Advertisement

Keren! 14 Tahun Beroperasi dan Tak Pernah Merugi, Warung Kejujuran Ini Punya Aset Rp50 Juta

Taufiq Sidik Prakoso
Minggu, 04 Agustus 2024 - 21:37 WIB
Arief Junianto
Keren! 14 Tahun Beroperasi dan Tak Pernah Merugi, Warung Kejujuran Ini Punya Aset Rp50 Juta Warga mengisi buku catatan saat membeli barang di warung kejujuran warga RT 027/RW 009, Dukuh Mbangan, Desa Sidorejo, Kemalang, Klaten, Minggu (4/8/2024). - Solopos.com

Advertisement

Harianjogja.com, KLATEN—Beroperasi selama 14 tahun lamanya, warung kejujuran yang beroperasi di RT 027/RW 009, Dukuh Mbangan, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Klaten tak pernah merugi. Berawal dari iuran Rp5.000 per orang, kini warung itu bahkan punya aset hingga Rp50 juta.

Pengelolaan warung digawangi emak-emak satu kampung sebanyak 26 orang. Dulu warung tersebut hanya digelar di pinggir jalan, sedangkan kini menempati bangunan permanen di perkampungan lereng Merapi.

Advertisement

Ukuran warung 4 x 5 meter dan berlokasi di depan rumah warga. Pintu warung memang kerap digembok. Tetapi, warga setempat tahu lokasi penyimpanan kunci itu.

Di dalam warung beraneka barang tersedia seperti sabun mandi, sabun cuci piring, pasta gigi, sampo, beras, gula, telur, tepung, bumbu dapur, elpiji, hingga bahan bakar minyak (BBM). Ada timbangan yang disediakan bagi mereka yang akan belanja telur.

Tak ada yang menjaga di warung itu. Hanya ada buku bersampul batik yang di dalamnya berisi daftar barang yang dibeli warga. Mereka yang berutang ketika membeli sesuatu di warung tersebut membuat kolom berisi barang apa saja yang mereka beli.

Di warung itu juga ada wadah untuk meletakkan duit bagi mereka yang membeli secara tunai. Setiap malam ada ibu-ibu pengelola yang mengecek dan melakukan rekap penjualan hari itu. Secara rutin, ibu-ibu pengelola warung terutama yang masih berusia muda bergiliran kulakan barang.

Di depan warung terdapat papan bertuliskan struktur kelompok usaha bersama (Kube). Pembina Kube itu yakni bapak-bapak.

Sementara posisi ketua, bendahara, sekretaris, seksi usaha, hingga seluruh anggota berjumlah 20-an orang ibu-ibu.

Hal Sederhana

Warung kejujuran tersebut sudah ada sejak 2010, saat warga pulang dari pengungsian dan mulai menata hidup di tempat tinggal mereka pascaerupsi Gunung Merapi. Dukuh Mbangan menjadi salah satu wilayah paling atas perkampungan di lereng Merapi.

Salah satu warga RT 027, Sarjino, menjelaskan warung kejujuran bermula dari hal sederhana. “Biasanya di kampung orang belum tentu punya uang tetapi kebutuhan rumah tangga harus selalu ada. Akhirnya cari jalan bagaimana mengakomodasi kebutuhan warga,” kata Sarjino yang juga Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa [BPD] Sidorejo saat ditemui Solopos.com di Sidorejo, Minggu (4/8/2024).

Akhirnya, warga yang digawangi ibu-ibu menggalang iuran. Setiap pertemuan sekali dalam sebulan, mereka mengumpulkan uang Rp5.000 per orang. Jumlah total ibu yakni 26 orang sesuai jumlah keluarga yang tinggal di RT 027, Dukuh Mbangan.

Hasil iuran kemudian dibelanjakan berbagai barang kebutuhan dasar keluarga seperti sembako. Mereka menggelar lapak di pinggir jalan kampung sekaligus saat pertemuan. “Kemudian terus berkembang. Akhirnya bikin tempat rumah kecil [bangunan semipermanen]. Sekarang sudah bikin tempat permanen,” kata Sarjino.

Sarjino menjelaskan sejak awal memang tidak warga yang ditugasi untuk menjaga warung. Mereka yang akan belanja tinggal datang meletakkan uang sesuai harga barang yang dibeli. Mereka juga bisa membuat catatan barang yang mereka ambil jika belum bisa membayar hari itu atau utang dulu. Setiap malam ada rekap hasil penjualan.

“Sebelumnya semua barang yang dijual berupa sembako lengkap. Kalau sekarang tambah BBM. Karena memang ada kebutuhan untuk itu [Desa Sidorejo jauh dari SPBU]. Ternyata kebutuhan BBM di RT saya itu 100 liter bisa untuk 10 hari,” jelas Sarjino.

Dibagi Rata untuk Anggota

Warung itu benar-benar menerapkan sistem kejujuran. Meski tak ada yang menjaga, warung tersebut tak pernah merugi. Bahkan, warung selalu untung. Setiap tahun ada bagi hasil keuntungan untuk seluruh anggota.

Ibu-ibu yang rutin kulakan juga mendapatkan pengganti uang lelah serta transportasi berupa peralatan rumah tangga hingga sembako setiap tahunnya. Keuntungan dipakai untuk membesarkan usaha bersama itu hingga kini memiliki bangunan permanen.

“Awalnya dulu memang iuran rutin setiap bulan Rp5.000 per orang. Setelah lima tahun berjalan, sudah tidak lagi iuran. Ya karena memang keuntungannya bisa untuk membiayai kebutuhan warung,” kata Sarjino.

Sarjino mengungkapkan warung itu bisa eksis hingga 14 tahun ini karena prinsip saling percaya. Warga menjadikan warung itu sebagai tempat usaha bersama dan mereka saling menjaga eksistensi warung.

“Koperasi itu dianggap saja satu keluarga. Sama-sama saling memiliki. Modal dari mereka keuntungan juga untuk mereka. Masak mau tidak berlaku jujur? Saat ini asetnya Rp50 juta. Dulu modalnya ya hanya Rp5.000 per orang saja,” kata Sarjino.

Salah satu ibu-ibu di RT 027, Dukuh Mbangan, Yuliani, 29, mengatakan warung buka 24 jam. Ketika ada yang beli, warung dibuka. Dia juga mengungkapkan setiap berbelanja warung ia menuliskan barang yang dibeli pada buku catatan. “Kalau barang habis, ibu-ibu yang kulakan. Biasanya yang belanja yang muda-muda dan bergiliran,” jelas Yuliani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Solopos.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Bakal Tata Ulang Pantai Trisik, Begini Perencanaan yang Dilakukan Pemkab Kulonprogo

Kulonprogo
| Senin, 16 September 2024, 18:37 WIB

Advertisement

alt

Kota Jogja Masih Jadi Magnet Wisatawan

Wisata
| Minggu, 08 September 2024, 11:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement