Advertisement

Kerajinan Namu Terapkan Kreativitas hingga SOP Produksi

Rheisnayu Cyntara
Sabtu, 02 Maret 2019 - 10:30 WIB
Mediani Dyah Natalia
Kerajinan Namu Terapkan Kreativitas hingga SOP Produksi Ery Seprizal - Ist

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Bisnis kreatif bagi Ery Seprizal tak hanya berkaitan dengan produk tetapi juga sebuah cara untuk menjalankan usaha tersebut. Oleh karenanya di Namu, kreativitas diterapkan bahkan hingga standar operasional prosedur produksi.

Menggabungkan seni dengan bisnis bukan hal yang mudah. Namun bukan berarti sama sekali tidak bisa. Sebab menurutnya selama punya nilai kemanfaatan, seni bisa punya nilai jual yang tinggi. Hingga kini Ery masih terus mencari formula yang tepat untuk memadukannya dalam menjalankan bisnis Namu. Sebuah merek yang bergerak di bidang kerajinan dengan menggunakan limbah sebagai bahan baku.

Advertisement

Saat ditemui pada Kamis (28/2), Ery yang kini tengah mencoba mengembangkan Namu sebagai payung besar produk kerajinan berkisah. Namu sebenarnya berawal dari tugas akhir masa studinya di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) pada 2015 lalu. Kala itu sebagai mahasiswa jurusan Seni Murni, Ery membuat karya patung untuk tugas akhirnya. Ia mulai berpikir untuk serius menciptakan pasar dari karya yang ia buat. Namun ia sadar, ada berbagai kendala untuk produk yang punya dimensi besar seperti patung. "Patung punya banyak kendala, di antaranya modal besar, tempat penyimpanan yang besar, keuntungan juga susah. Akhirnya mikir gimana kalau diperkecil [ukuran produknya] dan mulai melirik ke aksesori," katanya.

Berbeda dengan produk aksesori yang sekarang diproduksinya. Kalung, anting, maupun gelang dari limbah industri kerajinan kayu, keong/ kerang, kain dan resin menurutnya cukup mudah diproduksi. Bahkan ia sama sekali tak perlu mengeluarkan banyak dana untuk mendapatkan bahan baku. Sebab baginya semua limbah industri adalah bahan baku karena masih bisa dimanfaatkan. "Bagi saya yang namanya limbah hanya ada dua yakni gas dan cair, selama sudah tidak bisa diolah lagi itulah limbah," ucapnya.

Ery mengaku sebenarnya tak terlalu mengerti bagaimana ukuran skala dan segala penghitungan teknis dalam membuat sebuah produk kerajinan. Sebab pada saat menjalani studi, ia lebih fokus dengan seni lukis. Namun akhirnya dengan skala dan bentuk yang tak beraturan dalam membuat produk aksesori, bagi Ery hal itu malah bisa membuat portofolionya lebih beragam.

Memulai bisnis pada pertengahan 2016, Ery belum berpikir untuk menggunakan platform online melalui media sosial untuk memasarkan produknya. Maka mulanya ia memasarkan produknya dengan mengikuti beberapa pameran yang diadakan oleh pemerintah. Bahkan ia berhasil menembus pameran Inacraft.

"Saat itu saya kurang yakin juga bagaimana saya bisa jual produk saya ini. Bahkan produk yang akan dipamerkan pada pameran sebesar itu saya bawa dengan plastik hitam. Enggak disangka-sangka hari keempat penyelengaraan pameran, produk kami hampir habis terjual. Padahal masih ada satu hari lagi, akhirnya mau tak mau produk harus kami sisihkan untuk hari terakhir," ujarnya.

Perkenalan dengan penjualan daring baru dimulai saat Namu bergabung dengan Rumah Kreatif Jogja (RKJ) pada 2017. Dari situlah Ery mendapat banyak pembekalan untuk mengembangkan bisnisnya. Termasuk menjual produk melalui market place dan media sosial.

 SOP yang Kreatif

Namun bagi Ery, produk dan cara penjualan yang kreatif tak cukup. Ia terus berusaha memutar otak untuk menjalankan bisnis ini dengan fleksibel. Tak mau dibebani dengan proses produksi dan penjualan, Ery pun memilih untuk memproduksi dengan menggandeng pihak ketiga (vendor). Ia menyebutnya sebagai sistem nirmana. Sebuah terminologi dari dunia seni yang mengacu pada bentuk yang abstrak. "Artinya saya mencoba membangun sistem yang fleksibel bagi semua yang terlibat. Baik saya ataupun vendor mendapatkan keuntungan, sekaligus bisa memberdayakan orang-orang di sekitar Namu agar bisa mendapatkan penghasilan," ucapnya. Contoh produk Namu/Ist

Maka hingga saat ini, produksi Namu tak dilakukan tiap hari. Namun sekali produksi bisa mencapai jumlah ribuan untuk kemudian distok di beberapa marketplace dan toko offline dengan sistem titip jual. Hal itu menurut Ery dilakukannya untuk meminimalkan pekerja sehingga cost produksi bisa ditekan. Namun tetap menguntungkan bagi semua pihak.

Sistem yang Ery bangun ini mulai berjalan baik setelah beberapa tahun diterapkan. Namun Ery tak mau berhenti sampai di situ saja. Kini ia tengah mencoba untuk melegalisasi bisnisnya menjadi sebuah CV dan mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan. Bukan urusan yang mudah baginya namun Ery tak mau putus asa. "Saya ingin Namu nantinya jadi semacam platform, payung besar untuk produk-produk kerajinan dan mungkin gerakan untuk memanfaatkan bahan baku industri yang mudah kita temukan," tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Ini Rekayasa Lalu Lintas yang Disiapkan Polres Bantul Untuk Atasi Kemacetan saat Libur Lebaran

Bantul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 19:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement