Advertisement
Transaksi Langsung di Jiffina 2019 Ditarget Rp1,12 Triliun
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN--Pameran furnitur terbesar nasional Jogja International Furniture & Craft Fair Indonesia (Jiffina) 2019 telah diluncurkan di di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Sleman, Jumat (25/1/2019) malam. Pada pameran ini panitia menargetkan transaksi langsung selama event sebesar US$80 juta atau sekitar Rp1,12 triliun.
Ketua Committee Jiffina 2019 Endro Wardoyo mengatakan nilai impor yang tumbuh lebih kencang dari nilai ekspor membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia 2018 tumbuh 20,15% menjadi US$188,63 miliar sementara nilai eskpor hanya tumbuh 6,65% menjadi US$180,06 miliar.
Advertisement
"Kehadiran Jiffina ini diharapkan mampu mendorong ekspor Indonesia khususnya ekspor furnitur. Pameran ini sangat potensial mendatangkan pembeli dari berbagai," katanya, Jumat (25/1/2019) malam.
Endro mengatakan pada 2018 nilai transaksi selama Jiffina memang di bawah target yakni US$64 juta atau sekitar Rp896 miliar. Namun. ia melihat kondisi 2019 akan lebih baik. Panitia menargetkan selama pameran berlangsung akan terjadi transaksi yang memuaskan dengan target on the spot sebesar US$80 juta. Selain target on the spot, ada pula target transaksi follow up sebesar US$160 juta atau Rp2,24 triliun.
"2019 lebih optimistis karena kondisi beberapa buyer membaik dan kondisi perekonomian yang lebih baik," ujarnya.
Pada 2018, ada 296 peserta pameran dengan 858 buyer dari 40 negara dengan total beserta pengunjung sebanyak 3.843. Tahun ini, ada 300 peserta pameran dan diharapkan ada 4.500 buyer dan pengunjung baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
"Jiffina telah terbukti menjadi salah satu pameran yang efektif menggaet pengunjung dan buyer luar negeri, pelaku industri memiliki kesempatan untuk memperluas pangsa pasar ekspor mereka,” katanya.
Asisten Sekda Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY Tri Saktiyana mengungkapkan tren mebel pada 1970-an dan 1980-an masih berkiblat ke Eropa. Namun, pada 1990-an kiblatnya bergeser ke asia. "Tiongkok merupakan eksportir terbesar di dunia, VIetnam di urutan kelima, Malaysia urutan ke-12. Indonesia berada di urutan ke-18," ucapnya.
Ia mengatakan Indonesia memiliki potensi untuk mengalahkan Vietnam, tetapi butuh upaya menyinergikan potensi itu. Bahan baku bukan menjadi kendala bagi Indonesia untuk bersaing dengan asing. "Bahan baku mebel dan kerajinan berasal dari kayu dan rotan. Indonesia tempatnya bahan baku. Jadi, bukan masalah baku yang menjadi kendala, tetapi bagaimana memasarkan,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Prabowo Sebut Lahan KAI Bisa Dimanfaatkan untuk Program 3 Juta Rumah
- KKP Targetkan Indonesia Stop Impor Garam pada 2027
- Pengusaha Rokok Berharap Tidak Ada Kenaikan Cukai Tahun Depan
- Domain dot id Tembus 1,3 Juta Pengguna, Buka Peluang Ekonomi Baru
- Harga Minyak Mentah RI, Agustus Turun Jadi 66,07 dolar AS per barel
Advertisement

Juara Nasional dan Internasional, 828 Pelajar DIY Diberi Penghargaan
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Erick Thohir Dilantik Jadi Menpora, Kementerian BUMN Berpotensi Hilang
- Pariwisata Butuh Pembiayaan, Berharap Suku Bunga Bank Turun
- Harga Beras, Bawang, hingga Cabai Rawit Merah Turun Hari Ini
- Permintaan Kredit Belum Terpacu, Ini Kata Gubernur BI
- Pemerintah Siapkan Skema Impor BBM Satu Pintu Pertamina
- Ribuan Koperasi Desa Merah Putih Tunggu Dana Cair dari Bank Himbara
- Iuran JKK Industri Padat Karya Dapat Keringanan hingga 2026
Advertisement
Advertisement