Advertisement

Aturan Penambahan Kewenangan LPS Dinilai Cacat Hukum

Nyoman Ary Wahyudi
Sabtu, 11 Juli 2020 - 07:27 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Aturan Penambahan Kewenangan LPS Dinilai Cacat Hukum Peraturan baru yang memberikan tambahan kewenangan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dianggap cacat hukum. (Bisnis/Abdullah Azzam)

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA — Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2020 dinilai cacat hukum. Peraturan tersebut mengatur kewenangan tambahan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) untuk menyelamatkan bank sakit dan penempatan dana pada bank yang kesulitan likuiditas selama pandemi virus corona.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai PP itu bertentangan secara prinsipiil dengan keberadaan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2020 yang mengatur ihwal kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi virus corona.

Advertisement

“Biasanya hal-hal strategis tidak cukup dengan PP saja karena PP itu berisi delegasi lebih lanjut dari apa yang diatur dalam UU. PP itu memunculkan norma baru saja tidak boleh dalam teorinya apalagi memunculkan kewenangan baru, cuma kita ini tidak tertib,” katanya saat dihubungi Bisnis, pada Jumat (10/7/2020).

Dia mengibaratkan PP itu sebagai produk hukum yang tidak perlu persetujuan rakyat. Padahal, menurutnya, dalam kebijakan strategis ini pemerintah perlu melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pemegang kekuasaan legislatif.

“Jika ingin ditambahkan kewenanganya ubah UU-nya. Kalau penambahan wewenang [LPS] diatur dalam PP itu secara teoritis bertentangan dengan UU,” kata dia.

Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) diberikan kewenangan tambahan berupa penyelamatan bank sakit dan penempatan dana pada bank yang kesulitan likuiditas selama pandemi virus corona.

Kewenangan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No.33/2020 yang mengatur mengenai Pelaksanaan Kewenangan LPS. Peraturan diundangkan 7 Juli 2020.

Poin utama dalam aturan itu LPS bisa menyelamatkan bank sakit atau dalam pengawasan intensif yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu tertuang dalam Pasal 3 ayat (1). "Persiapan penanganan bank dilaksanakan sejak bank ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan intensif oleh OJK," demikian bunyi beleid tersebut.

Dalam rangka persiapan penanganan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPS berkoordinasi dengan OJK untuk melakukan pertukaran data atau informasi bank, pemeriksaan bersama terhadap bank dan kegiatan lainnya dalam rangka persiapan resolusi oleh LPS.

Ketentuan ini berbeda dari sebelumnya. Dalam UU No. 24/2004 disebutkan bahwa LPS hanya boleh menyelamatkan atau menutup bank ketika sudah dinyatakan menjadi bank gagal. Apabila bank ditutup LPS membayar klaim nasabah, sedangkan apabila diselamatkan baru bisa menyuntikan modal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Sultan Soal Jalan Godean Rusak: Kalau Anggaran Belum Ada Tambal Dulu

Jogja
| Selasa, 19 Maret 2024, 13:07 WIB

Advertisement

alt

Ribuan Wisatawan Saksikan Pawai Ogoh-Ogoh Rangkaian Hari Raya Nyepi d Badung Bali

Wisata
| Senin, 11 Maret 2024, 06:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement