Advertisement
Aturan Penambahan Kewenangan LPS Dinilai Cacat Hukum
Peraturan baru yang memberikan tambahan kewenangan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dianggap cacat hukum. (Bisnis/Abdullah Azzam)
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2020 dinilai cacat hukum. Peraturan tersebut mengatur kewenangan tambahan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) untuk menyelamatkan bank sakit dan penempatan dana pada bank yang kesulitan likuiditas selama pandemi virus corona.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai PP itu bertentangan secara prinsipiil dengan keberadaan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2020 yang mengatur ihwal kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi virus corona.
Advertisement
“Biasanya hal-hal strategis tidak cukup dengan PP saja karena PP itu berisi delegasi lebih lanjut dari apa yang diatur dalam UU. PP itu memunculkan norma baru saja tidak boleh dalam teorinya apalagi memunculkan kewenangan baru, cuma kita ini tidak tertib,” katanya saat dihubungi Bisnis, pada Jumat (10/7/2020).
Dia mengibaratkan PP itu sebagai produk hukum yang tidak perlu persetujuan rakyat. Padahal, menurutnya, dalam kebijakan strategis ini pemerintah perlu melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pemegang kekuasaan legislatif.
“Jika ingin ditambahkan kewenanganya ubah UU-nya. Kalau penambahan wewenang [LPS] diatur dalam PP itu secara teoritis bertentangan dengan UU,” kata dia.
Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) diberikan kewenangan tambahan berupa penyelamatan bank sakit dan penempatan dana pada bank yang kesulitan likuiditas selama pandemi virus corona.
Kewenangan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No.33/2020 yang mengatur mengenai Pelaksanaan Kewenangan LPS. Peraturan diundangkan 7 Juli 2020.
Poin utama dalam aturan itu LPS bisa menyelamatkan bank sakit atau dalam pengawasan intensif yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu tertuang dalam Pasal 3 ayat (1). "Persiapan penanganan bank dilaksanakan sejak bank ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan intensif oleh OJK," demikian bunyi beleid tersebut.
Dalam rangka persiapan penanganan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPS berkoordinasi dengan OJK untuk melakukan pertukaran data atau informasi bank, pemeriksaan bersama terhadap bank dan kegiatan lainnya dalam rangka persiapan resolusi oleh LPS.
Ketentuan ini berbeda dari sebelumnya. Dalam UU No. 24/2004 disebutkan bahwa LPS hanya boleh menyelamatkan atau menutup bank ketika sudah dinyatakan menjadi bank gagal. Apabila bank ditutup LPS membayar klaim nasabah, sedangkan apabila diselamatkan baru bisa menyuntikan modal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Ungkap Kasus Proyek Kereta Cepat, Mahfud MD Siap Dipanggil KPK
Advertisement
Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Meta PHK Ratusan Karyawan Divisi AI
- 653 Penumpang Dievakuasi Setelah LRT Jabodebek Mengalami Kendala
- Pemerintah Siapkan Regulasi Perkuat Koperasi Masjid
- Mendagri dan Menkeu Satu Suara, Dana Daerah Harus Segera Dibelanjakan
- Pertamina Diminta Jadikan SPBU Lebih Nyaman dan Ramah Konsumen
- Harga Kopi Dunia Melonjak, Kekeringan di Brasil Tekan Pasokan Global
- Komisi XI DPR Soroti Dana Kas Daerah Mengendap Rp234 Triliun
Advertisement
Advertisement



