Ini Tips Mengelola Keuangan saat Resesi
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2020 diperkirakan kembali negatif alias masuk ke zona resesi sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pada kuartal ketiga pertumbuhan ekonomi diproyeksi minus 2,9 persen hingga minus 1,0 persen. Angka ini direvisi dari proyeksi sebelumnya minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen.
Advertisement
Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani mengatakan pendapatan masyarakat turun secara keseluruhan selama masa pandemi, sehingga membutuhkan sistem pengelolaan keuangan pribadi atau keluarga yang konservatif.
BACA JUGA : Ini Dampak yang Terjadi di Masyarakat ketika Resesi Tiba
"Tahun memang sangat berat. Secara general pola pengaturan keuangan yang konservatif dan lebih teliti pada tahun ini sangat diperlukan," katanya.
Dia memaparkan kelompok masyarakat yang mendapat tekanan paling besar adalah masyarakat kelas menengah bawah, yang pendapatannya bisa turun hingga 2 persen.
Kelompok ini, menurutnya harus mulai teliti dalam menyusun semua anggaran dan lebih fokus hanya pada belanja primer. Semua jenis cicilan berat khususnya kredit pemilikan rumah, harus secara proaktif meminta pihak perbankan untuk restrukturisasi.
Jika hal tersebut masih belum dapat meringankan, solusi subsidi gaji dari pemerintah dapat menjadi pilihan untuk dapat menambal defisit anggaran tahun ini.
Menurutnya, penting juga untuk tidak terlalu mengandalkan pinjaman jangka pendek seperti kartu kredit atau bahkan dari fintech yang bunganya tinggi.
BACA JUGA : Mahfud MD: Resesi Jangan Disalahartikan dengan Krisis
"Justru akan lebih baik jika kelompok ini sadar dan mulai berwirausaha, dan memanfaatkan KUR. Bagaimana pun peluang usaha masih tetap ada selama masa pandemi. Ini justru bisa menjadi solusi paling ampuh untuk menutupi pendapatan yang turun, bahkan setelah masa pandemi," imbuhnya.
Sementara itu, untuk kelas masyarakat kelas menengah atas yang pendapatannya masih tumbuh meski tipis tetap dapat melanjutkan kebiasaan menabungnya.
Hanya saja, instrumen tabungan atau investasi harus tetap harus sesuai dengan kebutuhan konsumsi salama periode pandemi.
Jika tidak ada rencana untuk melakukan konsumsi besar tabungan dapat dialihkan ke simpanan berjangka yang bunganya berkisar 4,5 persen per tahun.
BACA JUGA : Bantuan Sosial Tetap Harus Disalurkan saat Resesi Tiba
"Bahkan jika prediksi tentang idle money masih besar, maka penempatan pada surat utang negara bisa jadi lebih relevan. Atau bisa memilih instrumen di pasar modal, yang mana banyak saham perusahaan bagus sedang diskon," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ribuan Orang Teken Petisi Tolak PPN 12 Persen
- Harga Emas Antam Hari Ini 20 November Naik Signifikan, Rp1.498 Juta per Gram
- Garuda Indonesia Dukung Rencana Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat
- Dampak Aksi Boikot 47 Gerai KFC Tutup, 17 Restoran Pizza Hut Berhenti Beroperasi
- Harga Emas Antam Hari Ini 18 November 2024 Naik Signifikan, Rp1.476 Juta per Gram.
Advertisement
Lewat Film, KPU DIY Ajak Masyarakat untuk Tidak Golput di Pilada 2024
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Indonesia Segera Realisasikan Investasi US$8,5 dari 10 Perusahaan di Inggris
- Harga Emas Antam Naik Rp21.000 Hari Ini, Sabtu 23 November 2024, Pergram Dibanderol Rp1.541.000
- Kiprahnya Diakui Hingga Internasional, Contact Center PLN Site Semarang Siap Layani Masyarakat Jelang Nataru
- OJK DIY: Ada 7 Alasan Pelajar dan Mahasiswa Mudah Terjerat Judi Online
- Penurunan BI Rate Tak Serta Merta Turunkan Bunga Kredit, Ini Penjelasan BI DIY..
- UMP 2025 Belum Juga Ditetapkan, Ini Dia Besaran UMP 2024 di Setiap Provinsi
- Tercapai 100%, Pendapatan Negara dari Deviden BUMN Tembus Rp85,5 Triliun Tahun Ini
Advertisement
Advertisement