Advertisement
Upah Minimum Naik, Industri Tekstil Waspadai PHK dan Otomatisasi
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) - ilustrasi - Freepik
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memperingatkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 berpotensi mendorong pengusaha tekstil melakukan efisiensi melalui pengurangan tenaga kerja dan percepatan penggunaan robot serta otomatisasi produksi.
Pemerintah sebelumnya menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan. Formula baru penetapan upah minimum yakni inflasi + (pertumbuhan ekonomi × alfa) dengan rentang alfa 0,5–0,9. Sebelumnya, nilai alfa berada di kisaran 0,10–0,30.
Advertisement
Wakil Ketua API, Ian Syarif, mengatakan kenaikan upah yang sulit diprediksi akan mengganggu daya tahan dunia usaha, sehingga langkah efisiensi menjadi keniscayaan.
“Industri TPT akan menentukan kebijakan strategis pada robotik dan otomatisasi untuk menggantikan sebanyak mungkin tenaga kerja, sehingga upaya penciptaan lapangan kerja tidak akan tercapai,” kata Ian dalam konferensi pers di Kantor Pusat API Jakarta, Senin (22/12/2025).
Ia menjelaskan, kenaikan upah minimum akan menyebabkan beban biaya produksi meningkat signifikan, sementara pendapatan industri tidak bertambah sebanding. Kondisi ini membuat anggaran reinvestasi tergerus karena biaya tenaga kerja menyerap porsi terbesar.
Akibatnya, ekspansi dan pemutakhiran mesin produksi berpotensi menurun drastis atau bahkan hilang. Di sisi lain, pengusaha memiliki opsi beralih pada investasi mesin dan teknologi yang menggantikan tenaga kerja manusia.
“Ketidakpastian iklim investasi akan mendorong terjadinya deindustrialisasi, industri tutup, dan berubah menjadi bisnis perdagangan. Deindustrialisasi ini berisiko meningkatkan jumlah pekerja informal yang rentan secara perlindungan dan status hubungan kerja,” jelasnya.
Ian menambahkan, implementasi kebijakan pengupahan tersebut harus menjadi perhatian serius, karena PP Pengupahan mendelegasikan penentuan kenaikan upah minimum kepada pemerintah daerah, baik bupati, wali kota, maupun gubernur.
“Kondisi ini berpotensi memunculkan politisasi pengupahan kembali, yang pada akhirnya menciptakan keraguan dunia usaha terhadap menurunnya peran pemerintah pusat dalam kebijakan strategis nasional,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa, mengatakan pelaku industri tekstil dan garmen nasional mengkhawatirkan ketidakpastian regulasi pengupahan yang dapat menurunkan optimisme dunia usaha.
“Jika optimisme surut, pengusaha manufaktur akan cenderung bergeser menjadi pedagang. Hal ini mengakibatkan perlambatan ekspansi industri yang seharusnya mampu menyerap tenaga kerja,” jelasnya.
Ia menegaskan, robotik dan otomatisasi berpotensi menjadi pilihan utama industri dalam menghadapi tekanan biaya.
“Padahal, saat ini negara membutuhkan jutaan lapangan kerja dan kebutuhan tersebut seharusnya dapat dipenuhi oleh sektor padat karya,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Upah Minimum Naik, Industri Tekstil Waspadai PHK dan Otomatisasi
- Harga Emas Antam Naik Rp11.000, Kini Rp2.502.000 per Gram
- KSPI Perkirakan Kenaikan UMP 2026 Hanya 4-6 Persen
- Penundaan Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan Dinilai Tepat
- Promo Libur Nataru Pertamina: BBM, Bright Gas, dan Hotel Patra Jasa
Advertisement
Jadwal Lengkap KA Bandara YIA-Tugu Jogja Selasa 23 Desember 2025
Advertisement
Jepang Naikkan Biaya Visa dan Pajak Turis untuk Atasi Overtourism
Advertisement
Berita Populer
- Harga Emas Pegadaian Hari Ini Stabil, UBS & Galeri24
- Harga Cabai Rawit dan Bawang Merah Nasional Turun
- Harga BBM Pertamina hingga Shell Stabil Jelang Nataru
- Samsung Biologics Akuisisi Pabrik Obat GSK US$280 Juta
- Harga Emas Antam Naik Rp11.000, Kini Rp2.502.000 per Gram
- Viral Roti O Tolak Pembayaran Tunai, Ini Aturan Tegas BI
- Upah Minimum Naik, Industri Tekstil Waspadai PHK dan Otomatisasi
Advertisement
Advertisement



