Advertisement
Impor Indonesia Bisa Tumbuh di Atas 2% Tahun Ini

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Impor Indonesia pada tahun ini diperkirakan bisa tumbuh lebih tinggi dari 2 persen. Tetapi, tingginya pertumbuhan impor tersebut dinilai tak perlu dikhawatirkan selama didominasi oleh bahan baku dan penolong demi menggenjot produktivitas industri dalam negeri.
Kementerian Perdagangan menyebutkan ekspor pada 2021 setidaknya harus tumbuh 5 persen dan pertumbuhan impor tidak lebih dari 2 persen jika Indonesia ingin mengejar pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen. Sementara itu, investasi harus tumbuh lebih dari 15 persen dan konsumsi domestik tumbuh 5 persen.
Advertisement
“Saya kira selama impor didorong untuk bahan baku dan barang pendukung produksi tidak masalah, selama tidak didominasi oleh kenaikan barang konsumsi dan bahan baku bisa diolah untuk produk bernilai tambah ke negara tujuan ekspor,” kata ekonom Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohammad Faisal saat dihubungi, Minggu (11/4/2021).
Karena itu, Faisal mengatakan strategi menjemput bola yang digulirkan oleh pemerintah belum lama ini ke negara-negara mitra dagang utama perlu diimbangi dengan kalkulasi yang tepat. Pemerintah harus memastikan kenaikan ekspor yang dibidik tetap lebih tinggi dari kenaikan impor yang berpotensi terjadi.
“Contohnya dengan Amerika Serikat selama pandemi impor barang konsumsi, terutama yang pertanian mengalami kenaikan. Ini bisa merugikan bagi sektor pertanian [dalam negeri],” lanjutnya.
Sepanjang 2020, impor barang konsumsi tercatat turun 10,9 persen dari US$16,45 miliar pada 2019 menjadi US$14,66 miliar. Sementara impor untuk bahan baku dan penolong mengalami koreksi terdalam yakni 18,3 persen dan impor barang modal terkontraksi 16,7 persen dibandingkan dengan 2019.
Dia pun memberi catatan soal fenomena supercycle yang mengerek harga berbagai komoditas akibat naiknya permintaan dan berpeluang membawa keuntungan bagi Indonesia. Faisal mengatakan Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan kondisi yang sifatnya sementara tersebut.
“Keuntungan dari periode supercycle bukanlah sesuatu yang sustainable. Jangan terlena dan agenda transformasi ekspor harus berlanjut. Berkaca pada Vietnam dan negara Asia Timur lainnya, memang perlu tahap dari yang awalnya mengandalkan produk komoditas ke produk manufaktur,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- 404.192 Badan Usaha Terjerat Kredit Macet Ke Pinjol, Naik Tajam
- Bank Syariah Matahari Milik Muhammadiyah Incar BPRS di Jogja untuk Merger
- Akhir Libur Sekolah, Sejumlah Tol Jasa Marga Diskon 20 Persen hingga 13 Juli 2025, Ini Daftarnya
- Begini Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2025 Menurut Apindo DIY
- Kementerian PKP Tegaskan Regulasi Rumah Bersubsidi Kembali ke Versi 2023
Advertisement

26 Pembuang Sampah Liar di Bantul yang Terekam CCTV Belum Ditindak, Ini Alasannya
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Hingga Juli 2025 Sebanyak 2.495 Pekerja di DIY Terkena PHK
- Pesan Menteri Nusron dalam Forum Pembangunan Wilayah di Sulteng: Tata Ruang Harus Ketat demi Jaga Ketahanan Pangan
- Rapim Semester I, Menteri Nusron Minta Jajaran Evaluasi Tunggakan dan Layanan Elektronik
- Buka Dealer Baru di Jogja, Aion Hadirkan 3 Mobil Listrik Andalan
- Kementerian Pertanian Sebut 212 Produsen Beras Berbuat Curang, Polri Segera Bertindak
- Masih Ada Diskon Tiket Kereta Api Sebesar 30 Persen hingga Akhir Juli 2025
- Pemerintah Salurkan Beras Bersubsidi Program SPHP, Dijual dengan HET Rp12.500 per Kg untuk Pulau Jawa
Advertisement
Advertisement