Harga Pangan Meroket Jelang Ramadan, Pedagang Pasar Berteriak
Advertisement
Harianjogja.com, SEMARANG—Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mendesak pemerintah untuk mengoptimalkan sentra pertanian yang ada untuk meredam lonjakan harga pangan menjelang Ramadan.
Sekretaris Jenderal Ikappi, Reynaldi Sarijowan menyampaikan harga sejumlah komoditas pangan seperti beras, minyak goreng, cabai, dan bawang melonjak naik jelang Ramadan.
Advertisement
“Perlu ada antisipasi untuk menjaga harga tersebut bisa ditekan dengan upaya khusus dari pemerintah terlebih ada masuk musim panen pertengahan Maret,” kata Reynaldi, Selasa (20/2/2024).
Reynaldi mengungkapkan, harga beras medium telah mencapai Rp14.500 per kilogram sedangkan harga beras premium sudah berada di level Rp18.000 per kilogram hingga Rp19.000 per kilogram.
Kenaikan harga juga terjadi pada komoditas lainnya. Harga minyak goreng di tingkat pedagang telah menyentuh Rp16.500 per kilogram.
Kemudian, berbagai jenis cabai seperti cabai rawit merah sudah berada di level Rp82.000 per kilogram dan cabai rawit besar hampir menyentuh Rp100.000 per kilogram.
Demikian halnya dengan cabai merah keriting yang dilaporkan naik menjadi Rp84.000 per kilogram. “Yang menjadi perhatian kami bawang merah dan bawang putih,” ungkapnya.
Reynaldi menuturkan, harga bawang merah saat ini sudah berada di level Rp39.000 per kilogram. Lonjakan harga juga terjadi pada komoditas bawang putih.
BACA JUGA: Harga Bawang di Jogja Melonjak, Ternyata Ini Penyebabnya menurut Disperindag
Meski didatangkan melalui impor, harga bawang putih saat ini dipatok sebesar Rp43.000 per kilogram.
Selanjutnya, harga daging ayam rata-rata dipatok sebesar Rp40.000 per kilogram, telur ayam menjadi Rp29.000 per kilogram, dan gula pasir terpantau melonjak naik menjadi Rp17.000 per kilogram.
Sementara itu, Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (Core), Eliza Mardian menilai, pemerintah harus memastikan kelancaran distribusi dan pengawasan yang ketat mengingat distribusi sangat menentukan harga.
Struktur pasar komoditas pertanian, kata dia, cenderung oligopsoni di tingkat petani dan oligopoli di tahapan selanjutnya. Inilah yang berpotensi menyebabkan asimetris informasi termasuk harga. “Hal ini dapat merugikan konsumen dan petani. Jadi itu yang mesti di awasi,” kata Eliza.
Selain itu, dia meminta pemerintah untuk menyusun database supply demand di semua sentra produksi pangan, perikanan, dan peternakan. Melalui data tersebut, pemerintah dapat memantau stok dan mengatur distribusi agar merata untuk menekan disparitas harga antardaerah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Harga Emas Antam Hari Ini 20 November Naik Signifikan, Rp1.498 Juta per Gram
- Garuda Indonesia Dukung Rencana Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat
- Dampak Aksi Boikot 47 Gerai KFC Tutup, 17 Restoran Pizza Hut Berhenti Beroperasi
- Harga Emas Antam Hari Ini 18 November 2024 Naik Signifikan, Rp1.476 Juta per Gram.
- Nilai Impor pada Oktober 2024 Capai 21,94 Miliar Dolar AS, Naik 16,54 Persen
Advertisement
Kisah Ilustrator, Dari Banguntapan, Gundala dan Gojira Menyala di GBK
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Di Electricity Connect 2024, PLN Galang Kolaborasi Global Wujudkan Transisi Energi di Indonesia
- Hasil Sidak, 4 SPBU di DIY Ditutup karena Melakukan Kecurangan, Ini Daftarnya
- OJK Awasi Ketat Entitas Pinjol KoinP2P
- Perbanyak Transaksi di GoFood, Menangkan Pengalaman Eksklusif Konser MALIQ & DEssentials
- Ekonom Dukung Keputusan BI Tahan Suku Bunga 6%
- PPN Jadi 12% Tahun Depan, Harga Barang Elektronik Juga Bakal Ikut Naik
- Menyambut Masa Depan Cerah Emas dan Pangan pada 2025
Advertisement
Advertisement