Advertisement
Tarif Hotel Mahal, Pengamat: Hotel Tak Bisa Intervensi Harga di Platform OTA
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Tingginya tarif hotel yang dipatok oleh platform Online Travel Agent (OTA) selama masa libur Lebaran tak bisa diintervensi oleh pihak hotel. Fenomena tersebut merupakan hal yang lumrah terjadi di industri OTA karena mengacu pada konsep permintaan dan penawaran di masa liburan.
"Lumrah dan di seluruh dunia kalau hotelnya bergabung dengan OTA modelnya pasti seperti itu," kata pengamat pariwisata Universitas Sanata Dharma, Ike Janita Dewi, Kamis (5/5/2022).
Advertisement
BACA JUGA: Tarif Hotel di Jogja Gila-gilaan, PHRI DIY: Kenaikan Masih Wajar
Dia menyebutkan, hotel yang bergabung dengan OTA tidak akan bisa mengatur besaran harga yang tercantum di laman platform online. Hal itu sepenuhnya jadi kewenangan pihak OTA. Pasalnya, di awal tahun penyelenggara OTA biasanya telah membayar di muka sejumlah kamar dari hotel yang bersangkutan.
"Dengan model OTA mereka semacam menjadi wholesaler dan hotel kerja sama dengan mereka. Biasanya OTA sudah memberikan jaminan setahun dikasih duit berapa dengan harga berapa dan itu risiko OTA apakah laku atau tidak dan semuanya ditanggung oleh wholesaler," kata dia.
BACA JUGA: Libur Lebaran Hotel di DIY Kebanjiran Tamu
Karena mengacu pada besaran permintaan dari para konsumen, penurunan dan kenaikan tarif hotel biasanya cenderung gila-gilaan. Pada saat low season OTA akan memasang harga dengan tarif rendah begitu pula sebaliknya. "Yang mengatur merchant juga karena mereka punya mesin sendiri. Kan mereka pemain besar," ungkap Ike.
Kondisi yang demikian tentu tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pihak hotel. Apalagi ketika tarif kamar naik signifikan di momen liburan. Konsep bisnis ini disebut Ike juga tidak mengenal istilah tarif batas atas dan bawah karena sudah mengacu pada konsep permintaan dan penawaran.
"Makanya ketika ada kenaikan harga, hotel yang bersangkutan kita soroti tentu tidak bisa. Karena mereka sudah ada kerja sama dengan pihak ketiga yang istilahnya wholesaler. Sehingga model bisnis yang demikian bisa membuat masyarakat heran, harga bisa sangat tinggi dan sebaliknya bisa sangat rendah," ujarnya.
Hal tersebut tentu berbeda jika wisatawan langsung datang dan memesan kamar di hotel tertentu tanpa lewat platform OTA. Biasanya hotel akan tetap mengacu pada standar harga tertentu dengan sejumlah ketentuan tanpa berpedoman pada masa high season maupun low season.
"Tentu ceritanya lain kalau wisatawan langsung ke hotel dan mereka pasang harga yang tidak masuk akal dan tidak ada harga maksimalnya. Itu baru kita bisa mengatakan bisnisnya tidak kredibel. Itu baru bisa dikatakan nuthuk tetapi kalau OTA tidak demikian," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
- Pakar UGM Sebut Anjloknya Rupiah karena Faktor Global
Advertisement
Muncul Poster Ancaman Siksa Kubur bagi Pembuang Sampah Sembarangan, Ini Penjelasan DLH Bantul
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Ekonomi: Mengurangi Ketidakpastian Jangka Pendek
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Kenaikan BI-Rate Bakal Berdampak Positif untuk Pasar Modal Lokal
- BI Naikkan Suku Bunga Acuan 25 Basis Poin Jadi 6,25%
- Pasca-Lebaran, Bisnis Properti di DIY Reborn
- Tren Perlintasan Penumpang di Bandara Soetta Naik 10 Persen di Lebaran 2024
- InJourney Dukung Japanese Domestic Market di Sirkuit Mandalika
Advertisement
Advertisement