ucap Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Dorong UMKM Naik Kelas, Pertamina Gelar Pelatihan UMK Academy untuk DIY-Jateng
- KAI Daop 6 Yogyakarta Komitmen Hadirkan Perjalanan Tanpa Asap Rokok
- BI Rate Turun Lagi Jadi 5 Persen, Ini Kata ISEI Yogyakarta
- Kasus OTT Wamenaker, Mensesneg: Belum Dicopot, Tunggu KPK
- Banyak Truk Impor China Dipakai Tanpa Uji Tipe, Ini Alasan Kemenhub
Advertisement

Puluhan Wajib Pajak di Gunungkidul Ajukan Dispensasi Pembayaran PBB
Advertisement

Kebun Bunga Lor JEC Jadi Destinasi Wisata Baru di Banguntapan Bantul
Advertisement
Berita Populer
- Bulog Klaim Stok Beras RI Capai 3,91 Juta Ton per Agustus 2025
- Soal Kabar PHK Ratusan Pegawai Tokopedia, Ini Pernyataan TikTok
- BPS Ingatkan Lonjakan Harga Beras dan Minyak Goreng
- Dorong UMKM Naik Kelas, Pertamina Gelar Pelatihan UMK Academy untuk DIY-Jateng
- Harga Pangan Hari Ini, Bawang Turun, Cabai Naik
- KIKT Inisiasi Tur Darat 5.000 Kilometer ChongqingJakarta
Advertisement
Advertisement