Advertisement
Tarif Trump Tak Guncang Pasar, The Fred Berpeluang Pangkas Suku Bunga

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA— Pengumuman final tarif perdagangan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump awal Agustus 2025 tidak memicu gejolak besar di pasar keuangan, meski tarif tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Syuhada Arief menilai kondisi tersebut menjadi peluang bagi bank sentral AS alias The Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga acuan Fed Funds Rate (FFR) satu hingga dua kali sebelum akhir tahun.
Advertisement
Menurut Syuhada dalam keterangan di Jakarta, Senin, ada dua faktor utama yang membuat pasar relatif tenang. Pertama, kepastian kebijakan tarif mengurangi ketidakpastian yang membayangi sejak awal pemerintahan Presiden Donald Trump.
“Pengumuman final serangkaian tarif perdagangan AS di awal Agustus dengan berbagai kategorinya seperti tarif dasar, tarif resiprokal, dan tarif sektoral/spesifik mengurangi ketidakpastian yang ada sejak awal pemerintahan Presiden Trump, dan membuat postur tarif perdagangan dunia ke depan semakin terbentuk lebih jelas,” katanya.
Kedua, besaran tarif final ternyata tidak setinggi angka yang diumumkan pada April 2025. Pasar memandang tarif final tersebut lebih rendah dari berbagai proyeksi sebelumnya.
“Walaupun tidak seburuk prediksi awal, kenaikan tarif perdagangan AS untuk dunia tidak bisa diabaikan, karena lonjakannya cukup tinggi dari kisaran 2 persen di akhir 2024 menjadi kisaran 18 persen di Agustus 2025,” jelas Syuhada.
Sementara, berdasarkan proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) per Juli 2025, pertumbuhan ekonomi global tahun ini diperkirakan 3,0 persen, lebih rendah dari proyeksi awal Januari sebesar 3,3 persen, namun membaik dibandingkan revisi April yang hanya 2,8 persen.
"Selain tarif, revisi kenaikan di bulan Juli ini juga didasari ekspansi fiskal di banyak negara yang meningkatkan likuiditas, serta kecenderungan pelemahan nilai tukar dolar AS yang membuat tekanan pasar finansial mereda,” ujar Syuhada.
Bagi perekonomian AS sendiri, lanjutnya, tarif yang lebih tinggi berpotensi memicu inflasi meski dampaknya belum terlihat jelas di semester I 2025 karena strategi frontloading oleh importir.
Meski demikian, tanda-tanda pelemahan konsumsi mulai muncul, tercermin dari pertumbuhan belanja sektor swasta di dalam negeri (private domestic purchase) pada kuartal II yang hanya 1,2 persen, terendah sejak kuartal IV 2022.
“Hal ini pun sudah mulai terlihat dari data sektor tenaga kerja non farm payroll yang rata-rata hanya tumbuh 35 ribu per bulan, level terendah sejak pandemi," ungkapnya.
Dengan kondisi tersebut, MAMI memandang The Federal Reserve (The Fed) memiliki ruang cukup besar untuk memangkas suku bunga acuan FFR satu hingga dua kali sebelum akhir tahun.
"Kami menilai The Fed masih memiliki ruang, bahkan lebih terbuka, untuk menurunkan FFR satu sampai dua kali sampai akhir tahun, dengan pandangan bahwa peningkatan tekanan inflasi akan bersifat sementara, di sisi lain pelemahan ekonomi sangat krusial untuk ditangani," tutup Syuhada.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penjualan Ambyar di Juli 2025, Sigra Masih Pimpin Pasar LCGC
- Bank Indonesia Ungkap Pengguna QRIS di DIY Hampir Sejuta di Semester I 2025
- Penjualan Kendaraan Roda Empat di Asia Tenggara, Malaysia Ungguli Indonesia
- Imbas Isu Beras Oplosan, Penggilingan Padi Ramai-ramai Tutup
- Harga Emas Pegadaian 8 Agustus, UBS naik, Antam-Galeri24 turun
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Warga Yang Tak Pernah Menabung Berkurang dari 26,7 jadi 24,9 Persen
- Harga Cabai Rawit dan Bawang Merah Turun
- Harga Emas Antam Hari Ini Turun Tipis
- Menteri Perumahan Bantah Industri Properti Loyo
- Bank Indonesia Ungkap Pengguna QRIS di DIY Hampir Sejuta di Semester I 2025
- Tarif Trump Tak Guncang Pasar, The Fred Berpeluang Pangkas Suku Bunga
- Wisatawan Asal Malaysia Sumbang 35,82 Persen Jumlah Turis Asing ke DIY pada Juni 2025
Advertisement
Advertisement