Advertisement
Pemerintah Diminta Awasi Transparansi Harga Beras Khusus

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pasar beras khusus belum efisien dan meminta pemerintah mengawasi struktur biaya agar tidak terjadi distorsi.
Hal ini diutarakan Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Eliza Mardian yang menilai perlu adanya evaluasi menyeluruh.
Advertisement
Menurut Eliza, konsumen berhak mendapatkan harga yang wajar sehingga diperlukan evaluasi terhadap struktur biaya beras khusus. Terlebih, lanjut dia, beras merupakan produk pangan pokok.
“Beras khusus ini kan segmennya niche market, di mana prinsip supply-demand seharusnya berlaku bebas. Tapi kalau harga dirasa tidak wajar, markup-nya berlebih, ini perlu ada transparansi dari sisi cost structure,” kata Eliza kepada Bisnis, dikutip pada Sabtu (20/9/2025).
Eliza menilai, perlu adanya transparansi terhadap struktur harga beras khusus, mulai dari biaya produksi, biaya distribusi, margin distribusi, hingga biaya operasional ritel.
BACA JUGA: Polres Bantul Beberkan Kasus Perkosaan Remaja 17 Tahun oleh 3 Pemuda
Berdasarkan kalkulasinya, biaya produksi beras khusus paling tinggi hanya sekitar 10–15% lebih mahal dari beras reguler. Namun di pasar, selisih harga bisa mencapai 50% atau lebih.
“Setelah di-packing menarik dan diberikan brand tertentu harga jualnya 50% lebih mahal, itu sinyal distorsi pasar yang perlu dikoreksi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Eliza menyebut, dorongan untuk mengevaluasi struktur biaya bukan berarti intervensi berlebihan dari negara. Menurut dia, evaluasi justru merupakan instrumen penting dalam memastikan pasar berjalan transparan dan adil, terutama jika menyangkut komoditas pangan pokok seperti beras.
“Pemerintah di banyak negara tetap campur tangan untuk cegah distorsi, meski swasta punya kebebasan besar menetapkan harga,” tuturnya.
Eliza menambahkan, pasar beras khusus di Indonesia belum sepenuhnya terbangun secara efisien dan masih minim transparansi.
Padahal, lanjut dia, di sejumlah negara seperti Thailand dan Vietnam, regulasi telah mendorong keterbukaan informasi, bahkan tanpa menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Dia menuturkan, Thailand tidak membatasi harga dengan ketat, melainkan menekankan kejujuran informasi agar konsumen bisa membuat keputusan rasional.
Di sisi lain, sambung dia, Vietnam justru mewajibkan keterbukaan harga dari hulu ke hilir untuk mencegah manipulasi dan menjamin keadilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ekonom UKDW Sebut Penurunan BI Rate Berdampak Positif pada Pasar Modal
- Dirut Pertamina Bantah Pertamina Kuasai Impor BBM Satu Pintu
- Money Changer di Perbatasan Negara Berpotensi jadi Tempat Pencucian Uang
- Prabowo Sebut Lahan KAI Bisa Dimanfaatkan untuk Program 3 Juta Rumah
- KKP Targetkan Indonesia Stop Impor Garam pada 2027
Advertisement

Quattrick Juara Umum Porda DIY, Bupati Sleman Tingkatkan Sarpras Latihan Atlet
Advertisement

Wisata ke Hanoi Vietnam Paduan Sejarah dan Budaya, Ini Rekomendasinya
Advertisement
Berita Populer
- Ekonom UKDW Sebut Penurunan BI Rate Berdampak Positif pada Pasar Modal
- Apindo DIY Sebut Pemberlakukan Tarif Trump Belum Berdampak pada Ekspor DIY
- Harga Cabai, Bawang, hingga Telur Hari Ini 20 September 2025 Naik
- Harga Emas Antam Hari Ini Naik Jadi Rp2.122.000 per Gram
- Bahlil Sebut SPBU Swasta Sepakat Beli BBM dari Pertamina
- Maskapai Wings Air Buka Rute Semarang-Surabaya
- Didiek Hartantyo Sebut Laba KAI Tergerus Beban Kereta Cepat
Advertisement
Advertisement