Advertisement
Sinergi dan Inovasi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Menuju Indonesia Maju
Advertisement
JOGJA — Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) menjadi sarana Bank Indonesia (BI) untuk menyampaikan pandangan mengenai kondisi perekonomian nasional, tantangan yang dihadapi dan arah kebijakan Bank Indonesia ke depan.
Pertemuan yang rutin digelar sejak 1969 ini juga menjadi tempat untuk arahan Presiden RI mengenai kebijakan pemerintah ke depan. Pandangan dan arahan tersebut dapat menjadi referensi, khususnya bagi pelaku industri, investor dan kalangan dunia usaha dalam menentukan berbagai kebijakan maupun keputusan bisnis ke depan.
Advertisement
Pada tahun ini, PTBI kembali digelar mengusung tema Sinergi dan Inovasi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Menuju Indonesia Maju. Gelaran tersebut digelar secara hybrid di Jakarta Convention Center, Jakarta dan juga di Hotel Royal Ambarukmo Yogyakarta pada Rabu (30/11/2022).
Pada pertemuan tersebut, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 tetap kuat pada kisaran 4,5%-5,3% dan akan terus meningkat menjadi 4,7%-5,5% pada 2024.
Hal itu didukung oleh konsumsi swasta, investasi, dan tetap positifnya kinerja ekspor di tengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat.
BI mengungkap angka Indeks Harga Konsumen (IHK) diprediksi menurun dan kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada 2023 dan 2,5±1% pada 2024, dengan inflasi inti akan kembali lebih awal pada paruh pertama 2023.
Hal itu seiring dengan tetap terkendalinya inflasi harga impor (imported inflation) dengan nilai tukar rupiah yang stabil dan respons terhadap kebijakan moneter yang front loaded, pre-emptive, dan forward looking.
Bauran kebijakan BI pada 2023 akan terus diarahkan sebagai bagian dari bauran kebijakan nasional untuk memperkuat ketahanan, pemulihan, dan kebangkitan perekonomian Indonesia di tengah kondisi ekonomi global yang akan melambat dan risiko terjadinya resesi di beberapa negara.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan kebijakan moneter Bank Indonesia pada 2023 akan terus difokuskan untuk menjaga stabilitas (pro-stability).
Sementara itu, empat kebijakan BI lainnya meliputi kebijakan makroprudensial, kebijakan sistem pembayaran, kebijakan pendalaman pasar keuangan.
Selain itu, kebijakan ekonomi keuangan inklusif dan hijau akan terus diarahkan untuk dan sebagai bagian dari upaya bersama dalam mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional (pro-growth).
"Optimisme terhadap pemulihan ekonomi perlu terus diperkuat dengan tetap mewaspadai rambatan dari ketidakpastian global, termasuk risiko stagflasi [perlambatan ekonomi dan inflasi tinggi] dan bahkan resflasi [resesi ekonomi dan inflasi tinggi]," katanya.
"Hal ini mengingat risiko koreksi pertumbuhan ekonomi dunia dan berbagai negara dapat terjadi apabila tingginya fragmentasi politik dan ekonomi terus berlanjut, serta pengetatan kebijakan moneter memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu menurunkan inflasi di masing-masing negara," tambah Perry.
Arahan Presiden
Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Jokowi, dalam merumuskan kebijakan, sinergi fiskal dan moneter perlu terus diperkuat.
Hal ini dimaksudkan agar kebijakan ekonomi nasional yang dihasilkan memberikan manfaat yang besar bagi rakyat dan negara dalam memperkuat ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional.
Menurut Jokowi, ekspor di Indonesia dua tahun terakhir mengalami lonjakan pertumbuhan yang sangat tinggi. Meski begitu ada hal yang perlu diperhatikan dan menjadi kewaspadaan Indonesia pada 2023 mendatang. Dia mengingatkan adanya resesi yang diakibatkan berbagai macam faktor.
Jokowi juga meminta semua pihak memiliki pemahaman yang sama soal potensi resesi ini. Mulai dari permasalahan Covid-19 di China, perang Rusia-Ukraina, tingginya inflasi Amerika, menurut Jokowi bisa memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Oleh karena itu, Jokowi meminta agar tidak ada pihak yang mempersulit investasi. Para pimpinan daerah harus mampu mempermudah kebijakan dan mampu membangun kepercayaan bagi investor.
"Arus modal yang masuk ke negara akan tersendat tanpa adanya investasi. Perputaran uang di suatu negara tidak akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Indonesia saat ini sudah mendapatkan kepercayaan internasional. Jangan sampai karena salah memperlakukan izin investasi, para investor batal masuk ke Indonesia," harap Jokowi.
Dia juga mengimbau semua pihak untuk bekerja lebih keras dalam menghadapi ancaman resesi pada 2023. Menurutnya hal ini wajib dilakukan agar Jokowi resesi tidak terlalu berdampak bagi Indonesia.
"Kuncinya harus kerja lebih keras lagi, nggak bisa bekerja normal-normal dalam keadaan yang tidak normal, tidak bisa. Dan tahun 2023 ini akan jauh lebih sulit lagi untuk semua negara," ujarnya.
Kondisi DIY
Sinergi dan inovasi juga menjadi kunci dalam menjaga ketahanan dan kebangkitan ekonomi DIY. Berkaitan dengan itu, sebagai bagian dari ekosistem sosial-ekonomi di DIY, Bank Indonesia senantiasa melanjutkan sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam memajukan perekonomian DIY.
Komitmen Bank Indonesia DIY tercermin dari berbagai program kolaborasi pentahelix dengan berbagai pihak, antara lain: melanjutkan upaya dalam mendorong UMKM naik kelas, Go Digital dan Go Ekspor; upaya mendorong ekspor melalui Forum Komunikasi Ekspor Impor DIY; percepatan digitalisasi pembayaran melalui Digijog (Digitalisasi Jogja).
Selain itu, program Koordinasi Pengendalian Inflasi Jogja dan Sekitarnya (KOPI JOSS); program Sinergi Pariwisata Ngayogyokarto (Siwignyo); serta pengembangan ekonomi dan keuangan syariah sebagai sumber pertumbuhan baru ekonomi, melalui Sinergi Aksi Instansi Syariah (SYIAR).
"BI memproyeksikan ekonomi DIY pada akhir 2022 akan bias ke bawah, mengingat masih cukup kuatnya scarring effect pascapandemi yang menyebabkan belum pulihnya konsumsi masyarakat DIY. Sementara dari sisi capaian inflasi DIY 2022 diperkirakan tumbuh melebihi sasaran target inflasi BI, yakni pada kisaran 6,25-7,25 persen (yoy)," ujar Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY, Harso Hutomo.
Dia mengatakan, pada 2023 BI DIY memandang ekonomi DIY masih mampu melanjutkan pertumbuhan positif, dengan laju inflasi yang terjaga tetapi perlu diwaspadai risiko global dan domestik yang mungkin terjadi.
Diperkirakan terdapat penguatan konsumsi rumah tangga secara perlahan, yang kembali pada level sebelum pandemi seiring dengan semakin pulihnya mobilitas.
Di tengah risiko perlambatan ekonomi global dan nasional, konsumsi rumah tangga diharapkan menjadi salah satu pilar penopang perekonomian DIY.
Meskipun demikian, setidaknya terdapat tiga tantangan utama yang perlu diwaspadai. Pertama, perlambatan ekonomi global, dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi perekonomian, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif. Hal ini tentu perlu diwaspadai, terutama dampaknya terhadap kinerja ekspor DIY.
Kedua, berlanjutnya isu ketahanan pangan akibat faktor cost-push. Berlanjutnya cuaca ekstrem di berbagai negara penghasil pangan akibat krisis iklim diprakirakan berpengaruh terhadap inflasi pangan jenis impor. Ketiga, menjaga daya beli masyarakat dan mendorong penguatan social finance, hal ini penting bagi kita untuk menjaga konsumsi dan sumber pembiayaan alternatif bagi masyarakat.
“Melihat potensi dan risiko ekonomi yang dihadapi DIY kedepan, Bank Indonesia meyakini pada 2023 ekonomi DIY akan tumbuh pada kisaran 4,6-5,4 persen (yoy). Sedangkan, tekanan inflasi diperkirakan menurun pada triwulan II/2023," ujarnya.
Kepala Biro Perekonomian DIY mewakili Sekretaris Daerah DIY, Yuna Pancawati berharap diperlukan sinergi dan kolaborasi yang kokoh antar seluruh stakeholders, serta menjaga komitmen agar perbaikan perekonomian terus berlanjut di 2023. "Optimisme pemulihan ekonomi DIY juga perlu diwujudukan dengan implementasi kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas," katanya.
Pada PTBI 2022, provinsi DIY berhasil meraih BI Awards untuk kategori Provinsi dengan Pencapaian QRIS Terbaik. Penghargaan ini mengindikasikan sinyal positif pada komitmen BI DIY dan Pemda DIY dalam melanjutkan akselerasi transformasi digital di DIY.
Dalam mewujudkan perekonomian DIY yang semakin baik, tentunya tidak terlepas dari sinergi dan inovasi antara BI DIY dengan pemerintah daerah, perbankan, akademisi, asosiasi, pelaku usaha, media, para mitra kerja, seluruh stakeholder lain, serta seluruh masyarakat DIY dalam upaya memantapkan kontribusi dalam mewujudkan akselerasi pemulihan perekonomian DIY menuju Indonesia maju dan sejahtera.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Pemerintahan Prabowo Diminta Bangun Industri LPG Bahan Baku Lokal
- Toko Online Temu Asal China Dilarang Masuk Indonesia, Ini Alasan Menkominfo
- Mendag Sita 11.000 Ton Siku Baja Tanpa SNI Senilai Rp11 Miliar
- Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia Diklaim Mampu Menarik Investasi dari Jepang
- Harga Rokok di Indonesia Disebut Terlalu Murah, Picu Banyaknya Perokok
Advertisement
Pengajuan Bantuan RTLH ke Pemkab Kulonprogo Belum Direspons, Begini Tanggapan DPUPKP
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Harga Emas Antam Hari Ini, 11 Oktober 2024, Naik Jadi Rp1,48 Juta per Gram
- Sejarah Panjang Bong Suwung yang Kini Suwung usai Ditertibkan KAI
- Harga BBM Turun Bisa Bikin Deflasi Lagi? Ini Penjelasan BPS DIY
- Hasil Table Top di Bali, Asita DIY Sebut Masih Banyak PR untuk Gaet Wisman ke Jogja
- Tekan Angka Stunting, Alfamart Sahabat Posyandu Kembali Digelar di Kota Jogja
- PAFI Kota Kediri Berkontribusi pada Peningkatan Kompetensi Apoteker
- Yamaha Rilis Varian dan Warna Terbaru Fazzio Hybrid Series, Skutik Gen Z yang Auto Worth It
Advertisement
Advertisement