Advertisement

Promo Desember

Insentif untuk Kenaikan PPN 12% Hanya Sementara, Pemerintah Diminta Mengkaji Ulang

Newswire
Selasa, 17 Desember 2024 - 14:47 WIB
Maya Herawati
Insentif untuk Kenaikan PPN 12% Hanya Sementara, Pemerintah Diminta Mengkaji Ulang Pajak - Ilustrasi - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Pemerintah diminta untuk mengkaji alternatif kebijakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% karena insentif ekonomi yang disiapkan dinilai bersifat temporer.

Hal ini diungkapkan Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.

Advertisement

“Paket kebijakan ekonomi pemerintah cenderung berorientasi jangka pendek,” kata Bhima di Jakarta, Selasa (17/12/2024).

Sebagai contoh, bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan serta diskon listrik sebesar 50% untuk listrik di bawah golongan 2200 VA hanya digelontorkan selama dua bulan, yakni pada Januari–Februari 2025.

Di samping itu, sejumlah stimulus juga merupakan perpanjangan dari kebijakan sebelumnya, seperti PPN ditanggung pemerintah (DTP) untuk sektor properti dan insentif pajak penghasilan (PPh) final UMKM sebesar 0,5%. Bukan kebijakan baru yang sengaja disusun untuk merespons kenaikan tarif PPN menjadi 12%.

Meski ada sejumlah pembebasan terhadap sejumlah barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting), namun barang dan jasa umum lainnya secara umum terkena tarif PPN 12%.

Bhima khawatir kenaikan tarif pajak itu berimplikasi signifikan terhadap pelaku usaha.

BACA JUGA: Harga Pangan Hari Ini 17 Desember 2024: Beras Turun, Telur Ayam Naik

“Dikhawatirkan terjadi efisiensi tenaga kerja karena omzetnya turun, baik di sektor elektronik, beberapa sektor otomotif, Fast Moving Consumer Goods (FMCG), atau barang-barang konsumen,” tuturnya.

Terlebih, pengumuman kenaikan tarif PPN 12% bertepatan dengan momentum jelang libur Natal dan tahun baru. Dalam periode ini, produsen cenderung menaikkan harga lebih tinggi dari biasanya. Ketika situasi ini dibarengi dengan pengumuman tarif PPN, Bhima berpendapat hal itu berpotensi memperburuk beban pengeluaran masyarakat di tengah lonjakan konsumsi akhir tahun.

“Alternatif lain, seperti memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan dan memberantas celah penghindaran pajak, sebetulnya dapat lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat,” ujar Bhima.

Pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif PPN 12% mulai 1 Januari 2025, sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Namun, Pemerintah juga melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN dan paket stimulus ekonomi.

Insentif perpajakan yang diberikan Pemerintah untuk pembebasan PPN pada 2025 diproyeksikan mencapai Rp265,5 triliun, dengan rincian untuk bahan makanan sebesar Rp77,1 triliun, insentif UMKM Rp61,2 triliun, transportasi Rp34,4 triliun, jasa pendidikan dan kesehatan Rp30,8 triliun, keuangan dan asuransi Rp27,9 triliun, otomotif dan properti Rp15,7 triliun, listrik dan air Rp14,1 triliun, kawasan bebas Rp1,6 triliun, serta insentif jasa keagamaan dan pelayanan sosial Rp700 miliar.

Adapun paket stimulus ekonomi yang disiapkan Pemerintah menyasar enam aspek, di antaranya rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

AHY Optimistis Tol Jogja-Solo yang Dibuka Fungsional Bisa Mengurai Kemacetan

Sleman
| Selasa, 17 Desember 2024, 17:47 WIB

Advertisement

alt

Waterboom Jogja Rayakan Ulang Tahun ke-9, Ada Wahana Baru dan Promo Menarik

Wisata
| Jum'at, 13 Desember 2024, 21:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement