Advertisement
Edukasi Keuangan Harus Terus Didorong untuk Cegah Pinjol Ilegal

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Fintech peer to peer lending (P2P) atau pinjaman online (pinjol) dapat membantu pembiayaan masyarakat, namun kebutuhan masyarakat yang lebih besar menjadi celah pinjol ilegal. Literasi yang rendah mengenai pinjol menjadi penyebab masyarakat terjerat. Edukasi ke masyarakat pun terus ditingkatkan untuk mencegah masyarakat terjerat pinjol ilegal.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI GKR Hemas mengatakan maraknya pinjol ilegal dikarenakan literasi tentang fintech khususnya pinjol masih kurang. “Adanya pinjol ilegal, merupakan hal negatif. Padahal pinjol sebenarnya peer to peer lending tidak berkonotasi negatif. Ini hak dasar manusia untuk bertransaksi dan mendapatkan modal, bantuan keuangan,” ujar GKR Hemas, dalam Webinar Talkshow Peran Fintech dan Perbankan dalam Mendukung Inklusi Keuangan, Kamis (28/10/2021).
Advertisement
Agar target inklusi dan literasi keuangan mencapai target yang telah ditentukan, GKR Hemas memberikan sejumlah saran. “Setiap UMKM harus melebur dalam fintech, literasi diperkuat, keluarga dan teman-teman UMKM diajak ikut serta. Kita memasuki masa ketika uang dan jasa berubah jadi digital. Jangan ragu yakinkan perkembangan teknologi,” ujar GKR Hemas.
GKR Hemas juga meminta pada organisasi perangkat daerah (OPD) untuk memberikan pelatihan business matching, serta market access yang baru. Masyarakat juga tidak perlu ragu memulai investasi, dengan fintech dapat bergerak dalam nyata atau dengan saham.
“Jangan lupa juga untuk memeriksa data informasi dari OJK. OJK adalah kunci, kita bisa merasa aman keuangan dan investasi. Penyedia fintech apa sudah terdaftar. Jangan mudah tergiur keuntungan melimpah, jangan terganggu dengan nama besar, jangan terbujuk rayuan. Bisnis fintech memang berisiko. Risiko bisa berkurang banyak jika koordinasi OJK,” ucapnya.
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Dinkop UKM) DIY, Srie Nurkyatsiwi, mengatakan pandemi telah membuat UMKM terdampak, mulai dari pendapatan yang menurun, pekerja dirumahkan, pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga permasalahan permodalan. Pemerintah pun telah mencoba membantu dengan berbagai hal untuk mengurai permasalahan yang ada.
Siwi mengatakan saat ini memang ada alternatif untuk mendapatkan permodalan yaitu dengan pinjol. Pada kondisi saat ini banyak masyarakat membutuhkan permodalan yang cepat, dan mudah. Sayangnya hal tersebut dimanfaatkan dengan pinjol ilegal.
“Literasi masyarakat juga belum optimal. Banyak yang asal pinjam, tanpa tahu risiko. Kami turut berkomitmen melindungi masyarakat, UMKM, dari pinjol ilegal. Kami mendukung upaya literasi keuangan, komunikasi yang aktif. meningkatkan kewaspadaan pelaku UMKM, atas pinjol ilegal,” ujar Siwi.
Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L. Tobing, mengatakan sebenarnya pinjol cukup membantu masyarakat berdasarkan data penyaluran uang yang ada. “Sebagai perkembangan inovasi keuangan digital, dan membantu yang tidak bankable, alternatif dari dana pinjol ini,” ucap Tongam.
Ada sejumlah penyebab maraknya pinjol ilegal. Pinjol ilegal punya peluang. Lalu, kesulitan pemberantasan dikarenakan lokasi server banyak ditempatkan di luar negeri. Sementara itu, tingkat literasi masyarakat masih rendah. “Kedua, adanya kebutuhan mendesak karena kesulitan keuangan. Oleh karenanya kami juga mendidik masyarakat agar tidak konsumtif. Berutang cerdas,” ujarnya.
Selain itu, Tongam juga memberikan sejumlah tips, di antarnaya pinjam pada fintech peer to peer lending yang terdaftar OJK. Pinjam sesuai kebutuhan dan kemampuan. Pinjam untuk kepentingan yang produktif. Pahami manfaat biaya, bunga, jangka waktu, denda dan resikonya.
Berbagai langkah yang akan diambil sebagai solusi terkait permasalahan pinjol ini, di antarnaya dalam jangka pendek, edukasi masyarakat, pemblokiran, penegakan hukum. Dalam jangka menengah panjang, perlu akses pendanaan yang lebih luas kepada masyarakat, program peningkatan pendapatan masyarakat. “Kami juga mendorong UU Perlindungan Data Pribadi dan UU Fintech,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan pinjol legal memiliki sejumlah hal yang harus dipatuhi oleh para anggota. Ia mengatakan antara pinjol legal dan ilegal melakukan usaha yang berbeda. Ia juga mengatakan pinjol sebenarnya membantu masyarakat, namun kebutuhan masyarakat yang lebih besar dimanfaatkan pinjol ilegal.
“Ada pedoman perilaku dari AFPI, kami selalu melakukan edukasi, menghindari fintech ilegal. Upaya yang kami lakukan, pertama transparansi produk dan metode penawaran produk layanan. Kedua pencegahan pinjaman berlebih. Ketiga praktik yang manusiawi. Seperti larangan penggunaan kekerasan fisik dan mental,” ujar Sunu.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY Parjiman mengatakan bersama dengan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) membuka peluang masyarakat lebih mudah mendapatkan pendanaan, dengan kredit pembiayaan melawan rentenir yang merupakan kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh lembaga jasa keuangan formal kepada pelaku UMKM dengan proses cepat, mudah dan berbiaya rendah untuk mengurangi ketergantungan/ pengaruh entitas kredit informal atau ilegal.
“Manfaat bagi UMKM menjadi alternatif sumber permodalan dengan proses cepat, mudah, berbiaya rendah dan persyaratan sederhana, yang dibutuhkan untuk memulai atau mengembangkan usaha. Memutus rantai ketergantungan pelaku UMKM terhadap entitas LJK informal/ ilegal. Ikut berpartisipasi dalam program pemerintah memajukan ekonomi daerah dan membuka kesempatan kerja,” ujar Parjiman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Negosiasi Tarif Impor, Amerika Serikat Persoalkan Penggunaan QRIS dan GPN di Indonesia
- Harga Emas Hari Ini Kembali Meroket, Tembus Rp2,04 Juta
- Pemerintah Menyambut Baik Investasi Microsoft Rp27 Triliun untuk Cloud dan AI di Indonesia
- Nego Tarif Impor AS-Jepang, Trump Turun Gunung
- Warga Berbondong-Bondong Beli Emas Batangan, Ini Menurut Ekonom UAJY
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement